Rindang Kata di Taman, Memahami RKUHAP dalam Suasana Piknik
Piknik ala Kembang Kata Book Club bertajuk Rindang Kata membahas RKUHAP di taman. Peserta jadi paham bahwa KUHAP erat terkait dengan kehidupan sehari-hari.
Penulis Rita Lestari26 September 2025
BandungBergerak - Di hamparan taman yang rindang, sekumpulan orang duduk bersama sambil membaca artikel tentang perkara hukum yang menimpa warga. Memakai pakaian berwarna cerah, ditemani bucket bunga warna warni, suasana tampak ceria. Namun, setelah membaca artikel mereka mengaku merasa kecewa, marah, dan sedih. Perhatian mereka lalu tertuju pada Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), bahwa hukum begitu erat dengan kehidupan sehari-hari.
Artikel tersebut tentang nasib warga Cibetus yang dituding berbuat kriminal padahal mereka berusaha berjuang mempertahankan lingkungan hidupnya. Diketahui, warga Cibetus yang mengalami berbagai penyakit akibat peternakan ayam berkapasitas 120.000 ekor yang berdiri di sekitar permukiman. Protes dan kesepakatan yang tak diindahkan perusahaan berujung pada kemarahan warga. Alih-alih melakukan itikad baik, perusahaan malah melaporkan warga kepada polisi.
Artikel lainnya tentang konflik tanah Sukahaji. Sejumlah warga ditetapkan tersangka dalam sengketa tanah ini.
Acara di taman ini bukan piknik biasa, melainkan bagian dari kegiatan literasi komunitas Kembang Kata Book Club bernama Rindang Kata. Kali ini mereka tidak membaca senyap di Perpustakaan Bunga seperti biasanya, tapi mengkaji Revisi Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana di taman Uncle D Backyard, Bandung, Minggu, 14 September 2025.
Detty Sopandi, pemantik dari PBHI Jabar, lantas menyampaikan materi zine yang berjudul “Selayang Pandang Perihal KUHAP. Zine ini berisi penjelasan mengenai KUHAP secara ringkas, disertai contoh kasus dan animasi sederhana, sehingga mudah untuk dipahami.
Detty menjelaskan, dalam hukum Indonesia terdapat pengelompokan hukum, misalnya hukum pidana, perdata, dan lain-lain. Hukum pidana terbagi menjadi dua bagian, yakni KUHP (Kitab Undang Undang Hukum Pidana) dan KUHAP (Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana). KUHP bersifat material, membicarakan tentang tindakan yang dianggap tindak pidana dan sanksinya. Sedangkan KUHAP bersifat formil, membicarakan tata cara atau mekanisme bagaimana proses pidana itu dijalankan, termasuk penangkapan, penahanan, hingga proses persidangan.
Detty menganalogikannya dalam kasus pencurian. Menurut KUHP, pencurian adalah tindak pidana yang memiliki sanksi. Namun, bagaimana cara aparat menindak pelaku pencurian, mulai dari penangkapan, penyidikan, hingga persidangan semuanya diatur oleh KUHAP.
Secara ideal, penangkapan harus dilakukan dengan surat resmi, pemberitahuan jelas, dan penghormatan terhadap hak-hak tersangka. Hak-hak tersebut meliputi pendampingan penasihat hukum sejak awal, hak untuk tidak disiksa atau dipaksa mengaku, serta hak atas informasi yang transparan mengenai status hukum yang dihadapi.
Namun dalam praktiknya, sering kali masih ditemukan penangkapan yang dilakukan tanpa prosedur yang benar, bahkan cenderung sewenang-wenang.
“Kita sering temui penangkapan tanpa surat, tanpa penjelasan, bahkan dengan kekerasan. Padahal orang itu statusnya masih penyelidikan, belum tentu tersangka,” ujar Detty.
Detty juga mengingatkan bahwa KUHAP yang berlaku sekarang merupakan warisan kolonial dan sudah terlampau lama, banyak ketentuan yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat. Maka dari itu, pembaharuan terhadap KUHAP justru penting dan diperlukan.
RKUHAP yang saat ini dibahas DPR dan pemerintah juga tidak lepas dari sorotan. Detty menilai ada sejumlah kejanggalan, misalnya kewenangan aparat yang terkesan terlalu luas tanpa mekanisme kontrol yang memadai. Menurutnya, hal ini bisa menimbulkan potensi pelanggaran hak dan ketidakadilan hukum. Ia juga mengkritik proses revisi yang berjalan tertutup.
“Kalau kita rangkum, masalahnya ada pada tidak adanya partisipasi publik yang bermakna. Pembahasannya sembunyi-sembunyi di hotel, draft tidak transparan, publik sulit akses. Tiba-tiba sudah masuk DPR,” tegas Detty.
Menurut Detty, isu krusial dalam RKUHAP adalah bagaimana menyeimbangkan kepentingan penegakan hukum dengan perlindungan hak asasi manusia. Tanpa itu, bisa muncul permasalahan baru dalam praktik peradilan pidana.
Detty mengajak peserta untuk tetap optimis karena masih banyak hal yang bisa diupayakan bersama.
“Kita sama sama belajar jangan nyerah dan keburu hopeless. Kita belajar dan berjuang bersama contohnya melalui kegiatan hari ini, kita belajar dengan riang gembira, kalau ini terus dilakukan, bahkan ke berbagai lapisan masyarakat dan daerah lainnya itu bagus,” kata Detty.
Baca Juga: Kajian Kritis KUHAP di Kampus UPI Bandung, Terus Menuntut Instrumen Hukum yang Melindungi Hak Asasi Manusia Warga Negara
Revisi KUHAP, Tameng Rakyat yang Justru Dijadikan Benteng Aparat
Melawan dengan Memahami
Salah satu peserta Rindang Kata, Arif, menjelaskan bahwa acara ini pada awalnya membuat ia bingung dan bertanya-tanya dimana pembahasan KUHAP-nya. Sesi pertama tidak langsung membahas materi, namun diawali dengan membaca artikel, yang kemudian disambung dengan diskusi kelompok. Setelah mengikuti kegiatan hingga sesi akhir, ia tersadar bahwa membaca artikel dan diskusi kelompok justru menariknya pada pemahaman yang baru.
“Saya tersadar, bahwa yang kami diskusikan adalah aspek-aspek hidup yang sejatinya bisa diganggu oleh KUHAP,” ujar Arif.
Arif menentang jika draft RKUHAP dibuat sembarangan dan ugal-ugalan. Baginya memahami isu RKUHAP bagian dari perlawanan.
“Perlawanan bagi saya adalah untuk bangun dan sadar bahwa hidup tak baik baik saja,” sambung Arif.
Peserta lainnya, Poten Maulida baru pertama kali mengikuti kegiatan Kembang Kata. Dia merasa tertarik dengan ruang diskusi dan komunikasi yang dilakukan dua arah. Awalnya ia kurang mengetahui isu diskusi, tetapi kemudian jadi paham dan tersadarkan.
“Aku jadi banyak menemukan hal baru dan informasi baru. Ini buat aku terbuka tentang RKUHP, karena aku juga ga terlalu ngikutin, tapi ternyata warga sipil biasa pun bisa kena dampaknya.” tutur Poten.
Pegiat komunitas Kembang Kata Book Club, Salma Nur Fauziyah menambahkan saat ini KUHAP masih dalam pembahasan. Artinya, KUHAP lama masih berlaku. Namun dengan KUHAP lama saja orang bisa mudah berurusan dengan hukum tanpa jaminan hak asasi manusia.
Maka, penyusunan KUHAP mesti menampung aspirasi masyarakat sipil, termasuk menjadikan alat hukum ini bermuatan perlindungan hak asasi manusia. Sebab pada dasarnya KUHAP untuk melindungi masyarakat.
***
*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB