• Berita
  • Tjap Sahabat, Ruang Seni Baru di Pecinan Bandung

Tjap Sahabat, Ruang Seni Baru di Pecinan Bandung

Galeri seni Tjap Sahabat menambah ruang-ruang seni di Kota Bandung. Lahir dari inisiasi mandiri di tengah keterbatasan infrastruktur seni.

Pameran Antara Kota Halo-Halo Bandung, 18 September - 6 Oktober 2025, menghadirkan seniman dari Bandung, Yogyakarta, dan Kuala Lumpur di Tjap Sahabat, Cibadak, Bandung. (Foto: Fitri Amanda/BandungBergerak)

Penulis Fitri Amanda 9 Oktober 2025


BandungBergerak - Di kawasan Pecinan Cibadak, di antara ruko-ruko tua yang menyimpan jejak masa lalu, berdiri bangunan bekas pabrik sabun yang kini punya kehidupan baru. Sejak 2024, bangunan ini menjadi rumah bagi Tjap Sahabat: ruang temu antara seni, sejarah, dan kehidupan sehari-hari.

Salah satu pengelola Tjap Sahabat, Mei, mengatakan galeri ini tumbuh dari inisiatif sederhana yang kemudian berkembang menjadi semangat kolaboratif. Ia menceritakan bahwa ide ini lahir dari seorang teman yang memiliki ketertarikan di dunia seni, meskipun ia bukan berasal dari latar belakang seni.

Mei kemudian mengajak beberapa temannya untuk bersama-sama membangun sebuah galeri yang juga dilengkapi kafe kecil di dalamnya. Menariknya, Tjap Sahabat tidak berdiri di kawasan seni yang sudah dikenal di Bandung, seperti wilayah utara, melainkan justru hadir di bagian barat kota.

“Jadi memang kami rasa sebenarnya si space-space atau tempat-tempat baru yang tidak terlalu terpusat di daerah utara itu sangat penting gitu,” ucap Mei.

Secara konsep, Tjap Sahabat dirancang sebagai titik temu antara masa lalu, kini, dan yang akan datang. Ia berusaha menjadi ruang untuk merawat, membaca ulang, dan menafsirkan kembali apa yang telah ada, baik secara personal, kolektif, maupun spasial yang diharapkan dapat menjadi wadah untuk menumbuhkan bentuk-bentuk ekspresi dan interaksi baru di tengah masyarakat.

Tjap Sahabat diharapkan tidak hanya menjadi ruang dalam penampilan seni dan budaya, tetapi juga dapat memberikan kontribusi bagi lingkungan di sekitar. Masyarakat sekitar juga diharapkan bisa menikmati dan mengapresiasi seni.

Terdapat tiga ruang utama aktif yang digunakan untuk aktivasi kegiatan seni dan budaya di Tjap Sahabat. Di lantai dua terdapat ruang bernama Loka Seni dengan luas 45 meter persegi, kemudian di lantai satu ruang Loka Temu yang terdapat kafe dan berfungsi sebagai ruang perjumpaan. Sementara Loka Imajinasi yang terdapat di sebelah gedung Tjap Sahabat merupakan ruang serbaguna seluas 228 meter persegi yang berfungsi sebagai ruang untuk pertunjukan dan kegiatan kolaboratif lainnya.

Selain aktivasi ruang, Tjap Sahabat memiliki empat pilar program lainnya yaitu keterlibatan masyarakat, ekonomi kreatif, lestari memori dan cagar budaya, pembelajaran dan percakapan. Seluruh pilar program dilakukan dengan prinsip kolaborasi lintas disiplin yang berharap seni bukan hanya menjadi tontonan tetapi juga menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. 

Pameran “Antara Kota Vol.3: Halo-Halo Bandung”

Tjap Sahabat sempat menjadi tuan rumah pameran “Antara Kota Vol.3: Halo-Halo Bandung”, 18 September - 6 Oktober 2025. Pameran ini mempertemukan 25 seniman dari Bandung, Yogyakarta, dan Kuala Lumpur.

Kesempatan ini bermula dari pertemuan Antar Kota di Yogyakarta. Hubungan baik yang terjalin membuat mereka sepakat menjadikan Bandung sebagai kota berikutnya.

Pameran Antara Kota menjadi ruang pertemuan lintas kota dan disiplin, tempat di mana gagasan dan pengalaman saling bersinggungan dengan semangat silih asah, silih asih, dan silih asuh, prinsip yang menumbuhkan semangat gotong royong. Di Bandung, pameran ini dikembangkan melalui falsafah Sunda tentang keselarasan antara niat, ucapan, dan tindakan (tekad, ucap, lampah)

Dalam prosesnya, kurator dan seniman Bandung melakukan tiga kali sesi diskusi untuk merumuskan karya. Dari pertemuan tersebut, lahir karya-karya baru yang berangkat dari pengalaman masing-masing seniman yang berbicara tentang kota dan pengalaman hidup urban.

Pameran ini menampilkan karya dari dua dan tiga dimensi dengan beragam bentuk instalasi, untuk karya-karya dari seniman Bandung banyak dari mereka yang merespons ruang galeri Tjap Sahabat, sementara seniman luar menampilkan karya-karya yang sudah dibawakan sebelumnya.

“Teman-teman Bandung merasa tempatnya hangat dan menarik, jadi banyak yang ingin merespons ruang,” kata Mei.

Antara Kota mencoba melihat kota sebagai sebuah “susunan yang belum selesai”, yaitu ruang yang akan terus berubah dan akan terus terbentuk dari hubungan manusia sehingga kota kemudian dipahami sebagai ruang hidup yang berlapis-lapis.

Pameran ini menghadirkan David Bakti, Prilla Tania dan Adjo Akasia, Mufti Widi, Diandra Lamees, Taos, dan Intan Maresta Prasiwi dari Bandung. Kemudian Apip, Dimas Galih Oktavian, Pangestumu, Rosa Guerinoni, Rochmat Basuki, Rudi Hermawan, Septian Aulia Nurrohman, Umi Luthfiyyah, Selene Adinda, Rolly LoveHateLove, dan Survive Garage dari Yogyakarta. Serta Akid, Dhavinder Singh, Gilang Propagila, Ishahan Anuar, Poodien, Sanan Anuar, Chan, dan Kaito Sakuma dari Kuala Lumpur.

Setelah pameran berakhir, aktivitas di Tjap Sahabat berlanjut dengan program Bandung Photography Triennale (BPT) 2025 dan pameran dari mahasiswa-mahasiswa di kampus Bandung. Melalui aktivasi ruang ini, Mei menyatakan bahwa Tjap Sahabat berupaya untuk memfasilitasi teman-teman yang memiliki kebutuhan untuk memamerkan karya mereka, khususnya untuk mahasiswa yang ingin berkegiatan di luar lingkungan kampus.

Baca Juga: Galeri Grey dan Bangunan Cagar Budaya Pelantang Seni
Menggugat Redup Geliat Seni di Kota Bandung

Pameran Antara Kota Halo-Halo Bandung, 18 September - 6 Oktober 2025, menghadirkan seniman dari Bandung, Yogyakarta, dan Kuala Lumpur di Tjap Sahabat, Cibadak, Bandung. (Foto: Fitri Amanda/BandungBergerak)
Pameran Antara Kota Halo-Halo Bandung, 18 September - 6 Oktober 2025, menghadirkan seniman dari Bandung, Yogyakarta, dan Kuala Lumpur di Tjap Sahabat, Cibadak, Bandung. (Foto: Fitri Amanda/BandungBergerak)

Pertumbuhan Galeri Seni Rupa di Bandung

Pada dekade 1990-an hingga awal 2000, Kota Bandung mulai menunjukkan geliat baru dalam perkembangan seni rupa. Di tengah minimnya dukungan infrastruktur seni dari pemerintah, para seniman justru mengambil peran aktif dengan mendirikan galeri secara mandiri. Inisiatif ini lahir sebagai respons atas kebutuhan ruang pamer dan apresiasi seni yang sulit diakses sebelumnya. 

Penelitian tentang pertumbuhan galeri seni di Bandung antara lain dilakukan Fadia Nurul Hana (Skripsi UPI berjudul: Peranan Galeri Seni Rupa dalam Upaya Mengembangkan Kreativitas Seniman di Kota Bandung (1990–2000) — 2016). Menurut Hana, kemunculan galeri-galeri tersebut menjadi titik tolak penting, karena tidak hanya memberikan wadah bagi para seniman untuk menampilkan karya, tetapi juga mempertemukan seni rupa dengan masyarakat luas. Galeri menjadi ruang dialog antara seniman, kolektor, institusi, dan publik. Dalam konteks inilah galeri berperan sebagai penggerak ekosistem seni dan turut memperkenalkan seni modern di Bandung dan Indonesia.

Pertumbuhan ruang-ruang seni rupa di Bandung juga dipengaruhi oleh transformasi sosial, ekonomi, dan budaya pasca-1990-an. Fenomena ini ditandai dengan lahirnya galeri yang didirikan oleh seniman senior Bandung yang telah mapan secara karier maupun finansial. Mereka tidak hanya membangun galeri untuk berkarya, tetapi juga sebagai bentuk patronase dan kontribusi terhadap perkembangan seni rupa nasional. 

Lima galeri penting yang menjadi penanda pertumbuhan tersebut adalah:

Museum Barli (1992). Didirikan oleh Barli Sasmitawinata, galeri ini menjadi salah satu yang paling awal dan sekaligus museum pribadi. Terletak di Jalan Prof. Ir. Sutami, museum ini menjadi ruang edukasi dan pamer karya sepanjang hidup Barli.

Selasar Seni Sunaryo (1998). Didirikan oleh Sunaryo di kawasan Dago Pakar, galeri ini menandai pembukaan ruang seni kontemporer yang aktif menyelenggarakan pameran, diskusi, dan program edukasi. 

Studio Jeihan (1998). Berdiri di Jalan Padasuka, studio ini memamerkan karya-karya Jeihan Sukmantoro sekaligus menjadi ruang produksi dan presentasi yang terbuka bagi publik.

Griya Seni Popo Iskandar (1999–2000). Berlokasi di Jalan Dr. Setiabudi, galeri ini tidak hanya menampilkan karya sang pelukis, tetapi juga dilengkapi fasilitas pendukung seperti perpustakaan, toko seni, dan ruang aktivitas seni lainnya. 

NuArt Sculpture Park (2000). Didirikan oleh Nyoman Nuarta di atas lahan seluas tiga hektar, taman seni ini difokuskan pada karya patung dan menjadi landmark seni rupa di Bandung bagian utara.

Hana menyatakan, kehadiran kelima galeri ini menjadi tonggak penting bagi seni rupa Bandung. Mereka tidak hanya menjadi ruang pamer, tapi juga institusi budaya yang menyimpan jejak sejarah, edukasi seni, dan ekspresi kreatif yang hidup. 

"Galeri-galeri seni ini merupakan solusi atas kekurangannya tempat atau sarana bertemunya antara karya seniman dan masyarakat, mulai didirikan secara pribadi/swasta maupun dari kelompokkelompok perkumpulan seniman seni rupa di Kota Bandung," tulis Hana.

***

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//