• Berita
  • Ratusan Petani Sumedang Menuntut Pemenuhan Hak Tanah Garapan ke Kantor ATR/BPN Jawa Barat

Ratusan Petani Sumedang Menuntut Pemenuhan Hak Tanah Garapan ke Kantor ATR/BPN Jawa Barat

Para petani menolak perpanjangan hak guna usaha (HGU) dan hak guna bangunan perusahaan di lahan yang mereka garap.

Para petani dari Cimarias dan Cinangerang, Kabupaten Sumedang, menggelar aksi di kantor ATR/BPN Jawa Barat, Kota Bandung, Rabu, 24 September 2025. (Foto: Yopi Muharam/BandungBergerak)

Penulis Yopi Muharam25 September 2025


BandungBergerakRatusan petani dari Cimarias dan Cinangerang (Cemerlang), Kabupaten Sumedang, menggelar aksi di kantor ATR/BPN Jawa Barat, Kota Bandung, Rabu, 24 September 2025. Mereka datang untuk menolak perpanjangan hak guna usaha (HGU) dan hak guna bangunan (HGB) perusahaan setempat yang dinilai merugikan petani.

Aksi yang bertepatan dengan Hari Tani Nasional ini menempuh perjalanan sejauh 30 kilometer dengan menggunakan mobil bak terbuka, dan berkumpul di kantor pertanahan sejak pukul 10.00 pagi. Satu per satu, petani menyampaikan keresahannya terkait konflik agraria yang terjadi di wilayah mereka.

Rina, 30 tahun, seorang petani umbi-umbian asal Cimarias, menjelaskan bahwa kedatangan mereka bertujuan untuk mendesak agar perusahaan di sana tidak diberikan izin perpanjangan HGB untuk lahan seluas hampir 500 hektare. Menurut Rina, sekitar 80 persen dari tanah yang dikelola perusahaan tersebut dibiarkan terbengkalai, yang justru merugikan masyarakat sekitar.

“Tanaman kami sering diganggu babi hutan karena perusahaan tidak bisa mengelola lahannya,” ujar Rina.

Rina mengeluhkan kondisi tersebut karena kebun yang ia kelola adalah sumber utama pendapatan keluarganya. Ia juga menceritakan bahwa tanah yang sebelumnya dikelola menjadi hutan belantara, namun perusahaan tetap beroperasi meski sebagian besar tanah tersebut dibiarkan terlantar.

Rina, yang memiliki 300 batang tanaman umbi-umbian, berharap BPN tidak memberikan izin untuk perpanjangan HGU perusahaan, karena tanah yang terbengkalai ini lebih baik dikelola oleh warga.

Riki, 34 tahun, warga Cimarias yang berprofesi sebagai tukang ojek, juga ikut serta dalam aksi ini. Ia berencana beralih profesi menjadi petani dan ingin menggarap tanah yang dibiarkan terbengkalai oleh perusahaan. Riki bersama warga lainnya membersihkan lahan yang ditumbuhi ilalang setinggi 2-3 meter pada awal Februari 2025. Setelah dibersihkan, mereka menanami lahan tersebut dengan tanaman umbi-umbian.

“Perekonomian sekarang semakin sulit, pekerjaan makin susah, sementara banyak lahan yang dibiarkan kosong,” kata Riki.

Namun, inisiatif warga tersebut justru mendapat respons negatif dari pihak kepolisian, yang mengeluarkan surat pemanggilan terhadap warga yang dianggap menyerobot lahan perusahaan. Riki berharap agar lahan tersebut dapat diberdayakan oleh masyarakat untuk meningkatkan perekonomian mereka.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023, kemiskinan di Kabupaten Sumedang tercatat sebesar 9,36 persen, dengan garis kemiskinan per bulan sebesar 396.573 rupiah per kapita. Sementara data Susenas BPS menyebut kemiskinan ekstrem Kabupaten Sumedang Tahun 2023 adalah 6.370 orang (0,53 persen).

Tanah Garapan Warga

Arif Destriad, Manager Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Kelola Rakyat dan Desdisaster Walhi Jabar, mengungkapkan bahwa keberadaan perusahaan tidak memberikan dampak positif bagi masyarakat. Walhi Jabar juga sedang mendampingi empat desa di Sumedang, yakni Cimarias, Cinangerang, Citengah, dan Margawindu yang mengalami masalah terkait konflik agraria dengan perusahaan.

Arif menjelaskan bahwa sejak tahun 90-an, tanah yang dikelola perusahaan adalah tanah garapan warga. Namun, setelah dikuasai perusahaan, warga dilarang bertani di area tersebut.

“Karena mereka [perusahaan] menganggap bahwa itu punya mereka sehingga warga dilarang,” ujarnya.

Saat ini, setelah masa kontrak HGB perusahaan berakhir, warga mendesak agar ATR/BPN tidak memberikan izin perpanjangan. “HGB perusahaan sudah habis, tanah ini harusnya kembali ke negara, namun perusahaan masih dalam proses mengajukan [perpanjangan HGB],” tambah Arif.

Baca Juga: Hari Tani 2022, Wujudkan Reforma Agraria untuk Rakyat
Ironi Hari Tani, Petani Kecil Jawa Barat tak Punya Lahan Garapan

Audiensi dengan ATR/BPN

Wahyu, Ketua Paguyuban Cemerlang, mewakili warga dalam audiensi dengan pihak ATR/BPN. Dalam audiensi yang berlangsung hampir satu jam, Wahyu bersama Walhi Jabar menyampaikan keresahan warga tentang tanah yang terbengkalai. Ia menegaskan bahwa masyarakat ingin perusahaan di wilayahnya tidak diberikan izin perpanjangan HGU dan HGB, serta berharap tanah tersebut dapat dimanfaatkan oleh warga untuk kesejahteraan mereka.

“Karena selama 30 tahun (perusahaan) menguasai tanah tersebut tidak ada dampak baik buat masyarakat dan tidak ada pemanfaatannya masyarakat bahkan banyak merugikan masyarakat,” tutur Wahyu.

Ia juga mengingatkan bahwa kawasan tersebut rentan terbakar saat musim kemarau. Wahyu berharap agar pemerintah berpihak kepada masyarakat.

“Kami ingin dapat bertani tanpa gangguan dari babi hutan,” ujarnya.

Yuniar Hikmat Ginanjar, Kepala Kantor Wilayah ATR/BPN Jawa Barat, menjamin bahwa tuntutan petani akan diproses. Ia memastikan bahwa BPN belum memproses perpanjangan HGU untuk perusahaan dan menjamin keamanan bagi para petani.

“BPN belum memproses perpanjangan HGU perusahaan. Tenang saja, kami akan pastikan hak-hak petani dilindungi,” kata Yuniar, yang mendapat sambutan tepuk tangan dari para petani.

Yuniar juga menjamin bahwa jika ada intimidasi terhadap petani, mereka dapat segera melaporkannya. Ia menegaskan bahwa kepentingan petani harus diprioritaskan.

“Tanggung jawab kami adalah memastikan kepentingan bapak-ibu petani diselesaikan dengan baik,” tandasnya.

***

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//