• Berita
  • Bilik Bercerita: Rumah Panggung Desa Baros di Pameran Bandung Design Biennale 2025

Bilik Bercerita: Rumah Panggung Desa Baros di Pameran Bandung Design Biennale 2025

Instalasi rumah panggung tradisional hadir di pameran Nyawang Rasa 2025 dalam rangkaian Bandung Design Biennale 2025 di Laswi Heritage, Bandung.

Rumah panggung dipamerkan di pameran Nyawang Rasa 2025: Sebuah Arsip Hidup Budaya dan Kesenian Baros, Arjasari, di Laswi Heritage Gedung 5, Bandung, pada 13-25 Oktober 2025. (Foto: Retna Gemilang/BandungBergerak)

Penulis Retna Gemilang17 Oktober 2025


BandungBergerak – Rumah panggung dengan dinding bilik bambu menarik perhatian pengunjung Pameran Nyawang Rasa 2025: Sebuah Arsip Hidup Budaya dan Kesenian Baros, Arjasari, yang berlangsung di Laswi Heritage Gedung 5, Bandung, pada 13-25 Oktober 2025. Pameran ini diselenggarakan seiring dengan rangkaian acara Bandung Design Biennale 2025.

Sebagai hasil kolaborasi antara Binus University dan Sampoerna University, pameran ini menyajikan replika interior rumah tradisional serta pengarsipan budaya yang bersifat interaktif. Di dalam rumah bilik tersebut, terhampar peralatan tradisional di atas tikar pandan dan lantai anyaman bambu, seperti tampah dan periuk nasi yang juga terbuat dari anyaman bambu.

Sebuah tungku perapian terletak di sudut ruangan, berdampingan dengan meja dan televisi tabung—satu-satunya produk dari peradaban modern. Cangkir dan piring seng semakin memperkaya suasana tradisional, sementara sekelompok pisang tergantung di bilik bambu, tak jauh dari dua buah cangkul.

Ketua Pelaksana Nyawang Rasa Sheva Zhafir Anandhika mengatakan, rumah tradisional tersebut merupakan replika arsip budaya Desa Baros, Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung yang dirancang oleh Design Survey. Pameran ini ingin mengenalkan kekayaan budaya lokal kepada warga kota Bandung maupun warga desanya sendiri di Baros.

"Konsep dua selokasi ini kita gaungkan karena hasil riset desa dari mahasiswa semester kemarin membuktikan bahwa warga desa (Baros) itu enggak tahu kalau mereka punya Nyawang Rasa dan aset budaya sekaya ini," ujar Sheva kepada BandungBergerak, di Laswi Heritage, 13 Oktober 2025.

Instalasi rumah berukuran 3x3 meter tersebut dinamai Imah Urang, hasil adaptasi langsung dari salah satu rumah warga desa. Dalam konsep rumah tradisional, ruangan rumah tempat perapian yang disebut hawu berfungsi sebagai tempat berkumpul keluarga. Secara filosofis, hawu di Desa Baros memiliki arti selalu menerima, ingin tumbuh, dan berkolaborasi. Hawu hadir sebagai titik temu kehangatan rumah.

Sheva menuturkan, Nyawang Rasa sendiri memiliki arti merasakan, memahami, dan membaca dari sensasi dan cita rasa. Bukan hanya untuk dilihat secara visual, tapi juga dialami dan dirasakan pancaindra.

"Kita ingin orang-orang yang datang (ke pameran) diajak masuk dan duduk mengelilingi area dan tempat ini, menikmati karyanya dari dalam," ungkap Sheva.

Imah Urang ini pun, tambah Sheva, berkonsep modular dan mudah dilepas-pasang. Harapannya, instalasi rumah ini bisa dipamerkan di berbagai pameran selanjutnya. Melalui Imah Urang, Design Survey berupaya menghadirkan satu nilai budaya Sunda yang lekat tanpa ada sekat di berbagai lapisan masyarakat.

"(Konsep) desa itu enggak setradisional itu dan kota tuh enggak semodern itu, jadi kita bisa saling berkesinambungan. Makanya masih ada tv, masih ada cangkir yang baru, karena sejatinya kombinasi itulah yang kita pengin tuju," katanya.

Selain itu, terdapat pengarsipan budaya interaktif lainnya yang diinisiasi Design Survey berupa buku katalog, report book, dan website. Pohon Baros atau Manglietia glauca BI. juga dipamerkan di Nyawang Rasa dalam pot yang dibawa langsung dari Desa Baros. Sheva menuturkan, pohon ini hadir sebagai representasi alam khas Desa Baros, meskipun kini keberadaannya tidak lagi masif seperti dulu.

"Sebenarnya pohon (Baros) udah enggak ada, tapi kita ingin revitalisasi lagi," ujarnya.

Binus University dan Sampoerna University juga turut berkolaborasi dalam pameran Nyawang Rasa. Sheva menjelaskan perwakilan Binus University menampilkan projection mapping berupa karya desa selama pameran berlangsung. Sedangkan Sampoerna University dengan Katha Rakyat turut bekerja sama dalam pembuatan cinderamata dan kuis interaktif secara digital.

Dosen DKV Sampoerna University dan Tim Katha Rakyat, Arum Githa menuturkan, Katha Rakyat menjadi sebuah inisiatif kreatif yang berfokus untuk menghidupkan kembali cerita-cerita rakyat di Desa Baros. Cerita rakyat yang diangkat ialah Wayang Serok, instrumen musik tradisional, dan beberapa karakter mitos lokal khas Baros. Hasilnya pun berupa stiker, gelang, gantungan kunci, hingga kartu karakter dengan tujuan merevitalisasi nilai-nilai budaya di generasi muda selanjutnya.

"Jadilah beberapa output ada stiker identik dengan Sunda slank. Kita coba membuat se-fancy dan seinteraktif mungkin, biar local content Desa Baros ini bisa eksis di generasi muda," jelas Arum.

Selain cinderamata, Arum bersama Katha Rakyat berusaha mengenalkan budaya Baros kepada pengunjung dengan kuis interaktif secara digital. 

Baca Juga: Para Desainer Berkolaborasi di Bandung Design Biennale 2025
Pameran Seniman Muda di ArtSociates dan Hybridium, Mengekspresikan Keberagaman Imajinasi

Forum diskusi Nyawang Rasa 2025: Sebuah Arsip Hidup Budaya dan Kesenian Baros, Arjasari, di Laswi Heritage Gedung 5, Bandung, pada 13-25 Oktober 2025. (Foto: Retna Gemilang/BandungBergerak)
Forum diskusi Nyawang Rasa 2025: Sebuah Arsip Hidup Budaya dan Kesenian Baros, Arjasari, di Laswi Heritage Gedung 5, Bandung, pada 13-25 Oktober 2025. (Foto: Retna Gemilang/BandungBergerak)

Design Survey sebagai Laboratorium Hidup di Desa Baros

Design Survey merupakan laboratorium yang didedikasikan untuk memajukan pengetahuan dan inovasi yang melekat pada prinsip-prinsip desain dan endogen sebagai salah satu pemicu industri kreatif dalam ruang komunitas. Endogen sendiri mengacu pada desain dari suatu komunitas yang memanfaatkan kearifan, tradisi, lokalitas, dan sumber daya lain demi menciptakan solusi berkelanjutan dan berciri khas.

Koordinator Design Survey Lab, Lira Anindita Utami mengutarakan bahwa lab ini sudah berdiri sejak 2023 yang diinisiasi oleh Fakultas Industri Kreatif Telkom University dengan peserta lab-nya adalah mahasiswa yang magang Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Tujuan dari Design Survey sendiri, menurut Lira, adalah menjadikan lab aktivasi desain untuk perkembangan endogen di Jawa Barat yang mendorong inovasi, kolaborasi, dan solusi praktis berbasis komunitas terhadap berbagai isu terkini dengan penelitian interdisipliner, pedagogi desain, dan keterlibatan masyarakat.

"Pendekatan desainnya kita sedang mengedukasi bahwa desain itu enggak berdiri sendiri. Jadi sifat dari desain itu harus transdisiplin," ujar Lira saat ditemui oleh BandungBergerak, 11 Oktober 2025.

Ia menyebut Design Survey hadir sebagai metodologi untuk melakukan penelitian, pendampingan, dan pengarsipan budaya di Desa Baros. Dalam proses penelitiannya, Lira meminta para mahasiswanya untuk turun ke lapangan, observasi ke dalam masyarakat dengan pancaindra, dan tidak asumtif dengan apa yang menjadi potensi di Desa Baros.

"Mereka harus belajar mendengar dan paling susah itu mereka harus belajar mengobservasi, mengamati dengan panca indra," ujar Lira.

"Jadi apa yang didefinisikan sebagai potensi, apa yang didefinisikan sebagai isu di living lab, itu semua adalah hasil obrolan dengan orang-orang masyarakat di sana. Sampai akhirnya keluarlah keresahan-keresahan, itu semua dari masyarakat itu sendiri," tambahnya.

Hingga akhirnya, observasi Design Survey di Desa Baros menghasilkan beberapa aktivasi potensi budaya, seperti pameran Nyawang Rasa yang sedang berjalan di Laswi Heritage dan di Ruang Sesama, Desa Baros, 7-9 November 2025 mendatang.

"Pameran Nyawang Rasa ini adalah inovasi mahasiswa yang magang berdampak di Design Survey," tutupnya.

***

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//