• Berita
  • Menelusuri Bandung Tempo Dulu Berdasarkan Peta Tahun 1930

Menelusuri Bandung Tempo Dulu Berdasarkan Peta Tahun 1930

Sebelah barat Balai Kota Bandung berdiri bangunan-bangunan freemason. Sebelah timur merupakan kawasan teosofi atau komunitas kebatinan.

Jalan Santai Berkisah Bandoeng 1930 yang diadakan Geowana Ecotourism, Rabu, 24 September 2025. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak)

Penulis Awla Rajul3 Oktober 2025


BandungBergerak – Kawasan Merdeka di sekitar Balai Kota Bandung telah menjadi pusat kota sejak masa pendudukan Belanda pada 1930-an. Saat itu, kawasan ini dipenuhi gedung-gedung penting seperti tempat perkumpulan, sekolah, gudang, dan bank. Sebagian besar kini telah berganti fungsi, namun beberapa bangunan masih mempertahankan arsitektur aslinya, menjadi saksi bisu perjalanan dan perkembangan Kota Bandung.

Untuk menelusuri jejak-jejak masa lalu itu, sebanyak 36 orang peserta mengikuti Jalan Santai Berkisah Bandoeng 1930 yang diadakan Geowana Ecotourism, Rabu, 24 September 2025. Historical Walk ini dipandu Gan Gan Jatnika, pemandu wisata sejarah, dimulai dari Masjid Al Ukhuwwah di sebelah Balai Kota Bandung. Rute Jalan Santai ini mengacu pada peta Bandung tahun 1930.

Gan Gan menjelaskan, di peta tahun 1930 di tempat Masjid Al-Ukhuwwah sekarang, dulunya adalah bangunan bernomor 39 Vrijmetselaarsloge atau Loge Freemason. Loge atau loji adalah istilah untuk tempat berkumpul perkumpulan freemason. Freemason adalah organisasi kalangan atas yang mengurusi hal-hal keduniawian, seperti sosial, politik, dan pendidikan.

"Walaupun bukan agama, freemason itu tempat berkumpulnya adalah loji. Namanya adalah Loji Saint Jan, artinya tempat persaudaraan. Nah sekarang namanya Al Ukhuwwah, artinya persaudaraan. Jadi masih ada sisa hubungan dengan yang lamanya. Corak-corak segitiga khas Freemason juga masih ada," jelas Gan Gan.

Gan Gan bercerita, nama freemason berasal dari kata mason, artinya tukang batu atau tukang bangunan. Logo organisasi ini salah satunya adalah jangka. Di Kota Bandung, banyak bangunan-bangunan peninggalan freemason. Ciri-ciri bangunannya memiliki bentuk khas segitiga dengan empat pilar di bawahnya. Tak jauh dari Masjid Al Ukhuwwah berdiri restoran Jatinangor House, adalah contoh lain arsitektur peninggalan freemason. Begitu juga gedung utama Polrestabes Bandung yang juga peninggalan arsitektur freemason.

Jika dipetakan, kawasan sebelah barat Balai Kota dulunya adalah tempat Freemason. Sementara sebelah timur merupakan kawasan teosofi. Teosofi adalah kelompok yang fokus dengan kebatinan dan keagamaan. Siapa pun bisa bergabung dengan organisasi ini, bisa membahas tentang ketuhanan apa pun, tapi tanpa membahas bagaimana tata caranya. Salah satu tempat perkumpulan teosofi adalah Theosofischeloge nomor 40, kini menjadi Bandung Indah Plaza Mall.

Balai Kota Bandung dulunya adalah gudang kopi. Hasil perkebunan dari kawasan Bandung, Ciwidey, Malabar, dan Pangalengen diangkut ke gudang menggunakan pedati melalui Jalan Raya Pos, kini Jalan Asia Afrika. Gudang ini dimiliki pengusaha Andreas De Wilde.

Di empat penjuru Balai Kota, ada tempat perkumpulan freemason, teosofi, Gereja Katolik, dan Gereja Protestan. Gereja Bethel saat ini, dulu di masa Belanda adalah Gereja Kristen, di peta 1930 ditulis Protest Kerk Nomor 34. Gereja ini dibangun bersamaan dengan Gereja Katolik. Arsiteknya pun sama, Schoemaker.

“Yang lebih filosofis gereja (protestan) ini punya lima anak tangga. Konon berasal dari cerita David ketika melawan Goliath. Saat itu David menggunakan lima batu sebagai senjata. Di atas pintunya ada lampu, artinya, setelah melangkah nanti akan menemukan cahaya,” jelas Gan Gan.

Jalan Santai Berkisah Bandoeng 1930 yang diadakan Geowana Ecotourism, Rabu, 24 September 2025. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak)
Jalan Santai Berkisah Bandoeng 1930 yang diadakan Geowana Ecotourism, Rabu, 24 September 2025. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak)

Bandung Masa Pembangunan

Bandoeng 1930 dipilih sebagai tema lantaran kurun 1920-1930 adalah masa pembangunan besar-besaran di Kota Bandung. Bandung dipilih sebagai ibu kota pengganti Batavia. Ketika itu fasilitas pertama yang dibangun adalah komplek militer, pos, dan kereta.

“Memang Bandung tahun-tahun itu bagus, sedang dipercantik bangunan-bangunannya,” tegas Gan Gan.

Gan Gan membeberkan, peserta yang mengikuti tur jalan kaki ini melonjak. Semula pendaftaran hanya dibuka untuk 20 orang peserta. Namun yang mendaftar mencapai 100 orang. Acara pun dibagi menjadi lima kloter di hari dan pekan yang berbeda.

Tur jalan kaki bertema Bandoeng 1930 dilakukan untuk mengenalkan sejarah kepada warga Bandung. Selama tur jalan kaki berlangsung, banyak peserta yang baru mengetahui cerita-cerita maupun fakta-fakta masa lalu kotanya.

Selain gedung-gedung perkumpulan, di kawasan Balai Kota juga terdapat sekolah. Di antaranya adalah SMK 1 Bandung, dulunya merupakan sekolah menengah atas khusus untuk anak-anak Eropa. Sementara sekolah rakyat untuk bumiputra adalah yang sekarang menjadi SD 001 Merdeka. Ada juga sekolah untuk guru bagi kalangan atas Eropa. Bangunannya kini menjelma bangunan utama Polrestabes Bandung.

Di kawasan Balai Kota juga ada rumah tokoh freemason, yaitu Tuan Soesman. Kini lahan dan bangunannya menjadi kantor Dinas Sumber Daya Air Provinsi Jawa Barat. Sebelum tahun 1970, bangunan ini dipakai sebagai Kantor Gubernur Jawa Barat.

Soesman datang ke Bandung sebagai orang kaya. Ia memulai usahanya pertama kali di Semarang. Setelah sukses, dia ke Bandung mendirikan Bank Java, kini menjadi gedung Bank Indonesia. Konon, antara Gedung BI dan DSDA terdapat terowongan bawah tanah. Dulu digunakan oleh Soesman sebagai penghubung antara rumahnya dan kantornya.

Di kawasan ini juga ada bekas gudang oli, kini menjadi Bank BJB Syariah. Di sebelahnya kini menjadi Bank Mandiri yang dulu adalah gudang. Gudang penyimpanan dan pengolahan garam kini menjadi bangunan baru dari Bank Indonesia.

Di tengah perjalanan, sempat ada obrolan mengenai enaknya hidup di masa pemerintahan Belanda, dengan arsitektur bangunan yang indah. Diskusi lantas mengerucut dan menemui kesimpulan bahwa yang menikmati hidup dan segala kemewahan di masa lalu bukanlah bumiputra, melainkan orang-orang Eropa.

Gan Gan menegaskan, narasi lebih enak hidup di masa pemerintahan Belanda adalah keliru. Jika kehidupan bumiputra enak dan nyaman di masa itu, mustahil ada peristiwa perlawanan, peristiwa Indonesia Menggugat atau pengadilan Bung Karno di Landraad, agresi militer, perlawanan rakyat, hingga proklamasi kemerdekaan.

Baca Juga: CERITA ORANG BANDUNG #98: Maman, Tukang Lahang Keliling yang Semakin Langka
CERITA ORANG BANDUNG #97: Agus Ada di Jalan

Jalan Santai Berkisah Bandoeng 1930 yang diadakan Geowana Ecotourism, Rabu, 24 September 2025. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak)
Jalan Santai Berkisah Bandoeng 1930 yang diadakan Geowana Ecotourism, Rabu, 24 September 2025. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak)

Memahami Sejarah sebagai Warga

Salah satu peserta, warga Bandung, Okta, 26 tahun, mengikuti kegiatan ini untuk mengetahui lebih dalam sejarah Bandung. Selama tur jalan kaki, ia merasa terperangah dengan fakta adanya terowongan dari BI ke DSDA atau antara rumah Soesman dan kantornya.

“Terowongan di BI itu, oh, ternyata sekelihatan itu ya dari pinggir jalan,” katanya.

Sebagai warga Bandung, Okta mengatakan sangat penting mengetahui sejarah, toponimi, dan lainnya. Ia tidak memungkiri beberapa warga bahkan buta mengenai bagaimana asal-muasal dan cerita dari kotanya.

“Nah, itu sebenarnya bermanfaat banget buat ngejelasin nanti ke orang-orang di luar Bandung terutama ya. Meskipun orang Bandung sendiri banyak yang enggak tahu juga sih,” jelasnya.

Peserta lainnya, Gunawan, 60 tahun, berpendapat bahwa warga kota sangat penting memahami sejarahnya. Sejarah diperlukan untuk memahami pola bagaimana suatu peristiwa bisa terjadi di masa lalu dan mengantisipasinya untuk masa kini maupun masa depan.

“Siklus akan selalu berulang. Kalau kita tahu sejarah kita, kita akan antisipasi menghadapi situasi,” ungkap pria yang lahir dan besar di Bandung.

***

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//