• Berita
  • Kaum Hawa Bercerita: Peluncuran Antologi Cerpen Perempuan yang Menulis Langit dari Bandung

Kaum Hawa Bercerita: Peluncuran Antologi Cerpen Perempuan yang Menulis Langit dari Bandung

Peluncuran buku Antologi Cerpen Perempuan yang Menulis Langit dari Bandung berlangsung meriah di acara Ruang Kata, kolaborasi komunitas literasi Kembang Kata.

Peluncuran Antologi cerpen bertajuk Perempuan yang Menulis Langit dari Bandung di Perpustakaan Bunga di Tembok, Bandung, Jumat malam, 7 November 2025. (Foto: Tim Kembang Kata Book Club)

Penulis Salma Nur Fauziyah10 November 2025


BandungBergerakAntologi cerpen bertajuk “Perempuan yang Menulis Langit dari Bandung” resmi diluncurkan Jumat malam, 7 November 2025, di Perpustakaan Bunga di Tembok, Bandung. Buku setebal 172 halaman ini memuat 13 cerita pendek karya penulis perempuan asal Bandung.

Diterbitkan oleh Langgam Pustaka dengan Sindikasi Aksara sebagai co-publishing, buku ini saat ini masih dalam tahap pemesanan awal (PO) dan bisa diakses melalui akun Instagram Sindikasi Aksara

Peluncuran buku berlangsung meriah dalam acara Ruang Kata, kolaborasi komunitas literasi Kembang Kata dan Sindikasi Aksara. Sekitar 30 orang memadati area luar perpustakaan komunitas tersebut. Acara dipandu Raffi dan Winda dari Kembang Kata dengan suasana hangat dan santai.

Indra, pegiat Sindikasi Aksara, menyampaikan apresiasinya kepada para penulis. “Kalian keren banget!” ungkapnya di depan para penulis yang hadir. Ia berharap antologi ini dapat menginspirasi gerakan literasi lain untuk melahirkan karya serupa.

Keresahan Perempuan dalam Cerita 

Produser sekaligus salah satu penulis buku, Foggy FF, menceritakan awal terbentuknya antologi ini. Ide tersebut muncul sekitar satu tahun lalu saat ia berbincang dengan sahabat karibnya mengenai pentingnya ruang bagi penulis perempuan di Bandung.

Setelah lama hanya menjadi obrolan, proyek ini mulai terwujud ketika Foggy bertemu Tiwi Kasavela, pegiat sejarah dan literasi. Keduanya kemudian menjaring penulis perempuan, berdiskusi, dan melewati berbagai tantangan produksi hingga buku ini akhirnya terbit. 

“Di luar itu kenapa perempuan? Karena mungkin saya secara pribadi merasa bahwa perempuan itu kayaknya sejak lahir dan menghirup oksigen banyak yang enggak adil ya. Jadi keresahan-keresahan perempuan penulis itu mungkin banyak yang tertuang di antologi cerpen ini,” kata Foggy. 

Setelah sambutan, para penulis memperkenalkan diri dan berbagi pengalaman seputar proses menulis, tantangan, dan alasan mereka ikut dalam proyek ini. 

Mendorong Ekosistem Literasi yang Sehat

Foggy melihat banyak komunitas literasi tumbuh di Bandung, namun belum banyak yang menghasilkan karya berupa buku. “Menurut saya, kayaknya butuh deh produk itu lahir. Ya, produk yang bisa mendukung ekosistem literasi,” ujarnya kepada BandungBergerak setelah peluncuran.

Selain berangkat dari isu perempuan, Foggy juga ingin mengatasi rasa tidak percaya diri di kalangan penulis perempuan yang banyak berasal dari latar penulis esai. Ia meyakini mereka mampu menulis fiksi dengan baik.

“Saya yakin bahwa setiap pembaca itu pada akhirnya akan menulis gitu,” katanya. 

Ke depan, Sindikasi Aksara berencana menjadi penerbit independen dan berkeadilan, serta menerbitkan antologi kumpulan esai pelaku UMKM.

Baca Juga: Mengenang Seniman Gambar Amenkcoy Lewat Antologi Puisi Aa Uih
Diskusi Buku Antologi Setara Tak Seteru di Et Portee: Meninjau Ulang Utang Kesetaraan setelah 79 Tahun Indonesia Merdeka

Menulis Fiksi, Ruang Baru untuk Mengekspresikan Diri

Bagi Nuzulia Purwanto, menulis fiksi adalah tantangan baru. Biasanya ia menulis artikel berbasis pengalaman dan pengamatan pribadi. Namun kali ini, ia berusaha merangkai cerita imajinatif yang bisa menyampaikan emosi kepada pembaca.

“Jujur awalnya aku enggak pede sebenarnya. Sebenarnya aku tidak pede karena disandingkan dengan penulis-penulis yang menurut aku sudah keren-keren sih gitu. Yang sudah jam terbangnya jauh banget,” aku Nuzul. Setelah berproses, ia berhasil menyelesaikan cerpennya berjudul “Rumah Tanpa Atap.”

Sementara Lupita Lestari sejak awal sudah menulis esai. Ia lalu larut menulis banyak esai. Melalui antologi ini ia merasa kembali ke akar kepenulisannya lewat cerpen berjudul “Avatar.” Karya itu menyoroti standar perempuan yang jamak ditemukan di media sosial. 

Penulis lain, Ginaya Keisya, mengaku menulis cerpen “Sasmita” memberinya pengalaman baru. Tokoh Sasmita sebelumnya hadir dalam puisi-puisinya.

“Ketika aku menulis cerpen ini pun juga aku jadi sadar kalau misalkan ‘oh, ternyata kalau aku nulis cerpen itu karakternya seperti seperti ini gitu,’” ungkapnya.

Di pihak Sindikasi Aksara, Indra, menyampaikan rasa bangganya terhadap penulis-penulis antologi ini. Indra berharap antologi ini bisa menjadi inspirasi untuk iklim literasi.

“Kalian keren banget!” ungkap Indra, kepada penulis yang hadir pada peluncuran buku tersebut.

Antologi “Perempuan yang Menulis Langit dari Bandung” menjadi ruang bagi penulis perempuan untuk menyalurkan keresahan dan suaranya melalui karya fiksi. Di tengah keterbatasan ruang berekspresi, mereka menegaskan melalui tulisan yang menandai langit dengan kisah-kisahnya sendiri.

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//