• Kampus
  • Pasar Malam di Kampus Unpar, Merawat Kesadaran Politik Orang Muda melalui Refleksi Indonesia Gelap

Pasar Malam di Kampus Unpar, Merawat Kesadaran Politik Orang Muda melalui Refleksi Indonesia Gelap

Pasar Malam di kampus Unpar, Bandung akan menampilkan penampilan musik, kabaret, lapakan buku, dan pameran artikel sosial politik Indonesia.

Kegiatan praevent Pasar Malam Kampus Tiga yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Unpar, Bandung, Selasa, 7 Oktober 2025. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak)

Penulis Awla Rajul8 Oktober 2025


BandungBergerak – Pemuda perlu menyadari kondisi politik dan sosial untuk dapat mengubah arah kebijakan serta memperbaiki kualitas demokrasi. Namun, kesadaran tersebut tidaklah cukup. Dibutuhkan aksi nyata baik melalui suara maupun karya. Topik ini menjadi pemantik bagi kesadaran sosial-politik mahasiswa, yang digali melalui kegiatan pra-event Pasar Malam Kampus Tiga (PMKT) XXV, yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP), Universitas Katolik Parahyangan (Unpar), di Selasar PPAG 2, Selasa, 7 Oktober 2025.

Ketua Pelaksana PMKT XXV Omar Syahrizal menerangkan, festival tahunan ini biasanya hanya dilakukan dengan agenda pentas seni. Baru tahun ini, dengan tajuk Arkadia: “Waktu Anak Muda Bersuara”, diselenggarakan pra-kegiatan yang spesifik membahas persoalan sosial-politik Indonesia melalui fenomena Indonesia Gelap.

“Kita bikin dua rangkaian acara, pra dan main-event. Pra-event kita kuatin di wacana sosial politik dengan pameran artikel politik, mengundang lembaga-lembaga, dan segala macam,” kata mahasiswa Hubungan Internasional ini.

Sementara acara utama yang akan diselenggarakan 18 Oktober mendatang akan fokus ke pentas seni, seperti Pasar Malam, penampilan musik, dan kabaret. Omar membeberkan, kabaret yang ditampilkan akan berisi satir kondisi sosial-politik di Indonesia belakangan ini. Sementara kegiatan pra-event berisi pameran artikel sosial politik, serta pemaparan dari lembaga-lembaga yang aktif di isu sosial dan politik.

“Sebagai mahasiswa pasti ingin membuat sesuatu yang berdampak. Membuat festival musik mungkin akan berdampak ke exposure kampus. Tapi dampak atau kontribusi yang kita sumbangkan ke masyarakat mungkin juga gak segede itu. Dengan kita masukin ranah sosial politik di di pra event, diharapkan bisa memberi dampak melalui peningkatan kesadaran masyarakat,” jelasnya.

Omar menerangkan, momen Indonesia Gelap dipilih sebagai bahan refleksi untuk membangkitkan kesadaran lantaran merupakan titik balik. Menurutnya, momen Indonesia Gelap yang ramai diperbincangkan di awal tahun karena Efisiensi Anggaran yang diambil Presiden Prabowo telah membangkitkan semangat orang muda untuk bersuara, turun ke jalan, hingga demonstrasi.

“Memang tugas kita untuk tetap bersuara, ngasih kontribusi ke masyarakat dan memberikan dampak terhadap masyarakat, melalui cara apa pun yang kita lakukan. Indonesia Gelap sendiri sebenarnya kita di sini enggak terlalu fokus ke isu-isunya, tapi kita fokus ke peranan yang bisa dilakukan oleh generasi mudanya, oleh mahasiswa. Peran mereka apa? Apa saja yang bisa mereka berikan dalam kondisi seperti ini,” tegasnya.

Lembaga-lembaga yang melakukan pameran artikel politik di antaranya adalah Perpustakaan Bunga di Tembok, Peace Generation, Lawang Buku, Diskurasi, dan himpunan-himpunan mahasiswa di FISIP Unpar. Selain berpameran, masing-masing perwakilan lembaga juga bersuara terkait kondisi sosial politik, khususnya atas refleksi momen Indonesia Gelap dan peran yang bisa diambil oleh orang muda.

Baca Juga: Mengeja Semangat Zaman dan Upaya Membangun Gerakan Politik Alternatif
Recall, Mengembalikan Kedaulatan Rakyat dari Partai Politik

Diskusi di praevent Pasar Malam Kampus Tiga yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Unpar, Bandung, Selasa, 7 Oktober 2025. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak)
Diskusi di praevent Pasar Malam Kampus Tiga yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Unpar, Bandung, Selasa, 7 Oktober 2025. (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak)

Menghadapi Persoalan Bersama

Salah satu lembaga pameris adalah Diskurasi, sebuah media platform yang khusus membahas isu sosial politik untuk anak muda. Diskurasi dibentuk pada 2024 atas keresahan kondisi sosial dan politik. Sekaligus menjadi wadah untuk menulis.

Pemimpin Redaksi Diskurasi Laksmitha menerangkan, momen Indonesia Gelap bukanlah fenomena yang hadir dari ruang kosong. Kebijakan Efisiensi Anggaran yang diambil Prabowo telah mengorbankan aspek pendidikan dan kesehatan masyarakat. Akumulasi persoalan ini mendorong masyarakat untuk bersuara.

“Indonesia Gelap muncul bukan out of nowhere. Itu akumulasi keresahan dan memuncak dengan demonstrasi. Kami mendorong anak muda untuk berbicara mengenai persoalan sosial dan politik. Ketika ada persoalan kita bukan tutup mata, tapi harus nyalain lilin,” ungkapnya saat sesi diskusi.

Laksmitha melihat, belakangan masih ada muda yang menilai persoalan politik tidak ada berpengaruh banyak pada kehidupan. Padahal jika ditelisik lebih jauh, politik menyumbang banyak hal-hal sederhana dalam hidup. Ia menegaskan, orang muda perlu melihat persoalan yang tengah dihadapi sebagai masalah bersama. “We are in this together,” katanya.

Perempuan ini berpendapat, ketika masyarakat takut dengan kondisi sosial, merupakan sebuah tanda sudah ada kesadaran politik-sosial dari anak muda. Namun yang perlu didorong lebih jauh adalah bagaimana rasa takut itu diolah menjadi tindakan yang membangun, alih-alih membungkam.

“Kalau sudah takut dan tidak buat apa-apa itu juga jadi masalah. Jadi jangan membungkam diri sendiri. Jadi bisa dimulai dengan ikut kawan-kawan yang bersuara. Bisa dimulai dengan jangan takut dan tidak membungkam diri sih kalau menurutku,” ungkapnya.

Perwakilan Peace Generation, Ferdi menyampaikan hal senada. Orang muda memang harus melek dengan proses dan kondisi politik. Dalam kehidupan berdemokrasi, masyarakat perlu menciptakan kondisi “this is us” ketika menghadapi persoalan. Bukan “we vs them”.

Dari persoalan-persoalan sederhana, misalnya, masyarakat perlu menghadapi persoalan dengan kedamaian, bersama-sama. Melihat persoalan sebagai masalah bersama, lalu menyelesaikannya bersama. Ini perlu dilakukan setiap hari, sejak tataran akar rumput masyarakat. Sayangnya, persoalan-persoalan besar yang melibatkan sistem menaruh masyarakat dalam keadaan melawan kelompok lain, we vs them. Misalnya, persoalan demonstrasi masyarakat yang dihadapkan dengan tak adanya reformasi kepolisian.

“Nah itu dimunculkan dengan kondisi tadi, we vs them. Ini perlu perbaikan struktural memang,” tegasnya.

Ferdi menyebut, orang muda memang perlu menentukan peran dan bagaimana harapan dari proses dan kondisi politik ideal yang ingin diwujudkan. Sebab, setiap pihak punya peran yang unik dan berbeda-beda. Ruang-ruang ini yang perlu dirumuskan bersama-sama dan diwujudkan. 

“Pemuda itu adalah kalangan yang punya semangat paling ideal. Beda dengan kalangan lain yang sudah melihat realitas, sehingga dia akan berkompromi. Nah perlu memberikan ruang. Tidak ada perdamaian tanpa keadilan,” terang Ferdi.

***

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//