Milangkala Bandung Heritage ke-38, Orang-orang Muda Melestarikan Bangunan Cagar Budaya
Pemerintah Kota Bandung harus mempunyai terobosan dalam pemerataan pembangunan tanpa harus merusak warisan budaya.
Penulis Yopi Muharam1 Maret 2025
BandungBergerak.id - Paguyuban Pelestarian Budaya Bandung (Bandung Heritage) kini berusia 38 tahun. Tepat di tanggal 1 Maret, komunitas nonprofit yang bergerak di bidang pelestarian bangunan cagar budaya ini akan berulang tahun.
Bandung Heritage sudah melahirkan empat generasi. Saat ini yang menjadi ketua umumnya dipegang oleh generasi ketiga. Sedangkan generasi keempat diisi oleh orang-orang muda yang konsen terhadap bangunan bersejarah di Kota Bandung.
Rival Miftahudin, salah satu orang muda dari Bandung Heritage, pertama kali ia bergabung dengan organisasi ini pertengahan Maret ketika sedang ramainya pembahasan tentang Bandung Lautan Api, peristiwa pembumihangusan wilayah Bandung pada 23 Maret 1946. Peristiwa ini menjadi simbol perjuangan rakyat Bandung dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia untuk melawan pendudukan Kota Bandung oleh kolonial Belanda.
Dari sana pria 20 tahun tersebut tertarik untuk bergabung dengan Bandung Heritage. Awalnya dia menanyakan apakah Bandung Heritage membuka sukarelawan dari anak muda. “Boleh banget,” jawab pengurus seperti ditirukan oleh Rival, ditemui BandungBergerak di acara milangkala Bandung Heritage bertajuk “Bandung Heritage dari Masa ke Masa” di aula Gedung Indonesia Menggugat, Bandung, Kamis, 27 Februari 2025.
Setiap bulannya, Bandung Heritage memang selalu mengadakan diskusi publik. Dari diskusi itu pula banyak orang muda yang mengikutinya dan memutuskan untuk bergabung. “Ternyata saya juga apa ya diajak juga untuk jadi pengurus sampai saat ini,” tutur Rival yang sekarang dipercaya sebagai pengurus di divisi seni budaya.
Di sisi lain, Nasywa (21 tahun), masih berkerabat dengan Rival, baru bergabung dengan Bandung Heritage setahun yang lalu. Nasywa tertarik ke urusan bidang arsitektur. Ia pertama kali mengenal Bandung Heritage dari dosennya yang menyinggung komunitas ini saat perkuliahan di kelas. Tak butuh waktu lama, dia langsung mencari keberadaan komunitas ini.
“Saya jadi cari tahu sendiri dan datang ternyata ujungnya saya gabung sampai hari ini,” ungkapnya. Dia sangat tertarik dengan bangunan-bangunan lama di Kota Bandung. “Karena sangat ikonik kan buat orang-orang luar (Bandung),” tuturnya.
Menjaga Cagar Budaya
Kota Bandung memiliki ragam bangunan yang unik bekas peninggalan kolonial Belanda. Di antaranya memiliki riwayat panjang, termasuk saat pembentukan Bandung purba hingga sejarah modern. Akan tetapi banyak juga bangunan bersejarah itu sudah rata dengan tanah akibat pembangunan.
Dalam mengantisipasi kelestarian bangunan cagar budaya, Pemerintah Kota Bandung mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Cagar Budaya. Perda tersebut merupakan pembahruan dari peraturan sebelumnya, Perda Nomor 19 Tahun 2009.
Peraturan itu menampilkan daftar cagar budaya yang tercatat, yakni sebanyak 1.770 bangunan yang tersebar di Kota Bandung. Tidak hanya itu, regulasi itu menjelaskan terkait definisi, kriteria, klasifikasi, dan mekanisme pengelolaan cagar budaya di Kota Bandung.
Perda tersebut menjelaskan cagar budaya sebagai warisan budaya bersifat kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya, dan kawasan cagar budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya. Karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui penetapan.
Tidak hanya itu, sebuah benda, bangunan, atau struktur dapat dikatakan menjadi cagar budaya jika memenuhi beberapa kriteria berikut: Pertama, usianya harus minimal lima puluh (50) tahun. Kedua, mencerminkan gaya dari suatu periode yang berusia setidaknya 50 tahun. Ketiga, memiliki arti khusus dalam sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan. Keempat, memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian daerah dan bangsa.
Dari keempat kriteria itu pula, bangunan cagar budaya memiliki tiga golongan, seperti golongan A harus memenuhi tiga kriteria dan berumur minimal 50 tahun. Golongan B harus memenuhi minimal dua kriteria lainnya dan berumur minimal 50 tahun. Terakhir golongan C minimal sudah berusia 50 tahun dan memenuhi setidaknya satu kriteria.
Saat ini Kota Bandung memiliki 254 cagar budaya yang terdaftar masuk ke dalam golongan A, golongan B sebanyak 455 unit, dan golongan C sebanyak 1.061 unit. Di luar itu, ada 62 titik yang terdaftar ke dalam situs cagar budaya.
Nasywa sendiri menyadari bahwa banyak bangunan tua yang harusnya dimasukkan ke dalam golongan cagar budaya, malah berakhir tragis. Misalnya kebakaran yang menimpa rumah di Dago nomor 124 pada September 2024 lalu. Ternyata bangunan tersebut memiliki nilai sejarah dan dimasukan ke dalam kategori cagar budaya golongan B.
Belum lagi, robohnya bangunan Gedung Pusat Kebudayaan (GPK) di Jalan Naripan, Kota Bandung sebanyak dua kali. Pertama pada 28 Oktober 2024 lalu, setidaknya tiga orang mengalami luka ringan dan lima karya lukisan Ar Soedarto yang sedang dipamerankan turut menjadi korban.
Sepekan kemudian, Kamis, 1 November 2024, giliran bagian depan gedung yang ambruk. Untuk sementara, atap yang roboh ditutup penghalang. Saat Bandung Heritage menggelar walking tour, Nasywa mengetahui alasan kenapa bangunan tersebut roboh.
“(Karena) kayunya memang bagian sini (bagian depan) udah kurang kuat,” jelasnya meniru ucapan pengurus Bandung Heritage yang menjelaskan alasan gedung GPK roboh. “Menyayangkanlah ya,” lanjutnya.
Baca Juga: Ada 10 Pemilik Bangunan Heritage di Bandung Meraih Anugerah Cagar Budaya 2021, Bagaimana dengan Pemilik Heritage Lainnya?
Jalan-jalan Menyejarah bersama Sahabat Heritage Indonesia
Heritage di Atas Trauma Anyer Dalam
Menengok Sejarah Tidak Ada Salahnya
“Tentunya kita enggak hanya bisa melihat ke depan terus. Kita juga harus lihat ke belakang juga. Ada yang harus kita jaga untuk mengingat kita yang dulu itu bagaimana,” ujar Nasywa. Dia bertekad untuk meneruskan ilmu sejarah, terutama mengenai sejarah terhadap bangunan ikonik di Kota Bandung.
“Saya enggak mau Kota Bandung nilai-nilainya hilang karena bangungan-bangunannya hilang,” lanjutnya.
Tidak hanya Nayswa yang mengatakan seperti itu, Rival pun sepakat dengan pernyataannya. Menurutnya, 18 Agustus 1930 Sukarno membacakan pledoi berjudul "Indonesia Menggugat" di Gedung Landraad (kini Gedung Indonesia Menggugat).
Baginya merawat bangunan cagar budaya, tidak hanya merawat bangunan seperti layaknya benda mati. Di sana terdapat sejarah yang berbicara. Masyarakat menurutnya bisa belajar lebih dalam terhadap bangsanya sendiri melalui bangunan-bangunan bersejarah ini. Rekonstruksi sejarah bisa tercipta di sebuah bangunan. “Itu yang harusnya dilihat dari sebuah bangunan,” tuturnya.
Maka dari itu, menjaga bangunan bukan berarti menjaga keeksotisan atau estetikanya. Bagi Rival terdapat makna mendalam juga dalam sebuah bangunan. Seberapa penting menjaga bangunan cagar budaya ini, Rival menjawab “Menurut saya sangat-sangat penting sih karena di dalam sebuah bangunan ini berbicara tentang makna bukan hanya sebuah bangunan yang disebut benda mati,” tandasnya.
Tantangan Menjaga Bangunan Bersejarah
Kota Bandung dirancang sebagai ibu kota Hindia Belanda pada masanya. Kini menghadapi tantangan besar. Kota ini tidak dirancang untuk menampung jumlah penduduk yang terus meningkat.
Menurut Ketua Bandung Heritage Aji Bimarsono, Kota Bandung dirancang hanya untuk 600 ribu penduduk. Sedangkan saat ini, masyarakat yang tinggal di Kota Bandung sudah mencapai 2,4 juta penduduk. Sedangkan konsentrasi aktivitasnya masih berkutat di pusat kota yang menyebabkan tekanan pembangunan sangat tinggi.
Hal itu menurutnya menjadi tantangan, karena sebetulnya Kota Bandung tidak dirancang untuk menampung daya dukung aktivitas masyarakat sebegitu banyak. Bagi Aji, pemerintah harus mempunyai terobosan dalam pemerataan pembangunan tanpa harus merusak warisan budaya. “Nah, sehingga sebetulnya merasa ini yang harus kita perbaiki baik secara mendasar,” tuturnya, kepada BandungBergerak.
Aji menilai, Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung perlu membuat rencana pembangunan yang tidak hanya bergantung pada warisan Belanda. Ia juga mendorong adanya terobosan untuk mengembangkan kawasan timur, selatan, dan barat Bandung.
“Supaya menyongsong masa depan dengan lebih baik tapi juga kemudian menyelamatkan aset-aset heritage yang merupakan warisan budaya Kota Bandung,” ucapnya.
Aji berharap, Pemkot Bandung dapat segera mengambil langkah-langkah konkret untuk melestarikan warisan budaya Kota Bandung. Dia juga mengajak masyarakat untuk ikut serta dalam upaya pelestarian ini. "Jadi tantangannya ada di kita sendiri," pungkas Aji.
*Kawan-kawan dapat membaca tulisan-tulisan lain Yopi Muharam, atau membaca artikel-artikel Sejarah atau Komunitas