• Berita
  • Menggugat Penghapusan Daftar Cagar Budaya Kota Bandung di Perda Baru

Menggugat Penghapusan Daftar Cagar Budaya Kota Bandung di Perda Baru

Perda Nomor 6 Tahun 2025 tentang Pengelolaan dan Pelestarian Cagar Budaya dinilai dinilai menghilangkan daftar cagar budaya atau heritage di Kota Bandung.

Sepasang bangunan kembar dilihat dari seberang Jalan Gatot Subroto, Jumat (30/4/2021). Kedua bangunan cermin karya Sukarno ini menjadi gerbang masuk kawasan permukiman di Malabar. (Foto: Virliya Putricantika)

Penulis Awla Rajul24 Juli 2025


BandungBergerak.idSejumlah aktivis cagar budaya Kota Bandung membuat petisi daring melalui laman change.org, Jumat, 18 Juli 2025, terkait dengan diberlakukannya Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2025 tentang Pengelolaan dan Pelestarian Cagar Budaya (heritage). Perda ini menggantikan Perda Nomor 7 Tahun 2018 ini dinilai akan menghilangkan kearifan lokal Kota Bandung di bidang cagar budaya.

Hingga berita ini diterbitkan, sudah ada 509 orang yang menandatangani petisi daring ini. Dalam deskripsi petisi, disebutkan, setidaknya ada tiga masalah yang diduga muncul dengan diberlakukannya perda terbaru tentang pengelolaan cagar budaya, yaitu dihapuskannya penggolongan bangunan cagar budaya, ketentuan pelestarian tiap golongan bangunan cagar budaya, dan pemberian insenstif bagi pemilik cagar budaya.

Perda Nomor 6 Tahun 2025 tentang Pengelolaan dan Pelestarian Cagar Budaya juga dinilai menghilangkan daftar cagar budaya di Kota Bandung yang terlampir dalam Lampiran Perda No. 7 Tahun 2018. Lampiran tersebut menyatakan terdapat 1.770 cagar budaya, terdiri dari 255 Bangunan Golongan A, 454 Bangunan Golongan B, 1.061 Bangunan Golongan C, 70 Situs Cagar Budaya, 26 Struktur Cagar Budaya, dan 24 Kawasan Cagar Budaya.

Yang terakhir, pemberlakuan Perda terbaru menurunkan status cagar budaya di Kota Bandung menjadi ODCB (Obyek Diduga Cagar Budaya), yang dinilai memerlukan waktu, biaya, dan usaha untuk menetapkannya kembali.

“Dengan hilang status cagar budayanya, bangunan-bangunan penting di Kota Bandung seperti: Gedung Merdeka, Gedung Pakuan, Pendopo Kota Bandung, Gedung Balai Kota Bandung, Villa Isola, Gedung KODAM Siliwangi, serta gedung-gedung militer di sekitarnya pun menjadi kehilangan perlindungannya secara hukum cagar budaya,” mengutip dari laman petisi yang dibuat oleh Koko Qomara.

Petisi juga menyebutkan kontradiksi di dalam aturan terbaru. Pasal 33 menyatakan seluruh cagar budaya diturunkan menjadi ODCB. Sementara Pasal 34 menyatakan bahwa ada 321 buah bangunan cagar budaya golongan B yang diakui status cagar budayanya karena dinyatakan dalam daftar cagar budaya dan ditetapkan melalui Keputusan Walikota Bandung Nomor 646/Ke.1244-DisBudPar/2013 dan Keputusan Walikota Bandung Nomor 431/Kep.565-DisBudPar/2015.

Penghapusan Daftar Cagar Budaya disebutkan karena penerapannya yang tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2022 tentang Register Nasional dan Pelestarian Cagar Budaya yang baru terbit pada tanggal 3 Januari 2022.

Adalah tidak benar bila dikatakan bahwa penetapan daftar cagar budaya tersebut tidak melalui kajian yang tata caranya baru diberlakukan pada tahun 2022 lewat Peraturan Pemerintah Nomor 1. Karena kajian-kajian yang telah dilakukan sudah dijalankan sejak tahun 1989 secara berturut-turut yang tentu tata caranya tidak sama dengan tata cara baku Pemerintah RI yang terbit belakangan, sementara hukum/peraturan tidak mengenal asas retroaktif,” dikutip dari petisi.

Aktivis cagar budaya berpendapat, dengan menurunkan derajat cagar budaya di Kota Bandung menjadi ODCB melalui aturan terbaru, membuat perlu adanya pengkajian ulang untuk penetapan kembali, yang justru membutuhkan waktu lama dan biaya besar. Sementara kemampuan dan prioritas anggaran Kota Bandung dinilai masih belum dapat memenuhinya.

Melalui petisi tersebut, para aktivis Cagar Budaya mengajukan permohonan untuk menemui Anggota DPRD Kota Bandung Komisi A dan Komisi C untuk berdiskusi berkaitan dengan Cagar Budaya.

BandungBergerak telah menanyakan lebih lanjut ke salah satu aktivis Cagar Budaya Kota Bandung, David Bambang Soediono, mengenai petisi tersebut. Pihaknya masih memikirkan upaya apa selanjutnya yang akan diambil setelah petisi tersebut mencapai target. Pihaknya juga menanti tanggapan dari dinas terkait, yaitu Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Bandung, mengenai apa urgensi utama pembentukan regulasi tentang Cagar Budaya.

“Merekalah yang paling punya alasan kenapa diperlukan adanya Perda baru di luar sinkronisasi/harmonisasi terhadap peraturan-peraturan di atasnya,” ungkapnya melalui pesan singkat, Selasa, 22 Juli 2025.

Baca Juga: Jalan-jalan Menyejarah bersama Sahabat Heritage Indonesia
Hal Ikhwal Pelestarian Cagar Budaya di Kota Bandung

Komplek cagar budaya proyek Laswi City Heritage. Nantinya area ini akan disulap jadi pusat bisnis, hiburan, gaya hidup, edukasi sejarah, dan ruang publik. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)
Komplek cagar budaya proyek Laswi City Heritage. Nantinya area ini akan disulap jadi pusat bisnis, hiburan, gaya hidup, edukasi sejarah, dan ruang publik. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Harmonisasi Regulasi dan Penerapan yang Sistematis

Pamong Budaya Ahli Pertama Disbudpar Kota Bandung Garbi Cipta Perdana menyatakan, tidak adanya lagi klasifikasi golongan dalam Perda Nomor 6 Tahun 2025 lantaran kontruksi hukum yang berbeda. Perda terbaru ini mengikuti kontruksi hukum di atasnya, yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya dan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2022 tentang Register Nasional dan Pelestarian Cagar Budaya.

Hadirnya regulasi baru ini merupakan upaya harmonisasi kebijakan. Ia menegaskan, sulit sekali bagi Kota Bandung untuk mempertahankan klasifikasi/golongan tersebut, sementara aturan di atasnya tidak ada. Aturan vertikalnya mengenal pemeringkatan.

“Pemeringkatan ini adalah bagian dari tanggung jawab pengelolaan dan pengawasan sebenarnya. Nanti jadi ada cagar budaya peringkat kota, peringkat provinsi dan juga ada peringkat nasional. Dan tentunya objek-objek itu bisa jadi peringkat kota, provinsi atau nasional harus berjenjang. Di Bandung sendiri ada sekitar delapan objek cagar budaya peringkat nasional dan itu semua terkait dengan konferensi Asia Afrika,” ungkapnya saat ditemui di kantornya, Senin, 21 Juli 2025.

Hilangnya penggolongan ini juga tidak menghilangkan tanggung jawab pemerintah untuk pemberian insentif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Malahan, melalui aturan turunannya yang tengah digodok, akan ditentukan besaran baru untuk angka insentif yang didasarkan pada klasifikasi dan tingkat produktifitas objek cagar budaya. Detailnya akan diatur melalui Peraturan Wali Kota.

Garbi juga menekankan, sejumlah cagar budaya yang terlampir di dalam Lampiran Perda 7/2018, tidak serta-merta seluruhnya turun menjadi ODCB. Sebab, sudah ada 344 objek Cagar Budaya yang ditetapkan melalui Keputusan Wali Kota maupun Keputusan Menteri. Beberapa di antaranya bahkan sudah memiliki peringkat kota dan nasional. Perubahan melalui Perda terbaru ini adalah upaya proses transisi menuju sistem Ragister Nasional.

“Adanya Pasal 33 merupakan upaya untuk memastikan bahwa seluruh data cagar budaya yang pernah teridentifikasi diverifikasi kembali dan terintegrasi secara benar ke dalam Sistem Register Nasional yang baru, guna mencapai standardisasi dan akuntabilitas yang lebih tinggi. Ini adalah proses penertiban data dan administrasi, bukan penghapusan status,” ungkap Garbi.

Menurutnya, regulasi sebelumnya tentang Cagar Budaya memiliki kelemahan tertentu, baik di tingkat teknis pelaksanaannya, penjagaan objek-objek cagar budaya, maupun kekuatan hukumnya. Regulasi yang terbaru ini bertujuan untuk mewujudkan pengelolaan dan pelestarian cagar budaya yang lebih sistematis, efektif, dan sesuai standar nasional.

Hal ini, bisa dilihat dari ketentuan baru yang mewajibkan pembentukan Tenaga Ahli Cagar Budaya (TACB) yang seluruhnya memiliki sertifikasi. Wali Kota juga dibebankan tanggung jawab untuk melaksanakan pendaftaran ODCB dan memastikan pengelolaan terpadu, serta pengaturan yang lebih jelas mengenai kepemilikan, pengalihan, hingga pendanaan pelestarian cagar budaya.

Garbi juga menjelaskan, pemerintah Kota Bandung juga berencana menjadikan Cagar Budaya sebagai nilai tawar untuk hubungan diplomasi dengan negara tertentu. Cagar Budaya akan dimanfaatkan sebagai kekayaan, alih-alih hanya sebagai objek untuk meromantisasi masa lalu. Ia juga membeberkan, tahun ini, Pemkot Bandung merencanakan penetapan 20 Cagar Budaya di tahun 2025, baik yang baru maupun termasuk 1.770 dari Cagar Budaya sebelumnya yang ada di dalam lampiran perda sebelumnya.

“Kita posisikan sebagai kekayaan yang benar-benar untuk ke masyarakat, bukan lagi hanya kita meromantisasi masa lalu. (Itulah mengapa perlu kita memahami yang) Dimaksud dengan pengelolaan yang univokal, milik bersama. Milik bersama itu dari tahapan pendaftaran, pengkajian, bahkan penetapan, pengelolaan dan sebagainya, kita bicarakan bersama-sama,” pungkasnya.

***

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//