• Berita
  • Janin-janin di Tengah Fragmen Cahaya dan Pabrik

Janin-janin di Tengah Fragmen Cahaya dan Pabrik

Pameran Udah Sampe Sini Aja Udah Rejeki di Tjap Sahabat, Bandung menghadirkan lukisan, cetak digital, dan media campuran karya mahasiswa yang resah akan ruang.

Salah satu karya di pameran seni di Tjap Sahabat, Bandung, Jumat, 7 November 2025. Pameran digelar oleh mahasiswa Integrated Arts Universitas Katolik Prahyangan (Unpar). (Foto: Audrey Kayla/BandungBergerak)

Penulis Fitri Amanda 11 November 2025


BandungBergerakSosok janin dicetak berulang pada panel akrilik berukuran 10x15 sentimeter. Di sela-selanya, panel lain menampilkan ornamen Islam dengan pola arabesque yang terpecah menjadi fragmen-fragmen kecil. Karya seni rupa media campuran berjudul Under Production ini menyimbolkan jarak antara individu modern yang diproduksi secara massal dan nilai-nilai spiritual yang terkikis oleh konsumerisme.

Faisal Al-Zaki, seniman pencipta Under Production, ingin menyuarakan kerapuhan kehidupan modern yang ditandai dengan tercerainya nilai-nilai spiritualitas akibat dominasi material dan kapital. Ornamen-ornamen Islam yang biasa dijumpai di masjid-masjid, simbol dari hubungan Tuhan dan manusia, sengaja dicetak dengan laser dalam bentuk yang tidak sempurna. Cetakannya yang berulang-ulang, sama seperti janin, sebagai penegasan tentang produksi dalam sistem kapitalme yang tak mengenal henti.

“Saya ingin menegaskan pola konsumsi juga mungkin ya dari dampak itu, jadi si manusia itu ya terus apa ya. Ibaratnya bisa dikatakan juga konsumerisme atau terjebak pada konsumsi berlebih, produksi berlebih yang akhirya si nilai kepercayaan spiritual ini tergerus gitu,” jelas Faisal Al-Zaki, Jumat, 7 November 2025 di Tjap Sahabat, Bandung.

Under Production merupakan salah satu karya dalam pameran Udah Sampe Sini Aja Udah Rejeki yang digagas oleh kolektif mahasiswa Integrated Arts UNPAR, Dengarupa. Pameran ini hadir sebagai wadah merefleksikan proses mempelajari seni, menciptakan seni, serta dinamika akan kekuasaan dalam institusi seni. Selain itu, pameran juga menghadirkan pembacaan seniman-seniman muda atas sistem pendidikan dan ekosistem seni yang tidak jarang menuntut mereka untuk mengikuti permintaan akan nilai, selera, dan pasar yang menjadi alasan lain melakukan seni selain karena kreativitas.

Pameran Udah Sampe Sini Aja Udah Rejeki berlangsung berlangsung dari tanggal 7 November hingga 15 November 2025 ini menghadirkan 16 orang seniman muda dari berbagai kampus yang ada di Bandung, seperti Universitas Pendidikan Indonesia, Integrated Arts UNPAR, Seni Rupa Maranatha, dan Telkom University. Seniman-seniman muda tersebut antara lain Alsthom F.R.Z, Amalaika Priambodo, Anastasia Rosa, Deandra Pamuji, Arya Prakasa, Aura Paramaratri, Clarisa Cakrajaya, Faisal Al-zaki, Fathan (Turamone), Geraldy Louis, Jennifer, Kalyanarga Rizal, Mochamad Reyhan Fauzi, Muhammad Fajar Rustiawan, Ramones Evanraffael, Rasendriya, dan Zeta Ranniry Abidin. Chamid N. Dwaji dan Demas Aryasatya menjadi kurator.  

Lewat karya-karya yang dipamerkan, para mahasiswa seni meihat seni sebagai sebuah cara untuk menafsir ulang manusia dalam realitasnya. Dengan membahas tubuh, waktu, perjalanan batin, sosial budaya, spiritualitas manusia, seksualitas yang diprivatisasi pasar, obsesi pada penampilan, serta pencarian jati diri, mereka memperlihatkan bagaimana pengalaman personal dapat menjadi jembatan ke isu sosial yang lebih luas.

Beberapa seniman seperti Alsthom, Clarisa, dan Aura menggali konstruksi tubuh perempuan sebagai ruang tarik-menarik antara identitas dan tuntutan sosial. Sementara Faisal dan Mochamad Reyhan membahas ketegangan yang hadir di antara spiritualitas dan sistem kapitalisme, antara hidup dan mati, antara dominasi dan resistensi. Dalam konteks budaya populer, Deandra dan Muhammad Fajar membawa film dan mimpi sebagai media untuk merefleksikan fenomena-fenomena sosial yang terjadi sangat dekat dengan manusia namun sering terlewatkan.

Partisipasi pengunjung pameran dan performativitas karya juga hadir menjadi bagian penting dalam pameran ini. Louis, Jennifer, Fathan, dan Resendriya mengajak pengunjung untuk terlibat dalam proses berkarya, seperti bermain bersama, ikut serta dalam sebuah ritual, dan serta menjadi saksi penampilan tentang kerakusan manusia. Melalui interaksi ini, karya-karya yang hadir tidak hanya menjadi sebuah objek, melainkan menjadi sebuah pengalaman untuk merenungkan akan kontrak sosial, kesadaran kolektif, dan eksistensi diri dalam sistem yang membentuk manusia.

Dalam proses menyiapkan pameran ini, Dengarupa berkunjung ke beberapa universitas di Bandung, studio seniman, dan ruang-ruang kesenian untuk mendapatkan cerita dan mengamati secara langsung bagaimana kondisi ekosistem seni yang terjadi dari berbagai sudut pandang. Sedikitnya tujuh universitas di Bandung, lima ruang seni seperti studio dan galeri, dan beberapa ruang kesenian yang ada di Jakarta dan Yogyakarta.

Peserta pameran dari Integrated Arts Universitas Katolik Prahyangan (Unpar) Bandung di Tjap Sahabat, Bandung, Jumat, 7 November 2025. (Foto: Audrey Kayla/BandungBergerak)
Peserta pameran dari Integrated Arts Universitas Katolik Prahyangan (Unpar) Bandung di Tjap Sahabat, Bandung, Jumat, 7 November 2025. (Foto: Audrey Kayla/BandungBergerak)

Kehilangan Ruang Berkarya

Selain mengangkat beragam isu kehidupan manusia melalui media campuran, lukisan, cetak digital, dan karya interaktif, pameran Udah Sampe Sini Aja Udah Rejeki hadir sebagai jawaban atas masalah internal yang dihadapi para seniman atau mahasiwa seni. Mereka kesulitan mendapatkan ruang untuk berkarya di tengah tekanan akademik dan administratif yang mereka hadapi.

Salah satu inisator pameran, Fathan, mahasiswa Integrated Arts Unpar, mengungkapkan bahwa ia kerap kali menghadapi kenyataan bahwa mahasiswa seni saat ini sering terhalang oleh prosedur dan tuntutan eksternal sehingga kehilangan kesempatan untuk berkarya secara bebas. Barangkat dari keresahan tersebut, ia bersama beberapa rekan mulai menjangkau mahasiswa-mahasiswa seni dari berbagai kampus yang ada di Bandung. Pertemuan demi pertemuan dilakukan, dan dari percakapan-percakapan yang terjadi Fathan dapat menyimpulkan bahwa ia dan mahasiswa-mahasiswa seni lainnya juga memiliki keresahan yang sama. Maka, tumbuh semangat kolektif untuk menciptakan ruang yang bukan hanya sekadar tempat untuk memamerkan karya, tetapi juga merayakan proses kreatif yang terkadang luput.

“Dan dari interaksi-interaksi ini kita nemunin ternyata mahasiswa-mahassiwa yang bikin karya seni itu juga punya keresahan yang demikian, punya keresahan kalau misalnya merasa didindingi,” ucap Fathan.

Salah satu kurator, Demas Asryasatya, menjelaskan adanya benang merah yang menghubungkan para pameris. Ia merasa lega bahwa ternyata ia tidak sendiri menghadapi situasi seperti ini. Dalam konteks inilah muncul Udah Sampe Sini Aja Udah Rejeki, karena baginya, dapat mencapai tahap ini saja sudah merupakan pencapaian besar. Ia menegaskan bahwa setiap proses berkarya layak untuk dirayakan dan diapresiasi.

Baca Juga: Pameran Seniman Muda di ArtSociates dan Hybridium, Mengekspresikan Keberagaman Imajinasi
Pameran Seni Menolak Genosida Israel di Tanah Palestina

Pentingnya Kolaborasi dan Semangat Kolektif

Kolaborasi dan semangat kolektif memiliki peran penting bagi para mahasiswa seni. Salah satu pengunjung, Deli, menyebutkan bahwa ia sangat senang dengan adanya pameran ini karena dapat mempertemukan mahasiswa seni dari berbagai universitas di Bandung. Bagi dirinya yang juga seorang mahasiswa seni, kolaborasi seperti ini dapat membantu mereka untuk terhubung satu sama lain.

Deli sendiri memiliki pengalaman dalam mengerjakan pameran di kampusnya, sehingga ia paham betul bahwa ruang-ruang seperti ini sangatlah penting. Mereka yang sedang merintis jalan seniman memiliki ruang untuk tampil secara lebih inklusif.

“Jadi nggak semerta-merta 'Oh yang bisa ikut exhibition yang emang udah dapat exposure segini, yang bisa ikut exhibition tuh cumin yang emang udah terkenal banget'. Nggak kayak gitu,” ucap Deli

Sepakat dengan Deli, pengunjung lainnya, Ali, menyoroti bahwa pameran ini membuka peluang yang jauh lebih luas bagi para seniman muda. Sebagai orang yang juga berkarya, ia sering merasakan cemas pada saat ia harus memamerkan karyanya. Ketakutan akan penilaian orang-orang kerap kali hadir. Namun, dengan adanya pameran ini, ia menambah perspektif baru bahwa proses berseni dapat menjadi lebih hangat dan suportif.

Ali juga menyoroti nilai dari pameran ini adalah menjadi tempat untuk berjejaring. Keteribatan mahasiswa-mahasiswa dari berbagai universitas yang ada di Bandung, membuat para pengujung dan pameris bertemu dan mengenal satu sama lain. Ia juga melihat bahwa ruang ini juga memberi kesempatan bagi teman-teman yang belum pernah pameran untuk bisa ikut tampil melalui kerja-kerja kolektif.

“Karena berjejaring itu, kita jadi kayak 'Oh bisa proyekkan bareng nih kayaknya'. Bisa jadi kayak gitu,” ungkap Ali.

***

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//