Warga Bersolidaritas di Cihampelas, Menuntut Pembebasan Ve yang Diyakini Keluarga Sebagai Korban Salah Tangkap oleh Polisi dalam Demonstrasi Akhir Agustus
Keluarga menuntut pembebasan Ve, pria asal Cihampelas yang diyakini keluarga sebagai korban salah tangkap oleh polisi.
Penulis Tim Redaksi11 Oktober 2025
BandungBergerak.id - Sudah hampir satu bulan Ve dipenjara. Lelaki yang sehari-hari bekerja sebagai antar jemput galon isi ulang itu diyakini oleh keluarga sebagai korban salah tangkap oleh polisi dalam gelombang demonstrasi akhir Agustus 2025 lalu di Kota Bandung. Keluarga, teman, dan warga Cihampelas terus berupaya mencari keadilan, di antaranya dengan turun ke jalan.
Keluarga dan massa solidaritas melakukan aksi di tengah situasi sibuk lalu lintas di depan STBA Yapari-Aba, Jalan Cihampelas, Kota Bandung, Jumat, 10 Oktober 2025. Massa mengusung poster-poster tuntutan dan foto Ei yang bertuliskan “Saya korban penyiksaan”, “Orang tua mana yang rela anaknya disiksa & dipenjara,” dan “Bebaskan Very, bebaskan 42 kawan kami”.
Diketahui, Ve yang akrab disapa Ei merupakan pemuda asal Cihampelas yang diduga menjadi korban salah tangkap ketika aparat kepolisian tengah menyisir massa aksi demonstrasi di sekitar Gedung DPRD Jabar dan Lapangan Gasibu, Kota Bandung, 30 Agustus 2025 lalu. Kini Ve ditahan di Polda Jabar.
Masa aksi solidaritas yang di dalamnya terdapat ikatan remaja masjid Cihampelas melantunkan salawat asygil: “Allahumma shalli 'alaa sayyidina Muhammadin, Wa asyghilizh zholimin bizh zholimin” yang berarti mendoakan agar orang-orang zalim disibukkan dengan sesama diri mereka sendiri.
Mereka menyampaikan orasi, termasuk kedua orang tua Ve, Tatang dan Iyen yang membacakan tuntutan pembebasan tanpa syarat untuk anaknya. Orang tua Ve mengeluhkan masih kesulitan menemui anaknya
Orang tua Ve telah melakukan berbagai upaya untuk memperjuangkan nasib anaknya, termasuk melapor ke Ombudsman Jabar terkait dugaan maladministrasi saat penangkapan. Keluarga merasa terdapat sejumlah kejanggalan, mulai dari ketidakjelasan surat perintah penangkapan, perbedaan tanggal penangkapan yang tercantum dalam berita resmi polisi, dan lain-lain.
Menurut Tatang, pada hari penangkapan anaknya hendak nongkrong di kawasan Dipatiukur bersama kawan-kawannya, bukan untuk mengikuti demonstrasi.
“Ei datang ke Dipatiukur hari Sabtu malam (30 Agustus 2025). Tapi kenapa dalam berita penangkapan disebutkan hari Jumat, padahal Jumat itu dia masih di rumah, masih bekerja,” ujar Tatang.
Tatang telah mendapatkan keterangan dari pihak kepolisian bahwa Ei dimasukkan ke tahanan hari Sabtu, 30 Agustus 2025. Namun, pihak keluarga tetap ragu mengingat ada perbedaan kronologi dengan fakta yang mereka yakini.
Kabar terbaru, Tatang mengatakan, kondisi Ei sudah tampak lebih baik daripada sebelumnya. Percakapan dengan anaknya masih dilakukan melalui lubang kecil di kaca ruang tahanan.
“Ei sudah terlihat tegar dan tidak apa-apa. Tapi saat diajak ngobrol, dia tampak berhati-hati. Seperti takut ada yang mengawasi,” katanya.
Sebelumnya, pihak keluarga mengetahui Ve ditangkap Minggu siang, 31 Agustus 2025. Keluarga kemudian mendatangi Polda Jabar pada 2 September 2025. Waktu itu Iyen, ibunda Ei, melihat wajah anaknya lebam, kedua bola matanya merah, dan anaknya berbicara bisik-bisik seperti ketakutan.
Pihak keluarga telah menyerahkan surat bahwa Ve tidak bersalah. Pihak keluarga juga berkali-kali menanyakan perkembangan penahanan Ve, tapi tidak membuahkan jawaban pasti. Keluarga terus berharap Ve dibebaskan tanpa syarat karena yakin anaknya korban salah tangkap.
Baca Juga: Keterangan Keluarga, Teman, dan Tetangga Bahwa Ve Korban Salah Tangkap oleh Polisi
Keluarga Korban Salah Tangkap Saat Aksi Demonstrasi Melapor ke Ombudsman Jawa Barat, Berharap Anak Mereka Dibebaskan Polisi
Mendesak Pembebasan Ve
Ve dan keluarganya mendapat bantuan hukum dari Tim Advokasi Bandung Melawan. Keluarga juga didukung tetangga dan rekan-rekan Ve serta pengurus RT dan RW. Mereka rutin melakukan pertemuan dan musyawarah di kawasan Cihampelas untuk membahas perkembangan Ve.
Tim Advokasi Bandung Melawan menegaskan bahwa musyawarah tersebut bagian hak warga negara yang dijamin konstitusi. Warga negara dijamin mendapatkan perlindungan dari perlakuan tidak manusiawi, sesuai Pasal 18 dan Pasal 33 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) serta Pasal 28G UUD 1945.
Deti Sopandi, dari Tim Advokasi Bandung Melawan, membeberkan berbagai upaya yang ditempuh keluarga Ve untuk keadilan. Saat ini pelaporan ke Ombudsman RI Perwakilan Jabar sedang tahap investigasi. Pihak keluarga telah dihubungi Ombudsman untuk pertemuan lanjutan.
Selain itu, pelaporan terhadap Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan Kompolnas telah dilakukan.
“Kami juga meminta Kompolnas bertanggung jawab bila benar ada tindakan penyiksaan oleh pihak Polda Jawa Barat. Kompolnas harus bertindak tegas terhadap institusi kepolisian bila pelanggaran itu terbukti,” terang Deti kepada wartawan.
Ia menjelaskan, dalam perkembangan kasus ini tim advokasi sudah mendatangi beberapa kali ke Polda Jabar mulai dari 30 September, 2 Oktober, dan 7 Oktober.
“Namun akses itu dipersulit dan dihalang-halangi tanpa alasan yang jelas. Alasannya harus izin atasan, tapi saat kami tanya siapa atasannya, tidak dijawab. Kami sudah mengirim surat, tapi sampai sekarang belum ada tanggapan,” jelas Deti.
Ia juga menyoroti mengenai tidak adanya transparansi sama sekali dalam kasus Ei.
Sementara itu, Polda Jawa Barat telah menyampaikan pernyataan resmi terkait proses hukum terhadap Ve, yang ditangkap dengan dugaan terlibat kerusuhan aksi demo di Gedung DPRD Jabar pada akhir Agustus lalu.
Kabid Humas Polda Jabar Hendra Rochmawan mengatakan, Ve ditangkap pada Sabtu, 30 Agustus 2025, berdasarkan laporan polisi model A nomor: LP/A/10/VIII/SPKT/Ditreskrimum/Polda Jabar.
Hendra mengungkapkan, berdasarkan hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa Ve turut dan dalam aksi unjuk rasa dan melakukan pelemparan kepada petugas pengamanan di Gedung DPRD Jabar, pos penjagaan, dan kendaraan dinas Polri.
“Dari hasil pemeriksaan awal ditemukan adanya peristiwa tindak pidana (yang dilakukan Ve). Sehingga pada 31 Agustus 2025 penyidik pun lakukan gelar perkara,” kata Hendra, dalam keterangan resmi, Jumat, 3 Oktober 2025.
Ia menambahkan, penyidik menetapkan sebagai tersangka bersama beberapa orang lainnya pada 1 September 2025. Penetapan ini didasarkan pada pemeriksaan sejumlah saksi yang melihat Ve dan peserta aksi lainnya melakukan pelemparan.
Polisi juga mengamankan batu trotoar yang digunakan tersangka saat aksi unjuk rasa, serta hasil visum dari korban yang terkena lemparan batu. Kepada penyidik, tersangka mengakui telah berteriak dengan umpatan kepada aparat pengamanan sambil melemparkan batu ke arah petugas yang berjaga.
Dalam keterangan resmi sebelumnya, Polda Jabar telah membantah tuduhan adanya praktik penyiksaan terhadap para tahanan yang ditangkap dalam aksi demonstrasi 29 Agustus hingga 1 September 2025 di Kota Bandung.
Hendra menegaskan bahwa tuduhan tersebut tidak benar. Menurutnya, seluruh proses penanganan terhadap para tersangka dilakukan sesuai prosedur standar operasional (SOP) kepolisian, termasuk dalam hal pemberian akses bantuan hukum.
“Apa yang disampaikan oleh tim advokasi Bandung itu tidak benar. Jadi ketika mereka ditahan di kepolisian, sejak pemeriksaan awal sudah kami berikan akses untuk pendamping hukum mereka. Selama pemeriksaan pun kami perlakukan mereka secara baik dan sesuai SOP,” ujar Hendra.
Ia juga menepis isu adanya penganiayaan, kekerasan atau penyiksaan kepada para tahanan.
“Yang dikatakan mereka selama ditahan di kepolisian ada penganiayaan, itu tidak ada. Kami yakinkan hal itu bisa langsung dikonfirmasi kepada pengacara-pengacara mereka,” tegasnya.
***
*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB