• Berita
  • Aparatur Pemkot Bandung Menentukan Batas-batas Terminal Dago, Warga Mengawasi agar Tanah Mereka tidak Terjamah

Aparatur Pemkot Bandung Menentukan Batas-batas Terminal Dago, Warga Mengawasi agar Tanah Mereka tidak Terjamah

BPN Kota Bandung meyakinkan warga bahwa yang diklaim Pemkot hanya Terminal Dago seluas 2,1 hektare.

Kepala BPN Kota Bandung Yayat Ahadiyat Awaludin (kiri depan) saat meninjau Terminal Dago dikawal oleh warga Dago Elos, 13 November 2025. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Penulis Awla Rajul13 November 2025


BandungBergerak – Aparatur Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung mendatangi kawasan sengketa tanah Dago Elos untuk menentukan batas-batas lahan yang mereka klaim miliki, yaitu Terminal Dago, Kamis, 13 November 2025. Warga dan solidaritas pun melakukan pengawasan selama proses penentuan batas terminal, untuk memastikan rumah mereka tidak diklaim.

Penentuan batas wilayah Terminal Dago dilakukan oleh pihak Kantor Pertanahan (ATR/BPN) dan Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD).

Koordinator Forum Dago Melawan Angga menyebutkan, agenda itu menghasilkan kesepakatan sementara mengenai batas-batas Terminal Dago. Ia juga menyebutkan, pemkot hanya melakukan penentuan batas-batas, bukan melakukan pengukuran. Selama proses berlangsung, Angga melihat bahwa BPN masih mempertanyakan Pemkot yang tidak memiliki kejelasan batas-batas.

“Sementara kita dapatkan patokan-patokan dan memang syukur Alhamdulillah semuanya kalau berdasarkan patokan sementara itu tidak ada warga yang terkena dampak dari Pemkot,” ungkap Angga kepada BandungBergerak.id.

Penentuan batas-batas lahan Terminal Dago dilakukan atas desakan warga Dago Elos terkait pendaftaran Peninjauan Kembali (PK) Kedua yang juga dilakukan oleh Pemkot. Materi PK Kedua pemkot didasarkan pada SK Penetapan Wali Kota tahun 1975 yang mengklaim Terminal Dago seluas 2,1 hektare.

Sebelumnya, warga Dago Elos telah lebih dulu mendaftarkan PK Kedua dengan klaim kepemilikan lahan luas yang sama. Gugatan dari Pemkot dikhawatirkan akan memunculkan persoalan baru antara warga dan pemerintah, jika pemerintah tidak jelas mengenai klaim atas lahan Terminal Dago.

“Pengakuan pemkot dimulai tanggal 4, tanggal 6, dan per tanggal sekarang itu bersikukuh menginginkan di 3.850 sesuai dengan apa yang mereka daftarkan di kartu inventaris barang. Artinya, dari 21.200 meter per segi itu pemkot sudah bersepakat untuk diturunkan hanya sebatas wilayah terminal,” jelasnya.

Namun demikian, Angga menegaskan, pemerintah harus menerima fakta jika luas faktual terminal berkurang dari angka itu. Sebab, urusan pencatatan ini memang sejak lama merupakan masalah yang tak kunjung diselesaikan oleh pemerintah. Angga pun menilai pemerintah selayaknya berpotensi diperiksa oleh BPK urusan terminal Dago. Hal ini dilihat dari kondisi ketidaktahuan pemerintah soal lahannya sendiri dan ketidaksesuaian data.

“Kita menginginkan sesuai dengan data faktual di lapangan saja, yang memang tidak bersinggungan dengan ranah masyarakat. Dan sebetulnya berkurangnya (luas faktual) adalah sebuah keniscayaan. Karena sejatinya kan ini problem dari pemerintah kota Bandung (soal inventaris aset), bukan problem masyarakat,” jelasnya.

Warga Dago Elos memasang spanduk saat perwakilan Pemerintah Kota Bandung akan menandai batas klaim aset Terminal Dago di Bandung, 13 November 2025. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)
Warga Dago Elos memasang spanduk saat perwakilan Pemerintah Kota Bandung akan menandai batas klaim aset Terminal Dago di Bandung, 13 November 2025. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Hanya Menentukan Batas Terminal

Kepala BPN Kota Bandung Yayat Ahdiat Awaluddin menegaskan, pemerintah dalam memori PK Kedua sudah menyampaikan, yang diklaim dari lahan Dago Elos adalah sebagian dari 2,1 hektare, yaitu hanya Terminal Dago, bukan seluruhnya.

“Jadi bukan seluas 2,1 hektar itu bukan. Ditulisnya juga sebagian. Makanya itu tadi hanya 3.500 meter gitu. Artinya hanya ini (Terminal) saja yang diklaim dan dimasukkan ke dalam aset pemerintah Kota Bandung,” katanya.

Yayat juga menerangkan, saat ini pemerintah belum berada di posisi melakukan kegiatan pengukuran. Sebab, pemerintah menghormati proses pengadilan yang masih berjalan. Ia juga menyebut, kegiatan yang dilakukan hanya menunjuk batas-batas lahan 3.500meter yang diklaim oleh pemkot.

Ia pun menyatakan akan mengawal putusan pengadilan. Setelah adanya putusan dari pengadilan mengenai PK Kedua, yang ia harapkan berkeadilan dan memberikan kesejahteraan kepada warga, barulah dilakukan pengukuran. Sebab pemerintah tidak boleh melangkahi proses hukum.

“Jangan sampai nanti kami niatan baik membantu tetapi nanti disalahkan oleh penegak hukum. Nah, sekarang dari pihak Pemkot saya minta siapa yang mengetahui batas-batasnya, tunjukkan. Terus dari warga masyarakat, silakan tunjukkan, memberikan persetujuan. Kalau tidak setuju saat ini juga kita pasang patok. Nanti kalau sudah selesai perkaranya, putusannya sudah inkrah, baru kita ngukur berdasarkan penunjukan kesepakatan bersama,” ungkapnya kepada warga.

Sebelumnya, pada pekan lalu, Selasa, 4 November 2025, warga Dago Elos menggeruduk Pemkot Bandung. Mereka meminta klarifikasi mengenai PK Kedua yang juga dilayangkan oleh pemerintah. Dalam memori PK Kedua tersebut, pemerintah mencamtukan Terminal Dago sebagai aset pemerintah seluas 21.200 meter persegi, berdasarkan tiga surat tahun 1975-1976.

Baca Juga: PK Kedua yang Diajukan Pemkot Bandung Mengecewakan Warga Dago Elos
Kronologi Kaos Penutupan Jalan di Dago Elos, Gas Air Mata Melukai Warga

Warga Dago Elos mengawasi perwakilan Pemerintah Kota Bandung saat akan menandai batas klaim aset Terminal  Dago di Bandung, 13 November 2025. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)
Warga Dago Elos mengawasi perwakilan Pemerintah Kota Bandung saat akan menandai batas klaim aset Terminal Dago di Bandung, 13 November 2025. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Latar Belakang Kasus Sengketa Tanah Dago Elos

Kasus ini berawal dari sengketa lahan yang muncul setelah PT Dago Inti Graha bersama duo Muller memenangkan Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung pada 2022. Warga menilai kemenangan itu sarat kejanggalan karena diduga berdasar dokumen palsu yang diajukan keluarga Muller. Forum Dago Elos kemudian menginvestigasi dan menemukan bukti kuat dugaan pemalsuan surat-surat tanah yang digunakan sebagai dasar gugatan perdata pada 2016.

Dalam perkara tersebut, duo Muller mengaku sebagai keturunan George Hendrik Muller, yang disebut mewarisi tanah Verponding 3740, 3741, dan 3742 di Dago Elos. Namun, hasil penelusuran Forum menunjukkan klaim itu tidak sesuai fakta sejarah. Berdasarkan arsip Limburg Dagblaad, nama-nama yang disebutkan para terdakwa tidak tercatat dalam silsilah keluarga Muller. Bahkan, buyut yang diklaim sebagai kerabat Ratu Wilhelmina, Georgius Hendricus Wilhelmus Muller, juga tidak ditemukan dalam catatan resmi Kerajaan Belanda.

Selain itu, bukti tertulis menunjukkan bahwa perusahaan Pabrik Semen Simongan, yang disebut menyerahkan tanah kepada Muller pada 1899, baru berdiri pada 1916. Sementara George Hendrik Muller sendiri baru lahir pada 1906, sehingga klaim kepemilikan itu dianggap mustahil.

Saksi ahli agraria Yani Pujiwati menegaskan bahwa hak Eigendom Verponding telah habis sejak 1960 karena tidak diperpanjang dalam waktu 20 tahun. Artinya, tanah Dago Elos seharusnya menjadi hak warga yang telah lama menempati dan menguasainya.

Perjuangan panjang warga Dago Elos dalam mempertahankan tanah tempat tinggal mereka selama puluhan tahun mencapai titik penting pada 14 Oktober 2024. Pengadilan Negeri Bandung menjatuhkan vonis terhadap dua terdakwa, Heri Hermawan dan Dodi Rustandi—dikenal sebagai duo Muller—dengan hukuman penjara tiga tahun enam bulan. Keduanya terbukti bersalah melakukan pemalsuan dokumen tanah Dago Elos sebagaimana diatur dalam Pasal 266 ayat 2 KUHP, yaitu menggunakan akta palsu yang menimbulkan kerugian bagi pihak lain.

Vonis terhadap duo Muller menjadi kemenangan moral bagi warga Dago Elos setelah bertahun-tahun melawan praktik mafia tanah. Forum Dago Melawan menegaskan bahwa perjuangan belum selesai, dan menyerukan agar semua pelaku pemalsuan dan perampasan tanah rakyat ditindak tegas demi keadilan bagi warga Bandung.

Setelah warga memenangkan perjuangan panjang sengketa lahan di ranah pidana, Pemkot Bandung yang mengklaim memiliki aset Terminal Ledeng dengan mengajukan PK kedua.

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//