Kolaborasi Seni Reak dan Pantomim Memperingati Hari Spesies Terancam Punah di Indonesia dan Dunia
Sekelompok seniman di Bandung mengingatkan pemerintah dan masyarakat untuk menjaga spesies terancam punah. Salah satunya monyet ekor panjang.
Penulis Emi La Palau19 Mei 2023
BandungBergerak.id - Sekelompok pegiat seni menggelar pertunjukkan jalanan di Taman Braga, Bandung, Jumat (19/5/2023) siang, bertepatan dengan Hari Spesies Terancam Punah. Aksi ini sebagai bentuk kampanye terhadap daruratnya kondisi satwa di dunia dan Indonesia.
Dalam aksinya, kelompok pegiat seni tersebut menampilkan pertunjukan seni reak dari kelompok Juarta Putra, aksi pantomim dari seniman Wanggi Hoed dan Onesix Sauyunan. Mereka juga membawa beragam poster tuntutan agar pemerintah segera bertindak atas banyaknya kasus satwa yang dieksplotasi.
Aksi dimulai di Taman Braga pukul 14.35 WIB. Para pegiat seni itu menggunakan baju hitam, wajah mereka diwarnai cat hitam, putih, dan merah. Mereka membawa serta poster tuntutan yang di antarnaya berbunyi:
“Segera tetapkan monyet sebagai satwa dilindungi. Ekspor biomedis, perburuan, perdagangan, pemeliharaan, penyiksaan, topeng monyet”;
“Topeng monyet dilatih dengan disiksa, dirantai, dirusak giginya, dan dilaparkan sampai patuh”;
“Tetapkan monyet sebagai satwa dilindungi. Kekejaman masih terjadi hingga saat ini, dan negara masih saja diam”.
Seniman pantomim Wanggi Hoed mengungkapkan, aksi ini sebagai bentuk peringatan terhadap banyaknya spesies mamalia dan primata yang masuk dalam daftar merah. Banyak spesies yang terancam punah.
Aksi ini merupakan kampanye tahunan setiap bulan Mei sejak 2006 yang diikuti oleh ribuan orang di seluruh dunia, termasuk di Bandung.
Wanggi mengatakan tak hanya di dunia, banyak spesies satwa di Indonesia juga terancam punah, salah satu yang memprihatinkan adalah monyet ekor panjang yang sudah masuk dalam daftar hitam.
Ia berharap segera ada undang-undang (UU) yang jelas terkait dengan perlindungan satwa ini. Karena sampai saat ini UU tersebut belum ada di Indonesia.
“Bagaimana kita melakukan komitmen untuk mengingat, menyebarluaskan kepada khalayak banyak, upayanya menjaga ekosistem spesies, di bumi ini bukan hanya satwa tapi kita yang membuat neraka bagi diri kita sendiri, krisis iklim, panas,” ungkap Wanggi Hoed, ditemui Bandungbergerak.id.
Kondisi satwa di Indonesia dan dunia saat ini bukan lagi pada kondisi genting, namun sudah darurat. Tak hanya perdagangan satwa, tapi satwanya juga kehilangan habitatnya. Hal ini akibat krisis iklim yang terjadi akibat hilangnya hutan.
Kondisi miris ini terjadi pada spesies satwa di darat dan laut, seperti lumba-lumba, paus, dan lainnya yang terancam punah.
“Sudah banyak spesias yang masuk daftar merah harus kita selamatkan bersama,” tandas Wanggi Hoed.
Seni untuk Spesies Terancam Punah
Media kesenian memiliki peranan penting dalam menyampaikan pesan tentang spesies terancam punah kepada masyarakat. Wanggi yakin kebudayaan punya kekuatan untuk menjadi cara lembut untuk bisa diterima oleh masyarakat.
Ketua Kelompok Seni Reak Juarta Putra Anggi Nugraha menambahkan, aksi kesenian tersebut sebagai bentuk mempertahankan kebudayaan yang mulai luntur di kalangan anak muda. Di sisi lain, masyarakat lokal Bandung masih erat dengan kesenian.
“Mengkolaborasikan seni untuk mengingatkan kepada masyarakat luas nilai kerarifan lokal. Salah satunya, bukan hanya spesies tapi budaya kita kesenian lokal yang sudah mulai tergerus,” terang Anggi Nugraha, di lokasi yang sama.
“Sekarang kita sedang krisis alam, sekarang kita sangat merasakan suhu panas dan cuaca yang tidak teratur, mengaca diri sendiri tidak ada lain solusi yang tepat kita menjaga ekosistem alam. Minimal aktif di lingkungan, kebersihan lingkuangan,” tambahnya.
Anggi juga menyinggung kondisi spesies terancam punah, salah satunya monyet. Banyak orang yang tidak bertanggung jawab untuk merawatnya, menjadikan mereka sebagai mata pencaharian, tak jarang mereka mendapat siksaan.
Baca Juga: Spesies Liar, Kampanye Lingkungan di Tengah Maraknya Eksploitasi Hewan Dilindungi di Media Sosial
Usaha Konservasi Reptil Terancam Punah masih Kurang
Bayang-bayang Aparat di Balik Praktik Perdagangan Satwa Dilindungi
Spesies Terancam Punah di Indonesia dan Dunia
Berdasarkan data dari International Union for Conservation of Nature (IUCN), hingga 4 Oktober 2022 di Indonesia terdapat 1.217 spesies satwa yang terancam punah. Jumlah itu setara dengan 2,94 persen dari total hewan terancam punah di dunia (41.338 spesies).
Dari jumlah tersebut, ada 366 spesies ikan di Indonesia yang terancam mengalami kepunahan. Hewan tanpa tulang belakang atau inverbrata yang terancam punah sebanyak 331 spesies. Kemudian, ada 212 spesies hewan mamalia yang juga terancam punah. Burung yang terancam punah tercatat sebanyak 161 spesies.
Ada pula 42 spesies hewan bertubuh lunak atau moluska terancam mengalami kepunahan. Sementara hewan amfibi yang beada di ambang kepunahan tercatat sebanyak 28 spesies. Selain hewan, ada 977 tumbuhan yang terancam punah, termasuk dua spesies jamur yang hampir kehilangan populasinya.
Secara global, IUCN melaporkan satwa yang terancam punah mencapai 16.479 spesies pada 2021. Jumlah tersebut meningkat 6,99 persen dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebanyak 15.403 spesies.
Bila dilihat trennya, jumlah hewan yang terancam punah terus meningkat sejak 2011-2021. Kenaikannya setiap tahun berkisar dari 1,39 persen hingga 8,21 persen. Menurut jenisnya, sebanyak 10.437 spesies yang terancam punah berasal dari golongan vertebrata.
Rinciannya, sebanyak 1.333 mamalia, 1.445 burung, 1.839 reptil, 2.488 amfibi, dan 3.332 ikan. Kemudian, ada 6.042 spesien invertebrata yang terancam punah. Dari jumlah itu, 2.270 serangga, 2.385 moluska, 743 krustasea, 237 koral, 203 laba-laba, 9 cacing beludru, 2 kepiting tapal kuda, dan 150 invertebrata lainnya.