• Berita
  • Menggugat Redup Geliat Seni di Kota Bandung

Menggugat Redup Geliat Seni di Kota Bandung

Geliat seni rupa di Bandung redup akibat pandemi, selain masalah kronis keterbatasan infrastruktur seni. Para seniman menggugatnya lewat karya dan diskusi.

Seorang seniman sedang melukis sketsa di Galeri Hegarmanah, Gang Cikapundung Nomor 34, Bandung, Selasa (15/3/2022). (Foto: Reza Khoerul Iman)

Penulis Reza Khoerul Iman16 Maret 2022


BandungBergerak.id – Geliat seni rupa di Bandung, yang memiliki sejarah teramat panjang, sedang meredup. Selain pukulan pandemi Covid-19 dalam dua tahun belakangan, masalah klasik minimnya infrastruktur pendukung seni disebut sebagai akar masalah. Para seniman menggugatnya dengan tekun menggelar aktivitas-aktivitas seni di lingkungan masing-masing: berkarya, berpameran, dan berdiskusi.

Sejak awal kemerdekaan, Bandung telah melahirkan banyak seniman rupa. Beberapa nama yang bisa disebut di antaranya Barli Sasmitawinata, Popo Iskandar, Sunaryo, Jeihan, Tisna Sanjaya, dan masih banyak yang lain. Gedung Pusat Kebudayaan (GPK) di Jalan Naripan menjadi salah satu saksi bisu geliat kegiatan seni rupa di Kota Bandung.

Para pegiat Komunitas Lukis Hegarmanah dan Institut Drawing Bandung (IDB) merasakan kelesuan itu. Apalagi di saat pandemi Covid-19 melanda Kota Bandung, kegiatan mereka sangat terbatas.

“Bandung ini banyak seniman, tapi kegiatan besarnya hampir gak ada. Makanya harapannya kegiatan kecil-kecilan seperti ini dapat seperti bola es yang semakin menggelinding semakin besar,” ungkap Toni Masdiono dalam diskusi yang menjadi bagian dari rangakaian pameran lukisan bertajuk Rupa Rupi Eksplorasi yang digelar oleh Komunitas Lukis Hegarmanah di Galeri Hegarmanah, Gang Cikapundung Nomor 34, Bandung, Selasa (15/3/2022).

Menurut Toni, selain akibat pandemi Covid-19, fasilitas seni yang masih sangat minim juga menjadi faktor yang berpengaruh terhadap lesunya kegiatan seni di Bandung. Ia menyayangkan tidak adanya fasilitas seni seperti galeri yang disediakan oleh pemerintah. Gedung Pusat Kebudayaan, yang memiliki sejarah panjang, baru belakangan ini kembali aktif.

Menanggapi permasalahan ini, para seniman menggulirkan berbagai program bertaraf lokal dan nasional, seperti Indonesia Menggambar. Menurut Toni, munculnya beberapa komunitas seni telah menjadi bukti bahwa sampai saat ini mereka selalu berupaya.

Yus Arwa Dinata, salah seorang pendiri Institut Drawing Bandung (IDB), mengungkapkan, meski geliat seni meredup, bukan berarti semuanya vakum berkegiatan seni rupa. Serangkaian kegiatan terkait seni rupa kerap mereka lakukan secara daring. Selain itu, mereka juga melakukan kegiatan sosial untuk membantu para seniman terdampak Covid-19 dengan melakukan pameran daring. Hasil donasi yang terkumpul pada pameran tersebut diserahkan kepada seniman terdampak.

Yus dan Toni dan para seniman lain berharap, dengan munculnya kembali kegiatan seni dan maraknya kembali diskusi seperti pada sore tersebut dapat menjadi titik awal kebangkitan seni rupa di Kota Bandung setelah sebelumnya terhalang oleh pandemi.

Baca Juga: Pameran Lukisan Tisna Sanjaya di antara Timbunan Limbah Plastik
Perspektif Lintasdisiplin dalam Pameran Perdana Mahasiswa Integrated Arts Unpar
Pameran Foto Permakaman Korban Perang di Ereveld Pandu

Pameran 30 Lukisan

Pameran lukisan Rupa Rupi Eksplorasi yang digelar oleh Komunitas Lukis Hegarmanah menampilkan 30 lukisan dari 17 perupa. Pameran tersebut telah digelar senjak 22 Februari 2022 dan akan berakhir pada 22 Maret 2022 mendatang.

Toni Masdiono, kurator pameran, menyatakan bahwa semua lukisan yang dipamerkan diarahkan untuk lebih eksploratif. Hal tersebut bertujuan agar karya setiap perupa menjadi lebih kreatif.

“Kata kunci eksplorasi adalah jujur dan bebas jujur dalam berkarya. Tanpa dibebani oleh tren, mengalir seperti air, ke mana pun tangan dan otak ingin bergerak, membebaskan diri dari kaidah - kaidah umum. Pendeknya, membiarkan jiwa yang menuntun tangan dan otak untuk berkarya,” katanya.

Dalam melukis, tidak jarang para perupa dihadapkan pada perasaan bosan dengan teknik yang monoton, jenuh dalam berkarya, dan letih dalam berpikir. Menurut Toni, eksplorasi menjadi kunci untuk membebaskan para perupa dari bayang-bayang kata bosan, jenuh, dan letih.

Eksplorasi dilakukan oleh salah seorang pameris, Setiyono Wibowo (60) dalam dua lukisannya yang turut dipamerkan. Satu lukisan harimau dan satu lukisan figurnya.

“Pada lukisan harimau, saya berusaha untuk lebih ekspresif dari pada sebelumnya. Sementara lukisan yang figur sebenarnya itu lukisan lama, namun karena mewakili tema eksplorasi akhirnya lukisan saya lolos untuk dipamerkan,” ungkapnya.

Toni berharap pameran ini dapat menjadi semacam bola es yang menggelinding. Awalnya kecil, tapi apabila terus menggelinding ia akan menjadi besar. Begitu pula dengan kegiatan pamerannya. Meskipun berawal kecil-kecilan, namun jika dilakukan secara bertahap dan konsisten, suatu saat pasti akan menjadi acara yang besar. 

Editor: Tri Joko Her Riadi

COMMENTS

//