• Berita
  • Perda Cagar Budaya Bandung Dikhawatirkan Menghapus Heritage secara Terselubung

Perda Cagar Budaya Bandung Dikhawatirkan Menghapus Heritage secara Terselubung

Bangunan dan kawasan cagar budaya di Bandung yang telah ditetapkan cagar budaya turun status menjadi Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB).

Gedung cagar budaya yang kini digunakan Jabarano Coffee dan Icon Hub Braga di Jalan Braga, Bandung, 4 Oktober 2024. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Penulis Yopi Muharam27 Agustus 2025


BandungBergerakPemerintah Kota Bandung telah mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2025 tentang Pengelolaan dan Pelestarian Cagar Budaya. Perda ini menggantikan Perda Nomor 7 Tahun 2018. Namun, alih-alih memperkuat pelestarian, regulasi terbaru ini justru menuai kekhawatiran dari berbagai kalangan, terutama pegiat heritage, karena dinilai bisa menghapus identitas sejarah Kota Bandung.

Kekhawatiran memuncak sejak 18 Juli 2025, ketika sejumlah aktivis mengajukan petisi daring untuk menolak perda tersebut. Sorotan utama tertuju pada dihapusnya penggolongan bangunan cagar budaya, ketentuan pelestarian setiap golongan, serta insentif bagi pemilik bangunan heritage.

Dodi dari komunitas Bandung Heritage menilai penetapan bangunan dalam perda baru belum memadai. Padahal, ia menegaskan, identitas arsitektur Bandung harus dipertahankan, termasuk bangunan kolonial yang masuk kategori A hingga C.

“Yang kita permasalahkan itu bahwa bangunannya itu sendiri harusnya sudah ditetapkan dulu,” kata Dodi, di forum sosialisasi Perda Cagar Budaya yang digelar di Hotel Mercure City Centre, Bandung, 25 Agustus 2025.

Kritik senada disampaikan Reina dari Kolektif Rawayan. Ia menilai perda ini belum menyempurnakan kekurangan perda sebelumnya. Penurunan status bangunan heritage di Bandung menjadi Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) dinilai kontradiktif dengan regulasi lain seperti Permen PUPR No. 19 Tahun 2021.

Sementara itu, Ketua Komisi IV DPRD Kota Bandung Iman Lestariyono menyuarakan keprihatinan atas penurunan status hukum cagar budaya. Ia menegaskan pentingnya menjaga warisan budaya kota.

Ia mengidentifikasi empat masalah utama dalam perda baru, yaitu penghapusan data cagar budaya, menurunnya perlindungan hukum, hilangnya insentif bagi pemilik, dan pasal yang kontradiktif.

“Perlu memastikan sinkronisasi aturan tanpa mengorbankan aset heritage,” ujarnya.

Penghapusan Cagar Budaya Bandung

Perda ini diprakarsai oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Bandung. Sekretaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Nuzrul Irwan menyatakan perda ini sebagai upaya pembenahan dan penataan pelestarian lingkungan. Ia berharap sosialisasi ini meningkatkan koordinasi dan pemahaman antar pemangku kepentingan.

Maya Himawati, Sekretaris Komisi IV DPRD Kota Bandung, menyatakan perda ini bukan usulan dewan.

“Jadi, bukan dari kami, tapi kami menerima ajuan dari dinas perda lain,” ujar Maya.

Ia juga mengingatkan agar peraturan wali kota (perwal) yang akan dibuat setelah perda disahkan harus dirancang hati-hati, khususnya dalam menafsirkan Pasal 33 dan 34 dalam bab ketentuan peralihan. Pasal 33 menyebut bahwa seluruh objek dalam Lampiran Perda Nomor 7 Tahun 2018 dikategorikan sebagai Objek Diduga Cagar Budaya.

Pasal 34 mengatur bahwa penetapan cagar budaya sebelumnya tetap berlaku, dan pengelolaan harus disesuaikan dalam waktu satu tahun sejak perda berlaku. Maya meminta perwal disusun agar mudah dipahami masyarakat.

“Karena masyarakat teh kan tingkat pendidikannya bervariasi, jadi harus benar-benar mudah dicerna,” ujarnya.

Dampak langsung dari perda ini adalah dihapuskannya lampiran daftar 1.770 cagar budaya yang sebelumnya terdiri dari 255 Bangunan Golongan A, 454 Bangunan Golongan B, 1.061 Bangunan Golongan C, 70 Situs Cagar Budaya, 26 Struktur Cagar Budaya, dan 24 Kawasan Cagar Budaya. Semua cagar budaya ini statusnya diturunkan menjadi ODCB berdasarkan perda baru.

Baca Juga: Menggugat Penghapusan Daftar Cagar Budaya Kota Bandung di Perda Baru
Milangkala Bandung Heritage ke-38, Orang-orang Muda Melestarikan Bangunan Cagar Budaya

Sosialisasi Perda Cagar Budaya di Hotel Mercure City Centre, Bandung, 25 Agustus 2025. (Foto: Yopi Muharam/BandungBergerak)
Sosialisasi Perda Cagar Budaya di Hotel Mercure City Centre, Bandung, 25 Agustus 2025. (Foto: Yopi Muharam/BandungBergerak)

Status Hukum Cagar Budaya

Lutfi Youndri, arkeolog BRIN yang turut menyusun pengkajian perda, menjelaskan perlunya pengkajian ulang terhadap semua objek cagar budaya tersebut. Ia menyebut perda baru dirancang agar lebih sesuai dengan perkembangan kebijakan dan kondisi kota.

“Tapi dalam rangka penetapannya sebagai cagar budaya itu yang masih menjadikan penting untuk kita pikirkan,” katanya.

Menurut Lutfi, diperlukan lima langkah dalam penetapan cagar budaya: membedakan mana yang cagar budaya dan bukan; mencatat semua benda berusia lebih dari 50 tahun; menetapkan statusnya secara hukum; mengelola dan melestarikan; serta menyiapkan sanksi bagi pelanggaran. Ia menambahkan, ada dua kriteria penetapan: bangunan lebih dari 50 tahun bisa langsung dikaji, sedangkan yang di bawah usia itu memerlukan penelitian lebih lanjut.

Akademisi hukum dari Unpad Miranda Risang Ayu Palar juga menyoroti legalitas lampiran perda lama. Ia menilai daftar 1.770 bangunan dalam perda 2018 bermasalah secara hukum.

“Lampiran itu dasar hukumnya apa gitu?” katanya.

Menurutnya, daftar itu seharusnya bersifat beschikking atau decree, bukan sekadar lampiran. Karena tidak memiliki kekuatan hukum, maka harus diturunkan statusnya menjadi ODCB dan dikaji ulang untuk ditetapkan ulang.

“Tapi bukan berarti ditiadakan, jadi nanti objek itu diturunkan jadi ODCB (Objek Diduga Cagar Budaya),” lanjutnya.

Daftar bangunan tersebut menurutnya mesti dikaji ulang agar memiliki kekuatan hukum tetap.  Namun, pandangan Miranda ini memicu perdebatan dalam forum sosialisasi.

Former, ketua pansus Perda 2018, menilai penjelasan Miranda terkesan menyudutkan kerja pansus sebelumnya. Ia menyebut saat itu perda disusun dalam waktu terbatas, dengan rancangan yang belum sempurna. Ia juga membela keberadaan lampiran cagar budaya, menyebut adanya yurisprudensi yang mendasari penetapannya.

“Ya menurut kami sah-sah saja,” ujarnya.

Wali Kota Bandung, Muhamad Farhan, hadir dalam sosialisasi dan menyatakan bahwa pelestarian cagar budaya adalah bagian dari karakter kota.

“Cagar budaya itu tidak hanya sekedar wajah Kota Bandung, tetapi juga karakter Kota Bandung,” katanya.

Farhan mengingatkan agar aparatur pemerintah tidak memiliki kepentingan pribadi dalam penerapan perda.

“Apabila itu terjadi maka you are in trouble,” tegas Farhan.

***

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//