Terus Melek untuk Mengawal KUHAP, Agar Wajah Hukum Lebih Humanis Berkat Partisipasi Publik
KUHAP yang dibahas secara partisipatif akan memberikan jaminan kepastian hukum bagi warga negara yang tersangkut perkara dugaan pidana.
Penulis Yopi Muharam1 Oktober 2025
BandungBergerak - Jujun, bukan nama sebenarnya, berbagi pengalaman pahit tentang perkara hukum yang menjeratnya. Pada Hari Buruh tahun 2019 lalu yang berakhir rusuh ia turun ke jalan. Ia ditangkap tanpa mendapat prosedur yang jelas tentang penangkapannya.
“Waktu penangkapan baju saya (dipaksa) dibuka, badan saya disemprot sama cat pilok,” katanya, di diskusi bertajuk September Hitam: RKUHAP dan Legitimiasi Penindasan Rakyat yang digelar Aksi Kamisan Bandung berkolaborasi dengan Raw Syndicate, PBHI Jawa Barat, dan Kertas Putih, di Galeri Red Raws Center Pasar Antik Cikapundung, Jumat, 27 September 2025.
Jujun mengalami kekerasan dan digunduli. Beberapa tahun kemudian, tahun 2024 ia kembali berurusan dengan hukum. Kali ini ditangkap dengan tuduhan menggunakan narkoba, tanpa penjelasan dan surat perintah penangkapan.
Ia terpaksa mengaku karena tak tahan menghadapi tekanan selama penahanan. Ia kemudian menjalani rehab yang berbiaya mahal. Setelah dua minggu direhab ia bisa bebas.
Pengalaman Jujun dinilai sebagai dampak dari cacatnya prosedur yang dijalankan aparat hukum. Obem dari Kertas Putih yang saat ini tengah mengadvokasi para tersangka demonstrasi di Kota Bandung, bercerita banyak massa aksi yang mendapat perlakuan tak baik dari aparat.
Dari rangkaian penangkapan para demonstran mulai dari tersangka aksi RUU TNI, Hari Buruh, hingga yang terbaru rangkaian aksi Agustus-September, Kertas Putih mencatat bahwa para tersangka jarang ditunjukkan surat penahanan. Surat itu baru dikirimkan ke keluarga beberapa waktu setelah mereka ditahan dan dijadikan tersangka.
“Bahkan ada yang suratnya itu nyampai setelah dua mingguan anaknya ditahan gitu,” jelas Obem.
Baca Juga: Kajian Kritis KUHAP di Kampus UPI Bandung, Terus Menuntut Instrumen Hukum yang Melindungi Hak Asasi Manusia Warga Negara
Rindang Kata di Taman, Memahami RKUHAP dalam Suasana Piknik
Mengawal Pembahasan KUHAP
Penangkapan yang dilakukan aparat terkait erat dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang saat ini sedang direvisi. Sejumlah pasal yang dianggap bermasalah dalam KUHAP lama dinilai masih menjadi acuan RKUHAP baru.
KUHAP merupakan undang-undang yang mengatur dasar-dasar teknis terkait perkara hukum, mulai dari penyelidikan, penyidikan, penangkapan, penetapan tersangka, dan seterusnya.
Deti Sopandi, dari PBHI Jawa Barat mengungkapkan RKUHAP yang sedang digodog pemerintah dan DPR minim transparasi. Pembahasan RKUHAP seharusnya melibatkan masyarakat sipil karena undang-undang ini terkait erat dengan kehidupan warga negara.
Jika RKUHAP dirancang minim pelibatan masyarakat sipil, Deti khawatir aparat akan bertindak sewenang-wenang terhadap warga. Contohnya, penangkapan-penangkapan pada orang yang ditahan karena unjuk rasa akhir Agustus lalu.
Menurutnya, tidak sedikit para tahanan yang dijadikan tersangka di kasus demonstrasi dengan sangkaan perusuh.
“Seseorang kalau ditangkap harus ada dasarnya,” terang Deti, sebagai pemantik diskusi.
Deti menyebut, dengan KUHAP lama saja banyak pelanggaran-pelanggaran prosedur. Dia khawatir jika KUHAP yang baru diimplementasikan dengan pasal yang dianggap bermasalah akan menjadi legitimiasi aparat negara.
“Makanya kalau ngomongin KUHAP ini pada akhirnya akan melegitimasi tindakan-tindakan negara yang lewat kepolisian,” terangnya.
Kendati demikian, ia menyebut KUHAP memang harus direvisi untuk meyelaraskan dengan kondisi saat ini, tentunya dengan masukan-masukan dari masyarakat sipil.
Masyarakat pun sudah saatnya melek terhadap dasar-dasar perkara hukum, misalnya soal penangkapan. Orang yang tersangkut perkara hukum berhak atas pembelaan hukum atau pengacara.
Deti memandang maraknya penangkapan akan memicu ketakutan warga dalam menyuarakan pendapat melalui demonstrasi.
Menanggapi hal itu, Herry Ucok Sutresna mengatakan masyarakat harus membikin kumpulan untuk menghadapi ketakutan atas situasi saat ini. Agar masyarakat yang gundah tidak merasa taku sendiri. Menurutnya berkumpul, mengobrol, dan berbagai gagasan sangat penting.
“Memang mencekam, tapi enggak ngumpul ditangkap, ngumpul ditangkap. Ya sudah ngumpul saja kita ngobrol,” jelasnya.
Dia juga menegaskan pentingnya bersolidaritas dan membagi peran terkait kondisi saat ini.
“Tinggal kita kemudian memperbanyak alternatif pilihannya apa? Ada kawan-kawan litigasi, pemulihan, medis, dan segala macamnya,” terang Ucok. “Intinya diam itu bukan pilihan.”
***
*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB