Pelukan Ibu dan Dekapan Kawan Solidaritas Menyambut Kebebasan Tiga Peserta Unjuk Rasa May Day dari Rutan Kebon Waru
Mereka telah selesai menjalani hukuman di Rutan Kebon Waru, Bandung. Sebelumnya mereka divonis dengan pasal tentang perusakan saat aksi peringatan May Day 2025.
Penulis Awla Rajul16 Oktober 2025
BandungBergerak - Mereka bertiga muncul tiba-tiba dari balik mobil tahanan yang membelakangi pintu masuk Rutan Kebonwaru, Bandung. TZH, AR, dan FE hanya memakai kaus oblong dan celana panjang. Masing-masing membawa selembar gulungan kertas HVS berisi Surat Keterangan Bebas dari Tahanan. Kemunculan ketiganya sontak membuat orang-orang yang menunggui mereka sejak 1,5 jam lalu bersorak.
Para ibu yang melihat anaknya bebas dari tahanan segera menyambut dengan pelukan erat. Tangis haru pecah memenuhi suasana pertemuan itu. Setelah berpelukan dan bersalaman dengan orang tua, ketiganya disambut sorakan hangat dari rekan-rekan solidaritas.
Kawan-kawan menyambut hangat mereka, mengalungkan rentengan kudapan, memberi bunga, menyalami, memeluk, dan menepuk pundak sebagai tanda selamat. Salah satu dari mereka bahkan dipakaikan kemeja seragam jurusan, sementara yang lain sengaja memakaikan kacamata hitam, seolah menegaskan bahwa mereka kembali dengan kepala tegak.
Lantas sebuah kain merah dibentangkan di depan pintu masuk Rutan Kebonwaru. Ketiganya, yang berkalung rentengan snack dan menggenggam buket bunga, melakukan selebrasi di “karpet merah”. Kawan-kawan solidaritas lantang bersorak dan bernyanyi “Mari pulang! Marilah pulang!”
Demikianlah, Tsabat Zihlalul Huda, Azriel Ramadhan, dan Fikri Eliansyah dinyatakan bebas dari Rutan Kebonwaru, Kamis, 16 Oktober 2025. Mereka adalah tiga dari lima tahanan peserta massa aksi peringatan May Day 2025 lalu.
Mereka divonis penjara selama lima bulan 15 hari karena dinyatakan terbukti bersalah melanggar Pasal 170 ayat 1 KUHP. Majelis hakim mempidana mereka karena dinilai terbukti melakukan kekerasan terhadap orang atau barang secara bersama-sama dan terang-terangan, dalam hal ini satu unit mobil patroli Polsek Kiaracondong, ketika aksi unjuk rasa May Day 2025.
“Kegembiraannya tiada tara, lebih dari hari raya. Sedihnya teh sedih bahagia,” begitu kata ayah Fikri, didampingi istri, ketika menunggu anaknya dilepas dari tahanan.

Tak Terdeskripsi Kata
Orang tua Fikri datang dari Garut ke Bandung sejak kemarin. Keduanya menginap di rumah kerabat. Selama menunggu anaknya terlihat jelas air muka bahagia terpancar dari wajah suami-istri ini.
“Senang, sedih, campur aduh. Enggak bisa diungkapkan,” kata ibunda Fikri, Yoyo.
Sambil melihat anaknya mendapat dukungan dari kawan-kawannya, sang ibu masih meneteskan air mata. Ia tak sanggup banyak bicara.
Selama anaknya ditahan, Yoyo sempat beberapa kali melangsungkan doa bersama dan yasinan di rumah bersama tetangga. Dia dan suami rutin menjenguk anaknya setelah dipindahkan ke Rutan Kelas I Kebonwaru, sekali setiap pekan.
Setelah bebas dari tahanan, ia ingin anaknya untuk fokus segera menyelesaikan kuliah.
Sedih dan bahagia juga terpancar dari wajah ibunda Azriel. Selama menunggu di rutan air mukanya tampak berseri. Berkali-kali ia mengucapkan rasa syukur pada Tuhan. Ia paling lama memeluk anaknya ketika pertama kali muncul. Ia sempat menyebut rasa terima kasih sebab banyak kawan-kawan solidaritas yang datang.
“Alhamdulillah, penantian panjang ini. Senang sekali. Sedih, bahagia, pokoknya terharu campur segala macam. Karena memang kita udah berjuang beberapa bulan, dari penangkapan sampai pembebasan,” kata bibinya Azriel, Nining Rohmiyati, yang berbicara dengan nada terharu.
Nining ingin Azriel segera melanjutkan kuliah. Bagaimanapun menurutnya kuliah sangat penting untuk masa depan keponakannya. Ia juga sangat bersyukur lantaran pihak kampus mau menerima Azriel untuk kembali ke bangku perkuliahan.
Nining bercerita, selama dua bulan ditahan di Polda, keluarga menjenguk Azriel dua kali sepekan. Menurutnya, cukup sulit untuk bertemu Azriel karena harus mencari informasi dulu. Sementara selama tiga bulan ditahan di Rutan Kelas I Kebonwaru, keluarga menjenguknya sepekan sekali.
Baca Juga: Empat Terdakwa Aksi Hari Buruh di Bandung Divonis 5 Bulan Penjara, Keluarga Mendukung Mereka untuk Melanjutkan Kuliah
Sidang Peserta Unjuk Rasa May Day 2025 di PN Bandung, Kuasa Hukum Mempertanyakan Penggunaan Pasal Penghasutan pada Demonstran
Tetap Bersuara
Fikri tidak menyangka ketika keluar dari pintu Rutan sudah banyak kawan-kawan yang menanti kebebasannya. Ia bersyukur masih banyak kawan yang mau bersolidaritas dan menaruh kepedulian. Selain rasa bahagia, ia belum bisa mendeskripsikan bagaimana perasaannya.
“Orang tua yang tidak lupa terhadap anak-anaknya maupun berada di titik paling rendah,” kata Fikri.
Fikri turun ke aksi peringatan May Day 2025 lalu untuk menyuarakan hak-hak buruh dan kaum tani. Kedua orang tuanya adalah petani sayuran di Garut. Ia terpanggil turun ke jalan sebagai anak buruh tani, mewakili suara orang tuanya.
“Pas kemarin aksi buruh ya saya juga ikut mewakili perasaan orang tua di kampung yang juga sebagai buruh gitu, yang merasakan bagaimana pahitnya menjadi seorang buruh. Banyak hak-hak buruh yang tidak terpenuhi, banyak juga hak-hak buruh yang dirampas,” kenangnya.
Penangkapan dan penahanan yang dialaminya tidak lantas melemahkannya. Ia mengaku akan menjadi lebih berani. Pengalaman telah membuatnya memahami celah-celah mana yang bisa dihindari. Terutama, semakin berhati-hati dalam menyampaikan pendapat di muka umum supaya tidak dikenai pidana.
Hal serupa juga dirasakan Azriel. Ia mengaku akan tetap penyampaian aspirasi di muka publik. Atas apa yang ia alami, ke depannya ia dan rekan-rekan harus lebih mementingkan keselamatan.
“Lebih ke arah cara lain supaya lebih safety. Mungkin ke depannya dirancang lagi supaya pergerakannya lebih aman, jangan sampai ada yang ngalamin lagi kayak kami,” kata Azriel.
Jek, salah satu kawan solidaritas yang datang memberi dukungan untuk kawan-kawan yang dinyatakan bebas dari tahanan, merupakan sobat Fikri. Ia mengenal Fikri sejak masa awal-awal kuliah.
“Alhamdulillah enggak lama (masa tahanan), cuma beberapa bulan,” ungkapnya bahagia.
Menurut Jek, kriminalisasi yang dialami kawannya tidak membuatnya takut bersuara dan menyampaikan aspirasi di muka publik. Kasus ini justru menyulut bara api untuk tetap bersuara.
***
*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB