Rhythms in Flux: Dua Dekade Kota Bandung dalam Lensa Jalanan
Lebih dari satu dekade Andriana TJ menelusuri Kota Bandung dengan kameranya. Ia membuat arsip visual yang jarang tercatat sejarah.
Penulis Fitri Amanda 24 Oktober 2025
BandungBergerak - Setelah lebih dari sepuluh tahun konsisten memotret kehidupan jalanan, fotografer Andriana TJ merilis buku foto “Rhythms in Flux”. Buku ini menjadi rangkuman visual perjalanan Kota Bandung dari tahun 2010 - 2024 yang dilihat melalui gaya berpakaian, ruang publik, dan dinamika sosial masyarakat di dalamnya.
Sejak 2010, bahkan jauh sebelum itu, Andri menelusuri Kota Bandung dengan kamera, merekam denyut kehidupan kota yang terus bergerak dan berubah. Dari Braga ke Tegalega, dari Pasar Baru hingga ke Car Free Day (CFD), ia membuat arsip visual yang jarang tercatat sejarah tentang keseharian warga, ritme sosial, dan estetikanya.
Konsistensi Andriana lahir dari prinsip sederhana: memotret kapan pun, di mana pun, jam berapa pun. Ia menjadikan jalanan sebagai tempat belajar. Rasa takut, canggung, bahkan cemas, semua perasaan itu hadir pada waktu-waktu pertamanya memotret. Tetapi, seperti yang ia pelajari dari Joel Meyerowitz, seorang fotografer jalanan asal Amerika, ia harus melatih empat hal yaitu, dapat berargumentasi dengan diri sendiri dalam melawan rasa takut, bagaimana bergerak di jalanan, memahami situasi dan kondisi jalanan, dan bagaimana caranya berbaur dengan situasi tersebut.
“Karena pressure (tekanan) di jalanan tuh bukan main, tekanannya tuh wah sangat beda banget seperti di awal, awalnya tuh seperti ‘ah gampang moto gini mah’,” ucap Andriana di diskusi Buku Fotografi Rhythms in Flux, Senin, 20 Oktober 2025, di Perpustakaan Bunga di Tembok.
Melalui pengalamannya selama bertahun-tahun memotret di jalanan, Andriana dapat memetakan situasi sosial di Kota Bandung yang terus berubah. Menurutnya, setiap ruang memiliki tensinya tersendiri. Seperti di Pasar Baru yang memiliki risiko konfrontasi dengan preman yang membuatnya harus lebih waspada dalam mengambil gambar. Kemudian pada saat Car Free Day (CFD) yang dominan diisi dengan kelas menengah dan harus dapat menakar jarak yang harus ia lakukan.
Secara tidak langsung, melalui foto-fotonya Andriana mencatat perubahan Kota Bandung. Kepemimpinan di Kota Bandung silih berganti, namun konsistensi Andri dalam memotret tidak pernah berhenti, mulai dari era Dada Rosada, Ridwan Kamil, hingga Yana Mulyana. Dengan gedung, jalanan, dan ruang publik yang menjadi latar fotonya, memperlihatkan indikator perubahan kebijakan dan estetika kota. Contohnya Alun-Alun Bandung pada masa Dada Rosada dan masa Ridwan Kamil, menghadirkan wajah publik yang sangat berbeda. Transformasi ruang terekam dalam foto-fotonya.
Judul Rhythms in Flux lahir dari pembacaan kuratorial terhadap cara Andri memotret di jalanan. Menurut Frans Ari Prasetyo yang berperan dalam produksi buku foto ini, rhythms merujuk pada ritme yang muncul melalui kebiasaan dan gaya memotret Andri. Meskipun Andriana kerap menyebutkan bahwa ia datang ke jalanan dengan pikiran kosong tanpa perencanaan, Frans menegaskan bahwa sebenarnya Andriana membawa selera dan referensi-referensi yang sudah tertanam di alam bawah sadarnya yang membuatnya peka terhadap ekspresi fesyen dan identitas di ruang publik.
Sementara itu, flux menggambarkan kekacauan dan kompleksitas yang Andriana temui di jalanan selama memotret, seperti keberagaman gaya, lapisan sosial, serta benturan norma dan ekspresi yang hidup berdampingan di Kota Bandung.
Bagi Frans, Rhythms in Flux merupakan pertemuan antara keteraturan dan ketidakteraturan, ritme sebagai hasil disiplin dan kebiasaan yang dibangun, dan fluks sebagai cerminan kota yang terus bergerak dan berubah.
Ketekunan Andri menjadi dasar dari buku foto terbarunya, yang kemudian dibingkai melalui esai konseptual “Mode, Memento, and Memory” yang ditulis oleh Frans.
Baca Juga: Bandung Photography Month 2024, Memaknai Tanah Air dalam Bingkai Fotografi
Fotografer Pernikahan: Perdebatan antara Visual dan Harga
Mode, Memento, and Memory
Esai yang ditulis Frans dalam buku foto ini berangkat dari pertanyaan “apakah fotografi dapat menunjukkan bagian dari minat atau keterampilan yang memahami mobilitas orang bergerak, serta mode kenang-kenangan mereka di ruang publik?” Bisa, jawab Frans. Menurutnya, foto-foto Andrina menjadi bukti bahwa kamera bukan hanya alat untuk merekam momen, melainkan juga untuk membaca fenomena sosial dan ingatan kolektif kota.
“Dia (Andriana) menunjukkan minat untuk mengambil foto, Andri mengeksekusinya, saya mengeksekusinya, mungkin banyak teman-teman juga mengeksekusi di ruang publik tertentu,” ungkap Frans.
Tajuk esai Mode, Momento, and Memory dalam buku foto ini memiliki maknanya masing-masing. Mode, kata Frans memiliki dua makna yang saling berkaitan. Di satu sisi, mode diartikan dengan gaya berbusana sebagai cara seseorang menampilkan identitasnya di hadapan publik dan minat Andriana terhadap fesyen.
Di sisi lain, Frans juga menafsirkan mode sebagai mekanisme produksi, tentang bagaimana cara Andriana menghasilkan karya fotografi. Dengan kata lain, mode yang dimaksud oleh Frans tidak hanya pada subjek fotonya, melainkan juga pada cara Andriana memproduksi suatu karya dan minatnya.
Istilah Memento diadopsi Frans dari film karya Christopher Nolan berjudul “Memento” yang memperlihatkan kompleksitas identitas karakternya. Memento ingin menggambarkan bagaimana Andriana menunjukkan kompleksitas identitas yang muncul di ruang-ruang publik yang didasari oleh ketertarikannya terhadap fesyen. Foto-foto Andriana bukan sekadar dokumentasi, melainkan bentuk memento.
Terakhir, Memory, dipilih karena fotografi jalanan lebih dekat dengan pengalaman dan ingatan kolektif. Dalam konteks ini, memori bersifat publik sekaligus personal.
Melalui esai ini, Frans memperlihatkan bagaimana foto-foto Andriana bukan hanya dokumentasi gaya hidup warga Bandung semata, tetapi juga tentang cara fotografernya membaca identitas warga, bagaimana mereka membentuk citra diri, mengingat, dan diingat oleh ruang. Buku foto ini memperlihatkan bagaimana kespontanan fotografer yang terjadi di jalanan akan selalu ada ritme dan makna yang dapat dirangkai menjadi ingatan kolektif mengenai sebuah kota yang terus bergerak.
***
*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

