Keterangan Keluarga, Teman, dan Tetangga Bahwa Ve Korban Salah Tangkap oleh Polisi
Ve bersama temannya hendak menongkrong di tempat susu murni bertepatan dengan meletusnya demonstrasi. Ia pergi ke warung lalu hilang kontak.
Penulis Tim Redaksi30 September 2025
BandungBergerak - Niat menghabiskan malam akhir pekan berujung nahas bagi Ve, 24 tahun. Orang muda asal Cihampelas yang sehari-hari bekerja mengantarkan galon isi ulang, diduga menjadi korban salah tangkap aparat kepolisian yang tengah menyisir massa aksi demonstrasi di sekitar Gedung DPRD Jabar dan Lapangan Gasibu, Kota Bandung, Sabtu, 30 Agustus 2025 lalu.
Diketahui, akhir Agustus dan awal September 2025 terjadi gelombang unjuk rasa secara nasional yang menuntut keadilan atas tragedi kematian Affan Kurniawan yang dilindas kendaraan taktis satuan Brimob Metro Jaya di Jakarta. Sebelumnya, publik Indonesia juga mengkritik regulasi anggaran anggota DPR RI.
Ve sendiri bukan bagian dari massa aksi, seperti dikuatkan keterangan temannya, Api, yang menjadi saksi terakhir kali dengannya sebelum ditangkap.
Api bercerita, akhir pekan malam itu ia dan Ve hendak nongkrong di tempat susu murni di kawasan Dipatiukur, Bandung. Saat itu kondisi jalanan macet sehingga keduanya terpaksa menepi untuk parkir. Di tempat tersebut juru parkir sudah meminta uang terlebih dahulu.
Waktu itu Api tidak membawa uang tunai. Ve kemudian berinisiatif turun dari motor untuk menukar uang receh sambil membeli tiga batang rokok.
Api lama menunggu Ve, tapi tak kunjung datang. Sementara dari arah atas Lapangan Gasibu ia melihat orang-orang berlarian. Mulanya ia menganggap massa hanya demonstrasi biasa.
Dugaan Api meleset karena rupanya massa dikejar polisi berpakaian serba hitam dan membawa senjata.
“Saya otomatis takut, bingung, terus nyumput ke belakang. Ei (panggilan Ve) nggak balik-balik,” tutur Api, kepada wartawan, Senin, 29 September 2025.
Setelah bersembunyi, Api pergi ke tempat susu murni. Namun, Ei tidak ada di sana, rasa bingung serta khawatir menyelimuti Api sebagai kawan. Keesokan paginya ia mendapatkan kabar mengejutkan, bahwa Ve diboyong aparat keamanan.
“Saya kaget. Saya pikir Ei enggak mungkin ikut demo, soalnya malam itu kami cuma mau nongkrong. Hari Jumat sebelumnya pun dia kerja, enggak ada rencana ikut aksi. Jadi tahu Ei ditahan karena kasus demo itu aneh banget,” terang Api.
Keluarga Berharap Ve Bebas Tanpa Syarat
Iyen, ibunda Ve atau Ei, menyebut anaknya bukanlah mahasiswa dan aktivis yang sering ikut demonstrasi. Anaknya pekerja ulet yang menjadi tulang punggung keluarga dengan bekerja sebagai pengantar galon isi ulang.
Iyen pertama kali mendapatkan kabar keberadaan anaknya di Polda Jabar pada Minggu, 31 Agustus 2025 siang. Tanggal 2 September 2025 Iyen mendatangi Polda.
Setelah tiga hari kehilangan kabar anaknya, Iyen melihat Ve mengkhawatirkan. Wajahnya lebam, kedua bola matanya merah, dan anaknya berbicara bisik-bisik seperti ketakutan.
Pihak keluarga sudah menyerahkan surat bahwa Ve tidak bersalah. Namun, keluarga terkejut dengan klaim bahwa Ve sudah mengakui perbuatannya dengan sejumlah barang bukti.
“Barang bukti itu tidak pernah diperlihatkan ke keluarga. Sejak itu, keluarga berkali-kali menanyakan perkembangan,” kata Iyen.
Keluarga berkali-kali menanyakan perkembangan penahanan Ve, tapi tidak membuahkan jawaban pasti. Keluarga terus berharap Ve dibebaskan tanpa syarat karena ia korban salah tangkap.
Baca Juga: Keluarga Korban Salah Tangkap Saat Aksi Demonstrasi Melapor ke Ombudsman Jawa Barat, Berharap Anak Mereka Dibebaskan Polisi
Salah Tangkap Pegi Setiawan Momentum Evaluasi Kinerja Polri
Aktif di Masjid dan Karang Taruna
Pengurus RW 05 Kelurahan Cihampelas Rohman Priatna mengenal Ve sebagai sosok yang aktif dalam kegiatan sosial keagamaan di wilayahnya. Ve aktif di karang taruna dan masjid setempat.
“Jadi kalau ada tuduhan-tuduhan seperti itu, apalagi yang jauh sekali dari kesehariannya, itu sangat anomali,” kata Rohman.
Ia menjamin Ve tak pernah memiliki catatan kenakalan atau kriminal. Sebaliknya, Ve merupakan tulang punggung keluarga.
“Sehari-hari Ei itu aktif di kewilayahan sering membantu kegiatan. Memang manusia tidak luput dari salah dan lupa, tapi saya yakin Ei bukan seperti yang dituduhkan. Dari kecil dia dekat dengan kegiatan pengajian, sosial, keagamaan. Tidak pernah terlibat masalah hukum. Itu bisa disaksikan banyak orang di lingkungan kami,” tegas Rohman.
Rohman berharap, Ve ditangani secara adil. Pihaknya dan masyarakat RW 05 telah memberikan dorongan moral untuk keluarga.
“Karena itu kami berharap kasus ini ditangani secara fair,” kata Rohman. “Kalau soal prosedur hukum, kami tidak menolak aturan atau undang-undang. Tapi bukan seperti ini caranya. Itu yang kami sesalkan.”
Sebelumnya, Tim Advokasi Bandung Melawan dan keluarga korban salah tangkap telah melaporkan masalah ini ke Ombudsman Perwakilan Jabar, Rabu, 24 September 2025. Keluarga Korban berharap laporan tersebut bisa membebaskan Ve.
Deti Sopandi dari Tim Advokasi Bandung Melawan menuturkan, pelaporan kepada Ombudsman Perwakilan Jabar bertujuan untuk menguji prosedur penangkapan Ve.
“Ombudsman bisa menguji dari sisi prosedur: apakah benar Polda dalam tindakannya ada dasar hukumnya atau tidak. Nanti kalau terbukti ada pelanggaran prosedur, hasil itu bisa kita gunakan sebagai dasar untuk langkah advokasi selanjutnya,” jelas Deti.
Selain melapor ke Ombudsman Perwakilan Jabar, tim advokasi dan keluarga sudah melapor juga ke Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan LPSK dengan dugaan penyiksaan.
Deti berharap polisi mau mendengarkan keterangan yang disampaikan keluarga, bahwa Ve merupakan salah tangkap dan tidak melakukan tindakan yang dituduhkan.
Sementara itu, Polda Jabar membantah dugaan praktik penyiksaan terhadap para tahanan yang ditangkap dalam aksi demonstrasi 29 Agustus hingga 1 September 2025 di Kota Bandung.
Kabid Humas Polda Jabar Hendra Rochmawan mengatakan bahwa tuduhan tersebut tidak benar. Menurutnya, seluruh proses penanganan terhadap para tersangka dilakukan sesuai prosedur standar operasional (SOP) kepolisian, termasuk dalam hal pemberian akses bantuan hukum.
“Apa yang disampaikan oleh Tim Advokasi Bandung itu tidak benar. Jadi ketika mereka ditahan di kepolisian, sejak pemeriksaan awal sudah kami berikan akses untuk pendamping hukum mereka. Selama pemeriksaan pun kami perlakukan mereka secara baik dan sesuai SOP,” kata Hendra, dalam keterangan resmi, Kamis, 25 September 2025.
“Yang dikatakan mereka selama ditahan di kepolisian ada penganiayaan, itu tidak ada. Kami yakinkan hal itu bisa langsung dikonfirmasi kepada pengacara-pengacara mereka,” lanjutnya.
Menurut Hendra, mereka yang ditangkap mayoritas terlibat pengrusakan hingga provokasi yang menimbulkan kerusuhan dan kerusakan. Lebih lanjut, proses hukum terhadap para tersangka disebut berjalan sesuai ketentuan. Setiap kendala dalam pemeriksaan dilakukan dengan metode konfrontasi sesuai aturan demi kepentingan pengembangan kasus, bukan dengan cara-cara di luar hukum.
Polda Jabar pun meminta masyarakat tidak terprovokasi oleh informasi yang tidak terverifikasi, serta menegaskan komitmennya dalam menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam setiap proses penegakan hukum.
***
*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB