• Berita
  • Bandung Design Biennale, Desain dan Upaya Memberikan Dampak

Bandung Design Biennale, Desain dan Upaya Memberikan Dampak

Bandung Design Biennale 2023 diharapkan memberikan dampak pada kehidupan manusia dan lingkungannya, khususnya pada tata kota Bandung agar lebih setara dan inklusif.

Pembukaan Bandung Design Biennale (BDB) 2023 di sl_oo_w Bandung, Minggu, 1 Oktober 2023. (Foto: Tofan Aditya/BandungBergerak.id)

Penulis Tofan Aditya4 Oktober 2023


BandungBergerak.idSeni desain memiliki dampak nyata terhadap budaya manusia. Desain, baik dalam bentuk penggunaan sehari-hari, city branding, bangunan dan ruang, ataupun sistem tata kota, sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Masalah mendesak seperti ketidaksetaraan, segregasi, dan aksesibilitas dapat dipecahkan melalui desain yang memperhatikan aspek inklusivitas, keberlanjutan, dan keterjangkauan.

Pesan itulah yang coba disampaikan Bandung Design Biennale (BDB) di tahun 2023 ini. Tepat pukul 10.00 WIB pada Minggu, 1 Oktober 2023, seremoni pembukaan agenda BDB 2023 dihelat di sl_oo_w Bandung. Sekitar 50 orang dari kalangan akademisi, studio design, himpunan mahasiswa, pecinta desain, dan media hadir di acara yang digagas oleh Yayasan Bandung Desain Kolektif berkolaborasi dengan Asosiasi Desainer Grafis Indonesia (ADGI) dan dibantu olehrelawan ini.

"Banyak sekali masukan tentang bagaimana sebetulnya desainer, apakah di Bandung atau di Indonesia, harus aware kepada sekelilingnya, harus inklusif, peka terhadap sekitarnya, dan sebagainya," ucap Deddy Wahjudi, ketua Yayasan Bandung Desain Kolektif, menjelaskan latar belakang hadirnya BDB tahun ini.

Kali ini Bandung Design Biennale mengangkat tema “Sekitar: Wacana Transformasi Budaya dan Gagasan Desain dalam Solusi Bermasyarakat”, terinspirasi dari air (objek yang dekat dengan manusia dan lekat dengan Bandung). BDB 2023 ingin menggambarkan semangat yang inklusif untuk terus terhubung dengan orang di sekitarnya dan mengisi ruang-ruang baru, khususnya di bidang desain.

Tiga kata kunci utama yang diusung dalam BDB 2023 adalah kepedulian (concern), partisipatif (participatory), dan dampak (impact). Kegiatan yang digelar dua tahun sekali ini hadir sebagai upaya menanggapai pemanfaaatan karakteristik unik bidang desain untuk pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, mempengaruhi individu berinteraksi dengan sekitar, dan meningkatkan kesejahteraan industri kreatif di Kota Bandung.

"Salah satunya adalah bagaimana Bandung autopilot. Jadi ini kan mengkiritisi mulai dengan political aspect dari Kota Bandung tapi bagaimana korelasinya terhadap infrastruktur kota dan kegiatan kota,” lanjut Deddy.

Diskusi, tur desain, lokalkarya, dan pameran adalah ragam agenda yang akan diselenggarakan oleh 44 partisipan di beberapa titik di Bandung Raya sepanjang bulan Oktober. Masing-masing partisipan nantinya akan kembali mengerucutkan tema sekitar menjadi satu dari tujuh subtema yang terdiri dari Urban, Environtment (lingkungan), Experience (pengalaman), Social (sosial), Culture (budaya), Branding, dan Aksesibilitas.

Agenda utama BDB 2023 yang terdekat adalah Design Camp, ruang temu para desainer dan design talk dari sudut pandang hobi dengan konsep berkemah, yang akan digelar pada 7 Oktober 2023 di Taman Pramuka. Lalu kemudian akan ada pula Design Forum, pertemuan dan dialog antara pelaku industri, media, dan akademisi, yang akan digelar pada 21-22 Oktober 2023 di Gastro Central Pullman Bandung.

“Kita sebagai desainer juga berpikir kepada sekitar kita yang terus berjalan, karena perubahan lingkungan kita, lingkungan fisikkah atau lingkungan sosial, itu juga banyak masalah dan desainer adalah sebagai problem solver-nya,” pesan Deddy Wahjudi.

Informasi lengkap tentang kegiatan-kegiatan BDB 2023 dapat didapatkan melalui Instagram @bandungdesignbiennale atau bertanya langsung ke pusat informasi di sl_oo_w Bandung.

Baca Juga: Pergolakan Seni dan Perubahan Sosial: Seni Rakyat dan Identitas Melawan Dominasi
Mengenal Toleransi dan Keberagaman di Griya Seni Popo Iskandar
Kolaborasi Seni Reak dan Pantomim Memperingati Hari Spesies Terancam Punah di Indonesia dan Dunia

Perjalanan BDB dari Tahun ke Tahun

Forum Desain Bandung yang terdiri dari asosiasi di bidang grafis, produk, dan interior saling berjabat tangan dan bersepakat untuk menggelar sebuah program untuk mengimplementasikan potensi kekuatan desain. Program tersebut diberi nama Bandung Design Biennale dan mengusung tema “Connect, Collaborate, Celebrate, Commerce”.

Tanpa disangka, pameran selama seminggu yang digelar secara sederhana, dengan modal patungan ide dan dana, menarik banyak perhatian. Tidak hanya audiens dari Bandung saja yang hadir, bahkan beberapa orang dari daerah lain seperti Jakarta, Yogyakarta, dan Bali datang ke lokasi pameran.

“BDB ini adalah output keresahan banyak pelaku desain. Kita perlu ruang, kita perlu sarana, untuk bisa mengepresikan diri atau pribadi hasil pemikirannya secara umum,” ucap Patricia Dewi, salah satu desainer yang tergabung dalam Yayasan Bandung Desain Kolektif.

Kegiatan yang ramai menjadi beban untuk menghadirkan acara yang lebih bagus di kemudian hari. Dua tahun setelahnya, BDB mulai digarap lebih serius. Desain tidak dilihat sekadar output, tapi juga pola pikir. Cakupan pun diperluas, mulai dari bidang arsitek sampai gastronomi.

Tema yang diangkat adalah “Circle. Kata “circle” dirasa mampu mencerminkan pola interaksi sosial masyarakat Bandung pada khususnya, serta peradaban manusia pada umumnya. DBD 2019 diselenggarakan selama 31 hari di 85 venues dan didatangi sampai 2.000 pengunjung.

“Jadi kadang-kadang kita tuh ga tau ternyata di sekitaran kita tuh ada orang-orang yang punya peran besar loh dalam desain atau keberlangsungan Kota Bandung ini. Ternyata banyak nih local heroes yang kita nggak tau,” lanjut Patricia menjelaskan latar belakang DBD 2019.

Tahun 2021, di tengah hantaman pandemi, BDB tetap terselenggara. Excavate, yang diambil dari istilah geologi yang berarti menggali, dipilih sebagai tema. Harapannya, DBD pada tahun ini dapat “menggali” potensi-potensi dari desain.

Meski sempat dihantui keraguan, nyatanya DBD 2021, yang diadakan secara hybrid, mampu menyita perhatian banyak orang. Dalam rentang waktu 23 hari, lebih dari 13.000 orang berpartisipasi, baik secara daring maupun luring.

*Simak tulisan lain dari Tofan Aditya, atau artikel-artikel menarik lainnya tentang Seni 

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//