• Berita
  • Berkelana di Kampung Pasar Seni ITB 2025, dari Pajang Karya di Pinggir Jalan hingga Jasa Foto Wisuda dengan Gelar Kilat

Berkelana di Kampung Pasar Seni ITB 2025, dari Pajang Karya di Pinggir Jalan hingga Jasa Foto Wisuda dengan Gelar Kilat

Ribuan pengunjung yang lama menanti Pasar Seni ITB tumpah-ruah. Karya-karya seni tak lagi berjarak dengan masyarakat.

Jalan Ganesha menjadi pasar seni di festival langka Pasar Seni ITB 2025, Minggu, 19 Oktober 2025. (Foto: Iman Herdiana/BandungBergerak)

Penulis Tim Redaksi21 Oktober 2025


BandungBergerak - Kampung Alumni Pasar Seni ITB '25 turut memeriahkan Pasar Seni ITB, festival yang bangkit kembali setelah 11 tahun vakum. Di antara ribuan pengunjung, kampung ini hadir di belakang Aula Barat Kampus Ganesha memamerkan karya-karya dari berbagai angkatan FSRD ITB. Di sela-sela pesta seni, hadir pula jasa pembuatan ijazah dan gelar akademik secara kilat, lengkap dengan foto wisudanya: murah, mudah, cepat. 

Kampung Alumni Pasar Seni ITB '25 diinisiasi oleh Keluarga Mahasiswa Seni Rupa (KMSR) ITB. Kawasan ini ditandai dengan gerbang berlogo bintang merah besar khas KMSR. Pengunjung disambut Wall of Paint sebagai tempat para alumni bercengkerama dengan menggambar tokoh kartun sebagai tanda kehadiran. Dinding dibagi menjadi tiga, dimulai dari angkatan 90-an, 2000-an, hingga angkatan 2010-2021-an.

Terdapat stand merchandise yang diinisiasi oleh panitia kealumnian, stand alumni dari 3 dekade, spot anak, workshop, wahana, panggung musik, face painting, besi tempa, hingga D'Lempar Pisau. Kampung ini pun terlihat rata-rata dipadati oleh para alumni yang sudah jadi pelaku seniman, industri kreatif, dan dosen serta sanak keluarganya.

Dosen FSRD ITB sekaligus alumni FSRD angkatan 1987 Ifa Sagir bergaya dengan memakai kostum tokoh Maleficent, film yang dibintangi Angelina Jolie, lengkap dengan tanduk hitam, jubah ungu, tongkat, dan riasan khasnya. Ifa selalu hadir di Kampung Alumni setiap Pasar Seni ITB dilaksanakan dan tahun ini ia memberi dukungan dengan menjadi MC Kampung Alumni. Tak ayal, Ifa menjadi tokoh alumni yang ikonik di Kampung Alumni.

Dosen FSRD ITB sekaligus alumni FSRD angkatan 1987 Ifa Sagir memakai kostum tokoh Maleficent di Kampung Alumni Pasar Seni ITB, Bandung, 19 Oktober 2025. (Foto: Audrey Kayla/BandungBergerak)
Dosen FSRD ITB sekaligus alumni FSRD angkatan 1987 Ifa Sagir memakai kostum tokoh Maleficent di Kampung Alumni Pasar Seni ITB, Bandung, 19 Oktober 2025. (Foto: Audrey Kayla/BandungBergerak)

Menurutnya, Pasar Seni ITB sudah menjadi hajatan besar bagi seluruh warga FSRD. Karena setiap tahunnya, banyak dari alumni yang sudah berpencar dan sulit untuk saling bertemu dan bercengkerama. Stand booth per dekade juga hadir agar alumni bisa lebih terorganisir.

"Sekarang kita bergabung jadi lebih koordinasi, lebih gampang. Jadi alumni per dekade cari temannya datang ke stand itu," ungkap Ifa, saat ditemui BandungBergerak di Kampung Alumni, 19 Oktober 2025.

Ifa mengungkapkan, pada awalnya Pasar Seni ITB 2025 tidak akan terlaksana. Akan tetapi dengan adanya pendekatan dan kolaborasi seluruh pihak, maka Pasar Seni ITB bisa hadir setelah 11 tahun vakum. Maka, ia berharap semua pengunjung menikmati perayaan Pasar Seni ITB 2025 meski di baliknya masih terdapat kekurangan.

"Kita rayakan Pasar Seni yang sudah lama kita kangenin. Di sini semua enggak ada yang tua, semua muda," ujar Ifa.

Kampung Alumni Pasar Seni ITB, Bandung, 19 Oktober 2025. (Foto: Audrey Kayla/BandungBergerak)
Kampung Alumni Pasar Seni ITB, Bandung, 19 Oktober 2025. (Foto: Audrey Kayla/BandungBergerak)

D'Lempar Pisau (D'Lempis)

Di salah satu rangkaian Kampung Alumni, berdiri stand khusus berupa komunitas D'Lempar Pisau (D'Lempis). Alumni DKV FSRD ITB 1987, Ramlan mengatakan bahwa D'Lempis sudah 15 tahun berdiri sebagai komunitas olahraga berupa lempar pisau dan kapak.

Pada awalnya, aktivitas lempar pisau dan kapak menjadi permainan di Lapang Tengah Seni Rupa dengan nama D'Lempar Pisau (D'Lempis) sejak tahun 1988. Berlanjut tahun 2009, kegiatan ini mulai diperkenalkan kepada umum saat acara Braga Bike Festival. Hingga akhirnya D'Lempis dibangun sebagai komunitas dengan memanfaatkan media sosial berupa Facebook.

Ramlan bersama lima temannya ingin membangun dan mencari yang tidak umum. D'Lempis menjadi wadah bagi alumni dan pecinta lempar pisau sebagai aktivitas olahraga.

"Semangatnya lebih kita tuh mencari sesuatu yang tidak umum. Lempar pisau 'kan hanya dikenal di kalangan militer mungkin ya. Nah dari situ kita coba kembangin sebagai aktivitas olahraga bukan untuk akvitas jago-jagoan," ujar Ramlan.

Lukisan sufi Syekh Abdul Qadir al-Jilani dan Joker dipajang di Pasar Seni ITB, alan Ganesha, Minggu, 19 Oktober 2025. (Foto: Iman Herdiana/BandungBergerak)
Lukisan sufi Syekh Abdul Qadir al-Jilani dan Joker dipajang di Pasar Seni ITB, Jalan Ganesha, Minggu, 19 Oktober 2025. (Foto: Iman Herdiana/BandungBergerak)

Ramlan menyatakan D'Lempis hadir di Pasar Seni ITB 2010, 2014, dan kini. Ia mengungkapkan, D'Lempis terbuka untuk umum bagi mereka yang tertarik dengan aktivitas lempar pisau. Cukup dengan membayar 25 ribu rupiah, pengunjung dapat melempar 6 pisau dengan didampingi oleh teman komunitas D'Lempar. Harapannya, pengunjung dapat menikmati adrenalin dan sensasi melempar pisau sebagai aktivitas olahraga.

"Diharapkan dari enam (pisau) itu bisa nancap (ke target)-lah. Karena ya kan sukanya lempar pisau itu kalau nancap," kata Ramlan.

Di luar aktivitas Pasar Seni ITB, Ramlan menceritakan bahwa saat ini D'Lempis sedang mengupayakan menjadi bagian dari anggota KONI dan dipertandingkan di PON. Lebih lanjut, Ramlan berharap Pasar Seni ITB bisa hadir di periode per-4 tahunnya dan tetap menciptakan sesuatu yang khas bagi wadah seniman seluruh Indonesia dengan ciri khas agendanya hanya terlaksana satu hari.

"Pasar Seni harus selalu ada. Kita menyiapkan bisa berdarah-darah, tapi momennya satu hari dan itu yang menjadi ciri khas Pasar Seni," tutupnya.

Pengunjung Pasar Seni ITB mengikuti permainan lempar pisau bersama komunitas DLempar Pisau (DLempis), 19 Oktober 2025. (Foto: Audrey Kayla/BandungBergerak)
Pengunjung Pasar Seni ITB mengikuti permainan lempar pisau bersama komunitas DLempar Pisau (DLempis), 19 Oktober 2025. (Foto: Audrey Kayla/BandungBergerak)

Kampung Reuni Akbar

Kepala Kealumnian Pasar Seni ITB 2025, Sekar Asmarandhana mengatakan Kampung Alumni menjadi wadah reuni akbar para alumni FSRD ITB dari seluruh dekade. Kampung ini selalu hadir di setiap Pasar Seni ITB dan menjadi mini pasar seni dengan bentuk kampung oleh para alumni.

"Dia sebenarnya kayak mini pasar seni gitu, karena di dalamnya juga banyak tenant-tenant sendiri yang bikinan alumni," ujarnya.

Selama persiapan, Sekar menceritakan bahwa alumni FSRD ITB berkolaborasi secara kompak dan bersinergi, karena reuni akbar tak pernah terlaksana selain dari agenda Kampung Alumni. Dalam persiapannya pun terpisah dari kepanitiaan utama, mulai dari pencarian sponsor, vendor, hingga rangkaian acara.

"Yang gawein-nya selama (persiapan) kemarin itu selain dari divisi kealumnian, itu juga mereka bawa tukang sendiri, vendor sendiri, karena emang alumni itu punya visi sendiri, tapi emang mereka enggak jauh sama tema Pasar Seni," kata Sekar.

Menurutnya, alumni FSRD sangat kompak dan tidak ada sekat komunikasi dengan panitia meski terpaut umur. Agenda ini menjadi ajang mempersatukan alumni dan mahasiswa dari angkatan baru FSRD.


"Ngegawein in tuh happy banget karena kami jadi deket sama alumni juga, terus dapat cerita-cerita dari alumni," tambahnya.

Sekar pun senang dengan kehadiran Pasar Seni ITB 2025 karena akhirnya ia dapat merasakan lagi sensasi keseruan agenda seniman besar se-Indonesia setelah lama vakum.

Pasar Seni ITB dimeriahkan konser musik, 19 Oktober 2025. (Foto: Audrey Kayla/BandungBergerak)
Pasar Seni ITB dimeriahkan konser musik, 19 Oktober 2025. (Foto: Audrey Kayla/BandungBergerak)

Senandung Keroncong

“Ahay Nurlela, sukanya berlagu mambo cha-cha!”

Dalam situasi membludaknya pengunjung di hari kedua Pasar Seni ITB 2025, ada sebuah pojok yang mengantarkan rasa tenang lewat melodi musik yang disajikan: alunan musik keroncong yang disajikan harmonisasi antara gesekan biola, petikan ukulele, bass, dan cello. Mengiringi penyanyi yang didominasi oleh dosen dan guru Besar ITB.

Lagu gubahan komponis terkenal seperti Ismail Marzuki dan Gesang turut dinyanyikan dengan sangat syahdu di bawah rimbunnya pohon. Beberapa penonton ada yang turut menyanyi bersama dengan penampil. Penampilan tersebut sempat terhenti akibat hujan yang tiba-tiba mengguyur lokasi.

Keroncong Merah Putih, demikian nama band keroncong di Pasar Seni ITB, berdiri sejak 29 Agustus 1998 dan diketuai oleh Retno Suprobowati. Usai memainkan lagu Rayuan Pulau Kelapa dan dinyanyikan serentak oleh seluruh anggota, Retno bercerita komunitas ini sudah turut meramaikan Pasar Seni ITB sejak tahun 2000 silam.

Baca Juga: Menjelang Pasar Seni ITB 2025, Mengingat Satire Jual Beli Tesis, Disertasi, dan Ijazah Palsu
Dialog Spiritual Sinergi Segitiga di Serambi Pirous

Lokakarya kertas kuno daluang di Pasar Seni ITB 2025, 19 Oktober 2025. (Foto: Iman Herdiana/BandungBergerak)
Lokakarya kertas kuno daluang di Pasar Seni ITB 2025, 19 Oktober 2025. (Foto: Iman Herdiana/BandungBergerak)

Bagi Retno, setiap panggung memiliki arti tersendiri. Suasana manggung berbeda memang tergantung dari penonton yang berbeda pula. Hal ini berkaitan dengan antusiasme besar yang diwujudkan dari orang-orang menyaksikan penampilan mereka.

“Tadi penonton banyak yang mau ikut nyanyi yang itu senanglah saya jadi mereka enggak malu-malu gitu. Tapi ya awalnya memang malu-malu disuruh naik ke panggung enggak tapi begitu sampai di atas panggung eh enggak mau berhenti mau enggak mau turun,” cerita Retno.

Keroncong bukanlah primadona dan sorotan utama musik yang ditampilkan dalam Pasar Seni ITB. Musik keroncong memiliki pakemnya tersendiri. Sering kali orang malas untuk belajar karena menganggap musik mereka terlalu mendayu-dayu. Padahal iramanya diyakini bagus untuk kesehatan.

“Dibandingkan mereka akhirnya enggak bisa istirahat tapi mendengarkan keroncong itu mereka bisa rileks,” ujar Retno, melihat penampilan keroncong ini bisa dijadikan tempat rehat di tengah keramaian manusia.

Jasa pembuatan ijazah dan gelar palsu di Pasar Seni ITB 2025, 19 Oktober 2025. (Foto: Iman Herdiana/BandungBergerak)
Jasa pembuatan ijazah dan gelar palsu di Pasar Seni ITB 2025, 19 Oktober 2025. (Foto: Iman Herdiana/BandungBergerak)

Kesan Pasar Seni ITB 2025

Ada banyak motif pengunjung mendatangi Pasar Seni ITB, salah satunya nonton konser, selain melihat karya-karya seni. Nurlia Sari, mahasiswi urusan Ilmu Ekonomi dan Keuangan Islam Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), menjadi salah satu pengunjung yang terkesan dengan festival langka ini.

Nurlia datang dari jam 11 siang bersama rekannya. Ia berkeliling ke tiap-tiap booth dan pameran dan berakhir di panggung utama yang menyajikan konser musik dari berbagai band. Baginya, satu kata untuk untuk Pasar Seni ITB 2025: Mantap!

“Menurut aku sangat apa ya? Sangat seru. Terus juga banyak juga karya-karya yang emang bagus gitu untuk diperlihatkan,” ungkap Nurlia.

Jasa pembuatan ijazah dan gelar palsu plus foto wisudanya di Pasar Seni ITB 2025, 19 Oktober 2025. (Foto: Iman Herdiana/BandungBergerak)
Jasa pembuatan ijazah dan gelar palsu plus foto wisudanya di Pasar Seni ITB 2025, 19 Oktober 2025. (Foto: Iman Herdiana/BandungBergerak)

Pasar Seni ITB pertama kali diselenggarakan tahun 1972. Penyelenggaraan festival akbar ini tidak menentu, bisa selang 5 tahun atau bahkan 10 tahun sekali. Tahun ini Pasar Seni ITB diselenggarakan dua hari. Hari pertama diselenggarakan di Sasana Budaya Ganesha, 18 Oktober 2025, dengan salah satu andalannya adalah balap kereta peti sabun. Hari kedua diselenggarakan Minggu, 19 Oktober 2025 di Kampus ITB, Jalan Ganesha.

Amanda Wangi Mongan, perwakilan divisi humas Pasar Seni ITB 2025, mengatakan bahwa keberadaan Pasar Seni ITB tidak terlepas dari nilai yang telah diusung sejak 1972; memasyarakatkan seni. Tujuannya agar seni bisa dinikmati oleh masyarakat luas, ini dibuktikan dengan tidak adanya tiket komersial atawa gratis.

Tahun ini Pasar Seni ITB mengusung tema besar ‘Setakat Lakat’, sebagai respons terhadap kaburnya batas realitas nyata dan realitas. Tema ini ditegaskan dengan selogan Laku Temu Laju, respons dari arus percepatan teknologi informasi.

Terdapat tiga arena booth dan wahana yang setidaknya dapat dinikmati pengunjung dalam venue yang berada di dalam area ITB, yaitu Sarang Sua, Nyemal-Nyemil, dan Laka-Laku. Total tenant yang tersedia kurang lebih 250 tenant.

Beragam pameran dan instalasi seni juga memanjakan mata pengunjung. Konser musik pun tidak ketinggalan. Setidaknya ada dua stage besar yang ditempatkan di dua tempat yang berbeda. Penampilan band-band terkenal seperti Project Pop, NonaRia, Dongker, Panasdalam Band, dan lainnya turut menyemarakkan suasana pasar seni ini.

Antusiasme masyarakat begitu tinggi. Terlihat dari membludaknya massa yang berkunjung dan memadati area kampus ITB. Menurut catatan tiket yang dihimpun panitia ada kurang lebih 202.000 orang yang datang pada hari kedua. Sedangkan di hari pertama yang bertempatkan di Sabuga ada sebanyak 16.378 orang yang datang.

Gabriella Serenata Ananda (dipanggil Abel) dan Ananda Aprillian Cahya (Nanda) dari divisi edukasi Pasar Seni ITB 2025 mengatakan, ekspektasi pengunjung sangat besar pada agenda jarang ini.

Meski begitu, berpartisipasi di dalam acara sebesar ini menjadi masukan berarti bagi panitia.

“Dan ini kan satu FSRD jadi enggak cuman di prodi aku saja. Jadi dari prodi lain tuh aku juga bisa kenalan, bisa gawe bareng gitu. Tuker pikiran bareng,” ungkap Nanda, seraya berharap Pasar Seni ITB bisa terus berlanjut dan dapat berkembang menjadi lebih baik ke depannya.

***

*Reportase ini dikerjakan reporter BandungBergerak Retna Gemilang, Salma Nur Fauziyah, Yopi Muharram, dan Audrey Kayla. Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//