Jalan-jalan Menyejarah bersama Sahabat Heritage Indonesia
Sahabat Heritage Indonesia (awalnya Sahabat Heritage Bandung) mengaspresiasi sejarah dengan cara jalan-jalan. Berjejaring dengan komunitas lain menjadi kunci.
Penulis Muhammad Akmal Firmansyah10 Januari 2024
BandungBergerak.id – Beragam cara bisa dilakukan untuk mengaspresiasi sejarah, misalnya dengan jalan-jalan seperti yang biasa dilakukan Sahabat Heritage Indonesia. Komunitas pecinta sejarah ini sudah empat tahun mengapresiasi sejarah dengan gaya unik jalan-jalan ke petilasan atau gedung-gedung bersejarah yang tersebar di Indonesia.
Usia empat tahun bagi komunitas yang berdiri di Kota Bandung ini bukanlah sesuatu yang mudah. Berawal dari grup di sebuah media sosial, kelompok ini kemudian membentuk komunitas dengan anggota dari lintas usia, golongan, dan displin ilmu. Perbedaan tersebut disatukan dengan minat yang sama: sejarah.
“Sebenarnya, awalnya sekelompok orang saja yang menikmati berkunjung ke bangunan-bangunan heritage. Bermula dari grup Facebook Penggemar Bangunan Kolonial,” kata Anugrah, salah satu pendiri Komunitas Sahabat Heritage Indonesia (SHI), Sabtu, 6 Januari 2024.
Dari Facebook mereka janjian bertemu di kuburan Belanda Ereveld Pandu, 9 Desember 2019. Sebelumnya mereka tak saling mengenal satu sama lain. Maklum karena selama itu mereka hanya bersua di lini maya.
Hasil kopi darat itu menyepakati berbagai rencana, salah satunya mengenai eksplorasi berbagai bangunan bersejarah di Kota Cimahi dan Sumedang. Tetapi agenda ini urung sebab pandemi Covid-19. Kegiatan terpaksa beralih ke ruang daring.
“Kita ganti kegiatannya, kita banyak diskusi Zoom dari mulai bagaimana cari sumber sejarah, bagaimana tentang tokoh-tokoh dan beberapa operasi-operasi militer itu kita bahas semua,” jelas Anugrah.
Pandemi Covid-19 melahirkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) atau karantina wilayah. Kebijakan ini memberatkan komunitas yang mebutuhkan pertemuan-pertemuan tatap muka.
Kendati demikian, komunitas bisa juga melakukan eksplorasi dengan pembatasan cukup ketat. “Kita eksplor atau ulin, kita ke Tasikmalaya, kita ke Batavia. Batavia itu event tahunan, ke Jakarta eksplor semua tempat bersejarah di sana,” ujar Anugrah.
Baca Juga: Sahabat Heritage Indonesia: Mencintai Cagar Budaya dengan Berkomunitas
Komunitas Aleut Susur Rantai Sejarah Bandung Sampai Gunung
Gaya Hidup Hemat Listrik Demi Bumi
Berjejaring Adalah Konsep Bertahan
Jejaring menjadi modal utama Sahabat Heritage Indonesia untuk terus bertahan. Dengan berjejaring pula mereka bisa mengakses bangunan-bangunan yang tidak bisa diakses publik dan menceritakan hasilnya.
Contoh, orang tidak bisa sembarangan masuk ke heritage seperti eks pabrik kina Bandung, Kantor Kimia Farma Jakarta yang pernah menjadi tempat konferensi Sumpah Pemuda pertama, loji Freemason, serta bekas istana Deandles yang sekarang dikelola Kementerian Keuangan.
“Setiap tempat yang kita datangi merangkul komunitas setempat, bahkan di Belanda kita mempunyai jaringan,” tambahnya.
Awalnya Sahabat Haritage Indonesia bernama Sahabat Heritage Bandung (SHB). Pergantian nama ini tampaknya terkait dengan perluasan lokasi penjelajahan yang tak hanya di Bandung. Baik SHI maupun SHB tetap menjalankan minat yang sama, yakni mencintai sejarah dengan merayakan dan mengaspresiasi hingga menimbulkan rasa cinta untuk melestarikan.
“Sebagai komunitas, penggiat dan penikmat. Kita yang bangun adalah mental anggota komunitas kita mengapresiasi haritagenya sebar luaskan cerita, sehingga dengan begitu itu akan lebih banyak lagi yang konsen terhadap hal begitu,” papar Anugrah.
Sekarang, SHI memiliki jumlah anggota 170 orang yang berasal dari berbagai kota hingga luar negeri seperti Belanda. Anggota paling banyak berasal dari Bandung.
Berjejaring dan berkolaborasi dengan penggiat sejarah di berbagai kota juga menjadi langkah yang dipilih SHI untuk mengaspresiasi nilai-nilai masa lalu baik sejak zaman Hindia Belanda maupun sejarah umumnya.
Pendiri SHI sekaligus penulis sejarah Ryzki Wiryawan mengatakan, berjejaring atau berkolaborasi merupakan bagian dari apresiasi sejarah. “Keinginan kita merayakan masa lalu, merayakan sejarah, bagaimana kita mengapresiasi apa yang telah dikerjakan oleh orang tua dulu,” tutur penulis buku sejarah tentang gerakan Freemason di Bandung.
Pada perayaan usianya yang keempat, Sahabat Heritage Indonesa mengisinya dengan jalan-jalan sejarah di sekitar Jalan Dago, mengadakan pameran sejarah, dan diskusi dengan sesama komunitas heritage di Kota Bandung yakni Ojel Sansan Yusandi dari Komunitas Bandoeng Waktoe Itoe dan pengiat sejarah asal Malang, Arief DKS.
Sama seperti Sahabat Heritage Indonesa, komunitas Bandoeng Waktoe Itoe (BWI) bergerak di lini sejarah. Kounitas ini terinspirasi dari komunitas heritage di Bogor. “Sama prinsipnya, selain menghayati dan memahami masa lalu,” ucap penulis novel Kala Murka.
Lain halnya dengan Ojel, Arief DKS menceritakan terbentuknya komunitas heritage di Malang yang disebabkan pandemi Covid-19. “Kita bikin walking tour, kita mengajak orang-orang yang selama ini Haritage. Jadi dasarnya itu ingin mengajak mengeksplorasi sejarah dari bangunannya dulu,” tutur Arief.
*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan lain Muhammad Akmal Firmansyah, atau membaca artikel-artikel Sejarah atau Komunitas