Dialog Spiritual Sinergi Segitiga di Serambi Pirous
Pameran karya-karya seniman AD Pirous di Serambi Pirous Studio Galeri berlangsung hingga akhir 2025. Menampilkan perjalanan spiritual AD Pirous.
Penulis Bawana Helga Firmansyah13 Oktober 2025
BandungBergerak - Lukisan tersebut didominasi dengan warna hangat, oranye terang dan merata di seluruh kanvas. Kontras dengan tekstur pasta marmer yang berkesan kasar dan timbul. Menjadikan sepenggal ayat Suci Al Quran dari surah Al A’raf: 126, sebagai titik fokus pada karya yang banyak menampilkan ruang kosong layaknya penegasan visual pada teks- Kesabaran seperti ruang luas dalam diri.
A.D Pirous memberikan judul lukisan bermedium cat akrilik itu Limpahkan Kesabaran, Dan Jemputlah Kami Dalam Keimanan Teguh (2019) yang merupakan salah satu karya yang dipamerkan dalam pameran Sinergi Segitiga yang Berlangsung di Serambi Pirous Studio Galeri, yang terletak di utara Bandung, Jalan Bukit Pakar Timur II No 111.
Tidak memperlihatkan segitiga sebagaimana mestinya, Pirous memandang segitiga sebagai caranya berprinsip, berpikir dalam bekerja, yang melalui itu Ia memahami pola ketiga titik yang saling bersinergi, antara pikiran, perasaan, dan tindakan. yang dalam prinsip itu turut membentuk caranya melihat fenomena sosial, yang diterjemahkan lewat penggambaran alam.
“Tujuan dari sinergi segitiga itu adalah justru melihat semuanya itu ada kaitannya, jadi kalau beneran bisa mengagungkan Tuhan, maka kita bisa juga menghargai sesama manusia, bisa juga menghargai alam. Karena kan sama aja sebetulnya,” ungkap Eka Sofyan Rizal, salah satu pengelola Serambi Pirous
Tak hanya hadir sebagai pengantar awal, pada pameran ini, teks kuratorial tersebar di setiap sudut. bersifat lugas dan memakai bahasa populer, tanpa mengganggu penafsiran atau mereduksi makna. Sehingga apresiator tidak terfokus pada sosok seniman, melainkan mengajak untuk refleksi, menjadikan ruang dialog antara karya lukisan dan tulisan yang sama derajatnya.

Pencarian Keindonesiaan Melalui Tradisi
Abdul Djalil Pirous, lahir di Meulaboh, Aceh 11 Maret 1932. Purnabakti Guru Besar Emeritus FSRD ITB ini wafat di Rumah Sakit Boromeus, Bandung, Selasa, 16 April 2024.
Karier kesenian AD Pirous tidak lepas dari ITB. Tahun 1955 ia melanjutkan studi di FSRD. Di kampus teknik tertua ini ia berkarya dan terus melakukan pencarian identitas keindonesiaan melalui napas tradisi yang telah lama berkembang. Masa kecilnya yang familiar dengan cara menulis surat masyarakat Aceh serta bebatuan makam kuno dari tempat ia lahir, turut membentuk wacana yang ia tawarkan.
“Seni khat Islam yang ada di seluruh kepulauan, di dalam berbagai gaya bentuk dan motif-motif hiasan adalah tanda keaslian sumbangan ini. Bekas-bekas seni khat Arab yang banyak terdapat di dinding dinding mihrab, kubah ataupun mimbar mimbar masjid di Indonesia,” tulis Mengutip AD Pirous dalam Buku Melukis itu Menulis, bagian Pandangan Ringkas Tentang Seni Lukis Khat di Indonesia (2003).
“Di sebagian kepulauan di Indonesia seperti seperti di Aceh, Gresik, Madura terdapat batu-batu nisan yang berukiran indah dengan bentuk bentuk seni khat,” lanjut Pirous.
Meski didasarkan atas bentuk-bentuk Islam, Pirous tidak menekankan pada unsur dakwah ataupun penyebaran Islam melalui karya. Ia mencoba menemukan narasi, suatu titik antara ekspresi personal dan nilai nilai universal yang terkandung dalam ayat ayat suci Al Quran, sehingga karyanya tidak memiliki tendensi untuk satu agama melainkan dapat memaknai dan merangkul semuanya.
“Pak Pirous itu mendesain supaya karya-karyanya itu walaupun teksnya itu lekat dengan Islam, tapi jangan sampai orang menganggap itu tuh islami,” ujar Eka.
Kehadiran nilai-nilai spiritual tersebut menjadi penengah, terutama di masa tahun 1970-an. Dalam tulisannya Seni Rupa Bandung di Tengah Pergolakan Budaya: di Masa Awal Kemerdekaan hingga Kebangkitan Asia Pasifik Pirous menyatakan, ketika pertumbuhan ekonomi yang turut melahirkan ketimpangan dan kondisi sosial politik yang bergejolak dan industrialisasi yang mendorong sekularisme, karya seni yang bernilai spiritual menjadi penyeimbang untuk mengingatkan nilai-nilai kemanusiaan.
Seperti dalam karya lukisnya yang berjudul Jangan Baurkan Kebenaran dengan Kebathilan! (2012), ditampilkan visual dengan warna biru dan sapuan lembut pada latar, yang secara khusus teksturnya menampilkan detil ayat Al Baqarah: 42 yang digambarkan sebagai tonggak yang sedikit miring.
Tonggak yang miring tersebut didasari atas pengelaman personal seniman dalam menangkap bagaimana caranya melihat suatu fenomena. Rihan Meutia Pirous, yang juga pengelola Serambi Pirous Studio Galeri menyatakan, AD Pirous selalu mengikuti dinamika politik dan sosial dan bagaimana dunia berubah di sekililingnya. Di antara nilai-nilai yang dahulu dianggap penting, tidak lagi relevan, terdapat suatu titik yang tidak seimbang antara pikiran dan perbuatan.
“Yang bener, nilai nilainya bener dianggapnya jelek sama orang bisa menjadi begitu gitu. Nanti orang yang menurut moral kita gak bener kok malah dia jadi posisinya tuh, kesannya orang orang tuh, Kok bisa yang kayak gitu kualitas yang seperti itu dijadikan contoh yang teladan, rasa rasanya ada yang gak bener,” ungkap Rihan.
Rihan menambahkan, pameran ini merupakan bagian dari cara pandang Pirous. Ia memaknai keterkaitan waktu yang saling membentuk antara masa lalu dan masa sekarang.
Baca Juga: Merayakan Literasi Bersama Toko-toko Buku Alternatif di Bandung
Merefleksikan Potensi dan Perkembangan Sastra Jawa Barat di Festival Bukan Jumaahan Akbar

Estetika yang Tercermin dalam Tindakan
Keindahan karya seni tidak sebatas pada visual atau bagaimana sang seniman menguasai kemampuan teknis yang menyempurnakan karyanya. Keindahan seni mesti memantulkan pada tindakan keseharian sang seniman maupun penikmatnya.
Mengutip Michael Hauskeller dalam Seni-Apa Itu? Posisi Estetika dari Platon sampai Danto (2021) “Hanya seni yang mampu mengajari manusia untuk mengendalikan nafsunya, untuk menjalani hidup penuh dengan kebajikan serta mencari kebenaran, barulah seni itu mempunyai makna”.
Sinergi tersebut pada akhirnya membentuk caranya memandang karya, sebagai seorang pendidik dan seniman, AD Pirous memandang karya seninya sebagai anak dari buah pikirannya yang harus diperlakukan dengan baik. Karya seni bukan sesuatu yang disimpan seorang diri, tetapi sebagai sesuatu yang harus bermanfaat dan menjangkau berbagai kalangan.
Hal tersebut tercermin dalam tindakanya yang menginisiasi Pasar Seni ITB yang diselenggarakan secara berkala setiap tahun untuk mempertemukan karya seni dengan publik. Juga responsnya terhadap harga-harga lukisan yang terkesan eksklusif dengan mengembangkan teknik cetak saring untuk menduplikasi karya tanpa mengurangi kualitasnya sehingga karya dapat terjual dengan harga yang wajar.
Menurut Eka Pasar Seni ITB yang diinisiasi AD Pirous bertujuan bagaimana seni menjangkau masyarakat, semua orang. Seniman-seniman di Pasar Seni ITB harus membuat karya-karya yang bisa dijangkau oleh masyarakat bawah atau masyarakat pasar.
“Sehingga mereka (masyarakat) juga punya semacam pengalaman kalau tidak bisa membeli, juga bisa memiliki kalau misal ada kemampuannya dan keinginannya,” tutur Eka, yang menilai Pirous sebagai guru dan perupa yang mempengaruhi lingkungan sekitarnya.
Memaknai Sinergi Segitiga
Pameran yang berlangsung hingga akhir tahun 2025 ini mengajak publik untuk melintasi berbagai simbol Penggambaran alam hingga benda sebagai sesuatu yang setara, berperasaan, berkarakter, dan memberi motivasi, yang melalui pesan-pesannya menekankan pada sikap positif.
Percakapan spiritual seperti nilai nilai kesabaran, kebermanfaatan dan hikmah antara masa lalu dan masa depan. Bahkan karya yang bersifat kritik, Pirous tetap menekankan pada sifat yang reflektif, bahwa ada tiga titik yang saling terhubung, akan runtuh jika salah satunya dihilangkan.
“Sinerginya itu yang pertama tentang waktu, dulu, sekarang dan masa depan, tentang hubungan manusia, Allah dan alam, vertikal, horisontal, diagonal. Terus yang ketiga tentang, mata, hati, otak, mulut, dan tangan itu artinya tindakan pikiran dan perasaan dan perbuatan itu sama, harus sinergi. Antara pikiran kita, apa yang diucapkan, apa yang dilakukan dengan perasaan kita itu harus sinergi,” ungkap Eka.
Memandang potensi pada bahasa yang tertuang dalam karya-karya Pirous, nilai-nilai positif tersebut pada akhirnya turut membentuk cara galeri ini dalam menyelenggarakan kegiatan baik pameran maupun nonpameran. Sebagai bentuk pengamalan nilai-nilai yang disampaikan AD Pirous: untuk selalu berkreasi. Sebagai ekspresi kecintaan pada yang memberi kuasa dan kehidupan.
***
*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB