Spesies Liar, Kampanye Lingkungan di Tengah Maraknya Eksploitasi Hewan Dilindungi di Media Sosial
Selama pandemi, ada sekitar lima ribu konten di media sosial yang menampilkan satwa liar di dalamnya. Konten ini tersebar di Instagram, Facebook, Tiktok, Twitter.
Penulis Putra Wahyu Purnomo20 September 2021
BandungBergerak.id - Seekor spesies liar muncul di balik pohon ketika iringan musik mulai menapak naik temponya. Dia memperhatikan kembali tempatnya tinggal, dari balik satu dahan utama. Musik mengalun ritmis merespons hijau, embun juga dahan dan dedaunan. Ketukan handpan mengiringi teriak tonggeret di kejauhan, menambah ritmis suasana.
Adegan tersebut bagian dari video kampanye tim Spesies Liar, sebuah video dokumenter yang mengusung pentingnya kelestarian hidup satwa liar dan habitatnya. Di masa pandemi Covid-19, eksploitasi satwa liar dan dilindungi cenderung marak.
Video art tersebut merupakan karya kolaborasi Wanggi Hoed (seniman Pantomim), Harry 'KOI' Pangabdian M.Y., Daniv Veryana, Faizal Budiman, Fariz Alwan, Bintang Manira (Balaruna), Dicky Nawazaki (Director of Photography &Editor), dan tim produksi lainnya.
"Kita melakukan proses kontemplasi ya di situ, dimulai dari konsep, cerita, terus dari segi pengambilan gambar mau seperti apa, bahkan musik itu pun kita semua dibuat di sana (lokasi)," tutur Dicky Nawazaki dalam acara screening dan diskusi "Spesies Liar" yang digelar di Roemah Sedjati, Punclut, Kabupaten Bandung Barat, Kamis (16/9/2021) lalu.
Video art Spesies Liar ni diambil di kawasan blok Plengan yang berbatasan langsung dengan cagar alam Gunung Tilu, Pangalengan, Kabupaten Bandung. Proses pengambilan gambar dalam video ini sudah melalui izin kepada pihak-pihak terkait dan dibantu oleh kelompok pecinta lingkungan setempat.
Karya kolaborasi tersebut pertama kali ditayangkan secara daring via zoom meeting pada 30 Januari 2021, bertepatan dengan Hari Primata Indonesia. Karya ini dibuat sebagai bentuk penolakan mereka terhadap tindakan perburuan, perdagangan ilegal (daring/luring), kekerasan, pemeliharaan terhadap primata atau sejenisnya.
Kontranarasi di Media Sosial
Kampanye kelestarian satwa dan habitatnya bisa dilakukan dengan banyak cara, salah satunya lewat video art. Terlebih di tengah pagebluk Covid-19, konsep video art Spesies Liar bisa menjadi alternatif dalam menyampaikan gagasan atau kampanye.
"Yang pertama kita mencoba lagi untuk mempertebal kampanye kita, bahwa selama pandemi ini justru semakin masif perdagangan dan perburuan, juga hadirnya satwa-satwa liar di konten-konten media sosial," terang Wanggi Hoed.
Wanggi menyebutkan temuan yang dirilis Asia Primates Coalition's, yakni gabungan beberapa NGO di Asia yang berkoalisi untuk mengambil sampel-sampel di Asia. Dari penelitian tersebut muncul fakta bahwa selama pandemi berlangsung, ada sekitar lima ribu atau lebih konten di media sosial yang menampilkan satwa liar di dalamnya. Konten tersebut tersebar di beberapa platform seperti Instagram, Facebook, Tiktok, Twitter.
"Itu yang pada akhirnya, ketika kita melihat angka itu jadi geram," sambung seniman pantomim tersebut.
Kehadiran satwa liar dalam konten-konten para influencer di Indonesia tidak sedikit. Hal itu semakin disemarakkan praktik jual beli satwa liar di platform digital. Praktik-praktik seperti itulah yang diperangi kelompok pecinta satwa dan lingkungan. Salah satunya lewat video art Spesies Liar yang bertujuan untuk memberikan kontra-narasi terhadap maraknya konten-konten yang sifatnya mengeksploitasi satwa liar di media sosial.
Dicky Nawazaki menjelaskan, karya kolaborasi ini adalah bentuk representasi kondisi satwa liar dan lingkungannya yang semakin hari semakin tergerus oleh ambisi manusia. Diharapkan karya kolaborasi tersebut menjadi sarana edukasi kepada masyarakat yang masih awam mengenai satwa liar dan habitat aslinya.
Dicky menambahkan, konservasi menjadi hal yang penting untuk dilakukan demi menjaga kelangsungan hidup satwa liar. Sebagai contoh, primata yang ditampilkan dalam video art sebagai simbol pentingnya menyelamatkan satwa liar dari generasi ke generasi.
"Tapi anak-anaknya ini nih yang bakal membuat generasi baru. Nah bagaimana kita menyelamatkan para anak primata ini, yang di sisi lain anak-anak primata ini diburu untuk diperjual belikan". Terang Dicky.
Baca Juga: Akar Masalah DAS Citepus Bukanlah Sampah melainkan Tata Ruang
Sidak Penegakan Aturan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Bandung Minim
Dampak Bencana Perubahan Iklim Diperkirakan Lebih Dahsyat dari Pandemi Covid-19
Panggung untuk Kawan-kawan
Acara yang dihelat di Roemah Sedjati ini tidak hanya diisi oleh pemutaran video dan diskusi Spesies Liar. Ada pula beberapa penampilan dari komunitas, seperti Aperock, musisi jalanan asal Bandung yang membawakan beberapa lagu gubahannya sebagai pengantar acara diskusi dan pemutaran video Spesies Liar, lalu pembacaan puisi oleh Mirsi Nira Insani.
Sebelum sajian utama berlangsung, hadirin juga dihibur oleh Fils Official yang membawakan beberapa gubahannya. Selepas diskusi yang hangat, acara malam itu ditutup oleh penampilan kelompok musik Selepas Hujan.
Beberapa penampil menyambut antusias acara yang dilangsungkan di kala PPKM Level 3 tersebut, yang tentu saja menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
"Saya pikir acara seperti ini harus diperbanyak gitu ya, bagaimana untuk mengabarkan pada khalayak umum pentingnya menjaga sebuah ekosistem, entah itu hutannya, entah itu gunungnya, entah itu satwa-satwa liarnya," jelas Opik, salah seorang hadirin.
Diskusi dan pemutaran video art Spesies Liar ini dapat dikatakan sebagai oase di tengah keringnya geliat kesenian di masa pandemi. Pertemuan-pertemuan kecil seperti inilah yang saat ini mungkin dibutuhkan sebagai sarana pelepasan terhadap penatnya situasi akhir-akhir ini.
Pemutaran video art dan diskusi Spesies Liar itu sebagai rangkaian pemutaran yang kesembilan dari rangkaian panjang Spesies Liar. Rencananya, acara serupa akan terus dilaksanakan ke wilayah-wilayah lain sebagai kampanye dan edukasi kepada masyarakat terkait perlindungan lingkungan dan satwa liar.