Menata Gelap pada Festival Cahaya Skala Kota di Rangkaian Bandung Design Biennale 2025
Festival Cahaya di Laswi Heritage berangkat dari masalah penataan pencahayaan di Bandung dan kota-kota lain yang belum optimal.
Penulis Retna Gemilang8 Oktober 2025
BandungBergerak.id - .BDG Lights 2025 menggelar festival cahaya skala kota dengan tata letak cahaya buatan di Laswi Heritage, Bandung, 3-5 Oktober 2025. Festival ini merupakan evolusi dari ITB Light Festival: Kinarya Immersiva pada 2023 lalu. .BDG Lights merupakan acara pembuka dari rangkaian program utama Bandung Design Biennale (BDB) 2025 dengan kolaborasi yang masif.
"Kita menjalin kolaborasi hingga akhirnya membuat sebuah penyelenggaraan kegiatan presentasi desain yang lebih besar bersama dengan Bandung Design Biennale," ujar Tim Program Acara .BDG Lights 2025 Yanuar Banu, kepada BandungBergerak di Nerd Laboratory, Jumat, 3 Oktober 2025.
Mengusung tema "Menata Gelap", festival cahaya skala kota ini berupaya mengajak publik menafsirkan ulang relasi gelap dan terang dalam ruang kota. “Menata Gelap” sendiri, menurut Banu, berangkat dari praktik para tata kelola cahaya yang hadir saat gelap malam. Seiring berjalannya waktu, gelap ini dipandang bukan sekadar ketiadaan cahaya, melainkan ruang refleksi dan peluang lahirnya inovasi di konteks perkotaan.
"Sampai akhirnya kami maknai lagi bahwa sebenarnya pencahayaan di Bandung atau di negara ini bahkan belum optimal dan kami rasa sebenarnya praktik kami bisa lebih berperan untuk sifatnya lebih sosial yang nantinya dimaknai oleh siapa pun menjadi solusi keseharian," ujarnya.
Dengan gedung-gedung di Laswi Heritage sebagai panggungnya, .BDG Lights 2025 menghadirkan penampilan facade projection mapping, new media installations, dan berbagai pertunjukan musik.
Melalui tiga program utama, .BDG Lights 2025 menghadirkan program edukasi, apresiasi, dan hiburan. Program edukasi diisi dengan dua workshop dan satu sesi talkshow yang turut menghadirkan lima panelis dari Indonesia hingga Asia Tenggara. Program apresiasi dengan menampilkan 18 finalis dari kalangan mahasiswa dan 28 kreator profesional untuk facade projection mapping dan juga 12 seniman new media installations. Terakhir, terdapat program hiburan yang diisi dengan penampilan 11 pertunjukan musik.
Banu menjelaskan, program apresiasi ini menyambung dengan penampilan facade projection mapping dari 18 finalis kompetisi mahasiswa yang pemenangnya diumumkan tiga juara terbaik di hari terakhir festival. Facade projection mapping sendiri merupakan praktik cahaya di mana menggunakan teknologi proyektor untuk memproyeksikan satu bidang muka bangunan.
"Jadi ada salah satu bangunan di Laswi Heritage ini yang kita sorot dengan proyektor dan nanti bangunan tersebut muncul animasi, ilustrasi, dan beragam wujud visual lainnya yang kita sebut sebagai facade projection mapping," tambahnya.
Selain dari dalam negeri, Banu juga mengatakan bahwa terdapat partisipan kreator yang terhubung dengan komunitas nasional, Alight. Alight sendiri merupakan para praktisi dari bidang tata cahaya yang beredar di kawasan Asia Tenggara.
“Kesempatan kali ini, Bandung menjadi tuan rumah, untuk akhirnya menyambut teman-teman dari region Asean untuk hadir ke dalam festival ini,” ujarnya.

New Media Installations di .BDG Lights 2025
New media installations atau instalasi media baru adalah praktik tata letak cahaya buatan dengan beragam media yang interaktif dari seniman dan kolektif lintas disiplin. Banu mengutarakan, pameran karya cahaya ini berasal dari kombinasi panggilan tertutup dari jaringan komunitas dan panggilan terbuka bagi publik.
"Kalau instalasi media baru itu kita kombinasinya tetap ada yang close call yang jaringan pertemanan. Cuma lapisan untuk publiknya bukan lewat kompetisi, tapi lewat panggilan terbuka," tambah Banu.
Seperti salah satu seniman grup, Arup Group dengan tajuk karyanya "Nyalakeun Bandung". Sebuah instalasi proyektor yang memvisualkan Bandung Setelah Malam yang mengajak pengunjung dalam perjalanan interaktif untuk membayangkan kembali kehidupan malam kota.
Setiap pengunjung diarahkan ke lokasi tertentu di Bandung untuk mengeksplorasi tantangan yang ada di lingkungan malam hari. Nyalakeun Bandung mengungkap potensi tersembunyi kota setelah gelap, mendorong imajinasi kolektif untuk Bandung yang lebih cerah dan lebih baik.
"Ruang-ruang perkotaan ini menjadi kanvas untuk mendesain ulang solusi pencahayaan yang mengutamakan keamanan, inklusivitas, dan keberlanjutan," narasi Arup Group pada pameran instalasi media baru.
Selanjutnya, seniman cahaya asal Jepang, Yuki Anai menampilkan karya cahaya interaktifnya yang bertajuk "Emitter". Karya seni ini menggunakan cahaya untuk menunjukkan kehadiran orang-orang. Di mana, ketika pengunjung bergerak, berbicara, atau bersuara, cahaya akan berubah warna dan kecerahannya.
Misalnya, suara keras dapat menghasilkan kilatan cahaya yang kuat, dan suara pelan dapat menghasilkan cahaya lembut.
"Pengalaman ini membantu orang-orang menyadari bagaimana tindakan-tindakan kecil ini dapat mengubah tempat. Karya ini menunjukkan bagaimana kita semua terhubung dan bagaimana kehadiran kita dapat membuat perbedaan," narasi Yuki Anai pada pameran instalasi media baru.
Baca Juga: Para Desainer Berkolaborasi di Bandung Design Biennale 2025
Bandung Design Biennale, Desain dan Upaya Memberikan Dampak
Facade Projection Mapping di .BDG Lights 2025
Sebagai salah satu finalis kompetisi facade projection mapping, Aktustudio dari Sampoerna University juga berbagi cerita dari pameran karyanya. Founder Aktustudio, Cliff Emmanuel dan Jocelyn Lim menghadirkan karyanya yang bertajuk "Batas Bening".
Karya mereka menginterpretasikan dari teori Sosiologi "Glass Ceiling" atau langit-langit kaca. Teori ini menggambarkan metafora dari hambatan yang tak terlihat untuk menghalangi perempuan dan kelompok minoritas demi mencapai posisi tertinggi, terlepas dari kualifikasi mereka.
Cliff bersama Jocelyn mencoba membuka kesadaran kepada pengunjung tentang pesan menembus dari keterbatasan yang tidak terlihat. Hal itu bisa diatasi dengan hati dan empati.
Dengan pengerjaan waktu yang cukup singkat sekitar satu bulan, Cliff menyampaikan bahwa Aktustudio berusaha memberikan penjelasan masalah sosial yang kompleks dengan visual yang mudah dimengerti oleh pengunjung.
"Solusinya (dengan) punya hati, solusi yang simpel. Kami berharap bisa ngetuk hati orang-orang. Karena kami percaya, apa yang kita bikin dari hati itu pasti sampai ke hati juga," tambahnya saat ditemui BandungBergerak di Laswi Heritage, Sabtu, 4 Oktober 2025.
Pada visualnya, Jocelyn menjelaskan dua tipe gedung yang terpisah dan berbeda jadi hal yang cukup menantang bagi Aktustudio. Tapi dengan perbedaan bentuk gedung menjadi jawaban peluang baru dalam menyimbolkan kesenjangan sosial. Jocelyn dan Cliff merepresentasikan visualnya pewarnaan gedung tingkat dengan lebih kontras dan terang, sedangkan yang sebelah kiri pewarnaannya lebih monokrom.
"Jadi yang gedung sebelah kanan itu tuh kayak sesuatu yang (menggambarkan) mereka yang berpangkat tinggi, sementara yang sebelah kiri mereka dari golongan minoritas, mereka yang masih berjuang," ujar Jocelyn.
Melalui .BDG Lights 2025, Cliff dan Jocelyn berharap bisa membawa nama Aktustudio lebih harum ke dunia desain yang lebih luas. "Harapannya sudah tentu menang. Tapi harapannya juga selagi bisa membawa nama Aktustudio lebih baik lagi," tutup Jocelyn.
***
*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB