Sistem Pekarangan dan Mitigasi Perubahan Iklim
Sistem pekarangan rumah penduduk di pedesaan Tatar Sunda merupakan wujud adaptasi budaya penduduk dengan lingkungannya. Adaptif terhadap perubahan iklim.

Johan Iskandar
Dosen, peneliti lingkungan, serta pegiat Birdwatching di Universitas Padjadjaran (Unpad). Penulis bukuKisah Birdwatching, ITB Press (2025)
15 Oktober 2025
BandungBergerak.id – Sistem pekarangan adalah salah satu tipe agroforestri tradisional di perdesaan Tatar Sunda. Sistem pertanian tersebut biasa dikelola oleh penduduk perdesaan dengan berlandaskan pada pengetahuan lokal atau pengetahuan ekologi tradisional (Traditional Ecological Knowledge-TEK) dan berkelindan dengan tradisi lokal, hasil pewarisan dari satu generasi pada generasi lainnya.
Ditilik dari sejarah ekologi atau sejarah lingkungan, pekarangan perdesaan berkembang dari sistem pertanian paling dini, dari hasil evolusi sistem huma. Secara tradisi, di lahan huma perdesaan biasa dibangun suatu dangau (saung), untuk istirahat orang yang bekerja di huma. Bahkan di masa lalu, ketika pemilik huma sibuk bekerja di huma, mereka biasa pula tinggal sementara di saung huma, dengan meninggalkan rumahnya di kampung. Mereka biasa menggarap blok huma dengan pindah-pindah tempat di kawasan hutan.
Pada setiap blok huma senantiasa dibangun saung huma. Mereka bertani berotasi, senantiasa berpindah-pindah blok huma. Mengingat praktik ngahuma penduduk menerapkan sistem usaha tani organik, pupuknya dari ranting-ranting dan daun-daun vegetasi yang jatuh ke tanah dan membusuk jadi unsur hara, serta menghindari banyak asupan-asupan (inputs), berupa pupuk anorganik dan pestisida dari luar/pasar. Maka, usai panen padi, lahan bekas huma dibiarkan/diistirahatkan guna memulihkan kesuburannya dan terus berevolusi membentuk hutan sekunder muda (reuma ngora). Ketika, reuma dibiarkan lebih dari 3 tahun, bersuksesi membentuk hutan sekunder tua (reuma kolot). Kesuburan tanah di reuma kolot biasanya telah pulih kembali, dan dapat digarap dijadikan huma kembali.
Sistem huma dan reuma, merupakan satu kesatuan dari sistem pengelolaan huma, yakni tanam padi gogo dan anekaragam tanaman lainnya di lahan hutan atau lahan kering. Pada sistem huma, selain ditanami padi juga biasa dicampur dengan ditanami anekaragam tanaman semusim dan tahunan sehingga struktur vegetasinya kompleks seperti hutan alami, tetapi juga memberikan fungsi sosial ekonomi dan budaya pada masyarakat perdesaan. Oleh karena itu, sistem huma dapat dikategorikan pula sebagai salah satu tipe agroforestri tradisional di perdesaan Tatar Sunda.
Pengaruh dari jumlah penduduk yang kian padat dan kawasan hutan makin sempit, bahkan hilang sama sekali, maka dari kampung-kampung kecil (babakan) sisa-sisa kegiatan ngahuma, membentuk kampung besar (lembur). Penduduk memungut anekaragam hasil tanaman, tidak lagi mengandalkan hasil dari sistem huma berotasi, tetapi menaman anekaragam jenis tanaman di sekitar rumahnya yang membentuk sistem pekarangan. Dengan kata lain, bahwa pekarangan adalah merupakan suatu lahan yang ada rumah di atasnya dan di sekitar rumah tersebut biasa ditanami oleh campuran berbagai jenis tanaman semusim dan tahunan dengan berbagai ketinggian, sehingga membentuk tajuk vegetasi secara berlapis-lapis menyerupai susunan tajuk hutan alami. Oleh karena itu, seperti halnya sistem huma, sistem pekarangan juga dapat dikategorikan sebagai sistem agroforestri tradisional.
Pada sistem agroforestri pekarangan, selain ditanami anekaragam tanaman semusim dan tanaman tahunan berupa tanaman kayu, buah-buahan, serta tanaman semusim; juga biasa dikombinasikan dengan pemeliharaan ternak, seperti ayam, domba atau kambing. Ayam-ayam pada siang hari biasa dilepasliarkan di pekarangan, sehingga menjadi bagian terintegrasi dalam sistem pekarangan.
Baca Juga: Berbagi Kisah Mengamati Burung di Habitatnya di Bandung Timur
Macan Tutul versus Manusia
Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim
Berdasarkan pola tanamnya, pekarangan dapat diklasifikasikan sebagai sistem “agrisilviculture”, yakni sistem pola tanam yang memadukan tanaman pertanian berupa tanaman menjalar, semak-semak belukar, jenis-jenis tanaman kayu dan buah-buahan, serta dikombinasikan dengan ternak seperti ternak ayam kampung. Sementara dari aspek produksi ekonomi, pekarangan dapat berfungsi sebagai komplementari dari sistem usaha tani lainnya, seperti sawah, kebun atau kebun campuran kayu (talun) di perdesaan.
Suatu karakteristik menarik lainnya, bahwa di pekarangan pedesaan Tatar Sunda, terutama di masa lalu, biasa dilengkapi pula dengan kolam (empang). Hal tersebut merupakan wujud adaptasi budaya penduduk perdesaan terhadap lingkungannya yang banyak air. Lahan pekarangan, walaupun tidak luas, biasanya ditanami oleh anekaragam jenis tanaman yang tumbuh bercampur baur.
Berbagai jenis tanaman di pekarangan dapat berfungsi penting antara lain sebagai sumber pangan, berupa tambahan pangan pokok karbohidrat (umbi-umbian), sayur/lalab, bumbu masak, buah-buahan, dan bahan-bahan obat tradisional bagi penduduk perdesaan. Pada kolam pekarangan biasa pula dipelihara aneka ragam jenis ikan, seperti ikan mas, mujair, nila, sepat, sepat siem, nilem, gurame dan lele. Sementara pada pematang-pematang kolam pekarangan, umum ditanami oleh aneka ragam tanaman seperti talas, singkong, ubi jalar, surawung, bawang daun, tomat, cengek, cabe, laja, waluh siem, dan lain-lain. Jenis-jenis tanaman tersebut tumbuh subur dekat kolam, karena banyak tersedia air dan tanahnya subur, mengingat apabila kolam ikannya dipanen (dibedahkeun), biasanya lumpur-lumpurnya diangkat ke pematang kolam menjadi sumber unsur hara bagi aneka ragam tanaman dan biasa pula dipupuk oleh pupuk kandang dari hewan-hewan ternak di pekarangan. Hasil tanaman pinggiran kolam dapat beraneka ragam. Misalnya, macam-macam umbi berfungsi untuk tambahan bahan makan pokok karbohidrat, serta pucuk daun singkong, surawung dan bawang daun berfungsi untuk lalab. Sementara daun-daun singkong dan talas biasa pula dijadikan pakan ikan gurame, serta daun singkong biasa dijadikan pakan ternak peliharaan seperti domba dan kambing. Selain itu, kolam ikan penting untuk memanen air hujan. Oleh karena itu, penduduk desa dengan pengembangan sistem pekarangan telah ikut mengembangkan dan melestarikan keanekaragaman hayati, sekaligus meningkatkan ketahanan pangan dan memelihara kesehatan penduduk. Di samping itu, sistem pekarangan juga penting untuk mitigasi perubahan iklim dan cukup adaptif terhadap perubahan iklim yang kian tidak menentu di tanah air kita.
Pasalnya, keberadaan jenis tanam keras/kayu, seperti buah-buahan dan kayu di pekarangan, selain menghasilkan aneka ragam buah-buahan dan menghasilkan oksigen (O2) udara segar, dapat berfungsi penting pula dalam menyerap karbon dioksida (CO2) yang menjadi emisi pencemar di atmosfer. Melalui proses fotosintesis, CO2 salah satu gas penyebab gas rumah kaca dan penyebab perubahan iklim tersebut diubah jadi karbohidrat, kemudian disebar ke seluruh tanaman untuk pertumbuhan daun, batang, ranting, bunga, dan buah tanaman pekarangan. Oleh karena itu, tidak diragukan lagi bahwa aneka ragam jenis tanaman pekarangan perdesaan dapat berperan penting dalam penyerapan gas CO2 dan penimbunan/rosot karbon, sehingga dapat berperan dalam meredam pemanasan global penyebab perubahan iklim. Ditambah pula, pepohonan di pekarangan jarang ditebangi dan dibakar, sehingga karbon yang telah diikat oleh tanaman tidak dikembalikan ke atmosfer menjadi emisi gas pencemar yang merugikan.
Secara umum cadangan karbon di pekarangan cukup tinggi. Misalnya, hasil pengukuran cadangan karbon pekarangan di Pasir Biru, Rancakalong, Sumedang tercatat 26.3 Mg/ha, dengan didominasi oleh tanaman buah buah (55,10 persen). Sementara dibandingkan dengan cadangan karbon di hutan primer yang rimbun pepohonan kayu lebat di Kalimantan Timur, tercatat 230,1 Mg/ha (Rahayu dkk., n.d.).
Oleh karena itu, dalam rangka membantu upaya kemandirian dan ketahanan pangan, dan mengurangi angka kemiskinan di perdesaan, serta untuk mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim, sistem pekarangan perdesaan seyogianya dapat diberdayakan dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat perdesaan.
*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB