• Berita
  • Jejak Kawasan Cagar Budaya Bandoengsch Villapark yang Terlupakan

Jejak Kawasan Cagar Budaya Bandoengsch Villapark yang Terlupakan

Bandoengsch Villapark, kawasan cagar budaya rancangan Charles Proper Wolff Schoemaker. Terletak di jantung kota. Kini terlupakan.

Peta yang dimuat Koran De Preangerbode tentang kawasan cagar budaya Bandoengsch Villapark, didiskusikan di peluncuran buku Menemukan Bandoengsch Villapark karya Karguna Purnama Harya, di Nutrihub, Sabtu, 1 November 2025. (Sumber: Dokumen Karguna Purnama Harya)

Penulis Retna Gemilang6 November 2025


BandungBergerak - Di tengah polemik Perda Cagar Budaya yang baru di Kota Bandung, yang dikhawatirkan menghapus bangunan-bangunan berstatus heritage, seorang peneliti menemukan data keberadaan kawasan cagar budaya bernama Bandoengsch Villapark. Membentang dari Dago hingga Cikapundung, kawasan ini dirancang arsitek kenamaan zaman kolonial Charles Proper Wolff Schoemaker.

Karguna Purnama Harya, peneliti yang membukukan temuannya ke dalam buku “Menemukan Bandoengsch Villapark”, menceritakan proses penelusuran kawasan cagar budaya ini. Menurutnya, Bandoengsch Villapark menjadi salah satu karya arsitektur C.P. Wolff Schoemaker yang selama ini tidak diketahui keberadaannya oleh masyarakat.

Arkeolog publik tersebut menjelaskan, Bandoengsch Villapark merupakan sebuah komplek vila sejuta gulden dengan luas 13 hektare yang terletak di tengah kota Bandung. Riset ini berangkat dari keresahannya ketika membaca biografi Schoemaker di buku Arsitektur Tropis Modern: Karya dan Biografi C.P. Wolff Schoemaker karya C.J. Van Dullemen. Di buku ini terdapat paragraf singkat yang menyebutkan Schoemaker membuat gedung arsitektur dan sebuah komplek villa sejuta gulden tahun 1918.

"Luasnya sekitar 13 hektare dan jumlah bangunannya kurang lebih 90-an bangunan. Sudah aja segitu, enggak ada nama, enggak ada letaknya di mana, tapi di Bandung katanya," ujar Karguna, di diskusi peluncuran buku Menemukan Bandoengsch Villapark, di Nutrihub Bandung, Sabtu, 1 November 2025.

Demi menelusuri jejak Villapark di tengah Kota Bandung, Karguna melakukan penelitian dengan metode penelusuran desk-based assessment (DBA). Informasi dan penelitian digali melalui tiga tahap, yakni arsip tertulis dengan buku dan koran tua. Kedua, arsip kartografis dengan peta-peta kuno, dan terakhir melalui arsip visual dengan foto-foto tua.

Dalam upaya penelitian pertamanya, ia menemukan petunjuk di buku "Arsitektur di Nusantara" karya Obbe Norbruis di halaman 314. Di sana disebutkan bahwa komplek vila ini terletak di antara Jalan Dago dan Cikapundung. Dari petunjuk itu, Karguna menemukan koran Belanda De Preangerbode Ochtend-En Avondblad dengan judul berita "De uitbreiding van Bandung" atau Perluasan Kota Bandung yang terbit pada 1918.

"Saya langsung ngecek korannya, ternyata benar ada. Di sini sedang dibangun komplek Bandoengsch Villapark yang gede katanya yang ada taman-tamannya di bawah arahan atau pimpinan C.P. Schoemaker en Associatie di Bandung dengan modal 1 juta gulden berluaskan 130.000m2," paparnya sembari menerjemahkan koran Belanda ke dalam bahasa Indonesia.

Pada temuan koran lainnya, Karguna menemukan iklan bahwa Bandoengsch Villapark dijual kepada masyarakat. Diketahui bahwa komplek ini memiliki 84 unit dengan sertifikat hak milik dengan pemandangan bukit dan lembah. Di koran terbitan tahun 1918, Karguna juga menunjukkan denah Bandoengsch Villapark yang berbentuk bunga tulip dengan penamaan jalan di zaman Hindia Belanda.

Setelah penelitian berdasarakan arsip tertulis, Karguna juga membandingkan penelitian berdasarkan arsip kartografi dari empat peta kuno sejak zaman Hindia Belanda.

Pada peta VOC tahun 1720, ia hanya menemukan hamparan dataran luas. Berlanjut pada peta 1910 diketahui hanya ada kawasan Dago dan Lembang yang dilewati Sungai Cikapundung dengan tanah persawahan. Pada peta tahun 1921 sudah terlihat kawasan kampus ITB sudah mulai dibangun, namun penamaan jalannya belum rampung. Di peta tahun 1924 Karguna menemukan denah Villapark yang menjadi petunjuk awal yang penting.

Karguna menjelaskan letak utara Villapark ini melewati jalan Multatuliboulevard yang kini menjadi Jalan Sulanjana. Bagian barat melewati Parkweg yang kini menjadi Jalan Tamansari. Bagian timurnya, melewati Dagoweg yang kini menjadi Jalan Dago atau Ir. H. Juanda. Area komplek Villapark ini melewati area Jalan Sawunggaling, Hariangbanga, Ranggamalela, Ranggagading, hingga Purnawarman dengan gerbang kompleknya melalui taman yang kini dikenal Taman Radio.

Karguna mengeluhkan, sulit mendapatkan arsip visual bangunan-bangunan Bandoengsch Villapark. Pada metode penelitian ketiga ini ia berusaha menggunakan teknik Ground Control Point (GCP) di mana dilakukan penempatan titik referensi fisik di darat dengan koordinat 3D demi meningkatkan akurasi peta. GCP dilakukan Karguna melalui arsip foto udara.

"Saya langsung putar haluan, mungkin ada bisa kelihatan di foto udara. Tapi untuk mendapatkan foto udara yang bisa melihat Bandoengsch Villapark kita perlu alat untuk mencarinya. Alatnya pakai peta tadi (dengan metode GCP) dengan kita tentukan titik patokannya," jelasnya.

Karguna menemukan jejak visual Villapark dari tiga foto udara tahun 1921 dan 1925. Kawasan komplek 13 hektare ini memiliki enam blok dari blok A hingga F. Setiap bangunannya memiliki logo perusahaan Schoemaker, Makarakala, asal kata ‘Kala’ yang berarti raksasa, dan ‘Makara’. Kamus Besar Bahasa Indonesia online menjelaskan bahwa makara: “binatang dalam cerita yang bersifat mitologis dengan rupa mengerikan, yang dipakai sebagai motif hiasan, umumnya pada candi atau arca pada zaman dahulu, baik dikombinasi maupun tidak dengan kepala kala”.

"Kalau kalian melihat logo ini di bangunan-bangunan di Bandung, pasti buatan Schoemaker," paparnya, sembari menunjukkan logo Makarakala.

Baca Juga: Perda Cagar Budaya Bandung Dikhawatirkan Menghapus Heritage secara Terselubung
Menggugat Penghapusan Daftar Cagar Budaya Kota Bandung di Perda Baru

Peluncuran buku Menemukan Bandoengsch Villapark karya Karguna Purnama Harya, di Nutrihub Bandung, Sabtu, 1 November 2025. (Foto: Retna Gemilang/BandungBergerak)
Peluncuran buku Menemukan Bandoengsch Villapark karya Karguna Purnama Harya, di Nutrihub Bandung, Sabtu, 1 November 2025. (Foto: Retna Gemilang/BandungBergerak)

Jejak Komplek Vila yang Terlupakan

Seiring berjalannya waktu, jejak keberadaan Bandoengsch Villapark kini kian terlupakan setelah terakhir hadir di Peta Bandoeng sheet 1 tahun 1935 dan koran De Preangerbode edisi 2 September 1924. Komplek vila ini akhirnya terlupakan dan tergantikan dengan area perkotaan modern dan komersial.

"Karena jaringan jalannya itu dihibahkan ke kota Bandung, ke wali kotanya, kalau enggak salah Bestus Coops. Otomatis yang asalnya kompleks ekslusif, (sekarang) jalannya jadi jalan umum, sudah bukan komplek eksklusif lagi dan dilupakan," ujarnya.

Karguna menyayangkan, pada dasarnya Bandoengsch Villapark memiliki potensi sebagai destinasi wisata cagar budaya di pertengahan kota Bandung. Setidaknya, terdapat sisa-sisa rumah peninggalan Schoemaker, salah satunya rumah khas Hindia Belanda di Jalan Dacostaboulevard 2 yang kini berganti nama jadi jalan Sawunggaling.

Kini keberadaan rumahnya tidak terawat dan ditinggalkan begitu saja. Padahal, ujar Karguna, satu rumah peninggalan Bandoengsch Villapark membuka potensi penelitian dan pariwisata budaya di masa depan, layaknya penemuan Piramida di Mesir yang menjadikan Piramida ikonik wisata dari manca negara.

"Kebayang ada 84 kavling, satu kavling rumahnya bisa diteliti bisa jadi berapa skripsi. Ini 84 rumah, bisa wisata heritage. Nanti kalau misalkan kita bisa neliti bareng, ada kisah apa aja di situ," paparnya.

Upaya Melestarikan Cagar Budaya

Dari peluncuran bukunya Menemukan Bandoengsch Villapark, Karguna tidak berhenti hanya di sini saja. Ia juga turut berupaya mengajak Pemkot Bandung terutama Dinas Kebudayaan untuk ikut melestarikan Bandoengsch Villapark sebagai proyek cagar budaya di tengah isu perubahan Perda Cagar Budaya.

"Terus sekarang kan ada isu perubahan Perda Cagar Budaya, ini mungkin sangat stategis bahwa pemerintah jangan sembarangan mengubah Perda Cagar Budaya dan menghapus statusnya," ujarnya.

"Saya enggak tahu, ya, isinya Perda Cagar Budaya yang sekarang. Tapi jika isinya berupaya untuk menghapuskan bangunan-bangunan atau benda-beda cagar budaya, maka bersiap-siaplah itu sama dengan menghancurkan lapangan kerja dan sejarah," sambungnya.

Balqis Suhailimuna Faza seorang peserta dari Protokol UIN Bandung juga melihat Bandoengsch Villapark bisa menciptakan lapangan pekerjaan yang baru di masa depan dan menumbuhkan laju perekonomian bagi warga Bandung.

Balqis melihat upaya melestarikan sejarah dan budaya melalui Bandoengsch Villapark dapat mengungkap sejarah baru yang sudah lama warga Bandung lupakan.

"Aku ngerasa kalau misal emang Bandoengsch Villapark ini semakin dikenal mungkin bisa dihubungkan dengan Dinas Kebudayaan, jadi (menumbuhkan) lapangan pekerjaan juga untuk warga Bandung dan sekitarnya. Jadi, kalau misal ini emang benar-benar ditekankan banget, insightful-nya banyak banget," tutupnya.

***

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//