• Berita
  • PK Kedua yang Diajukan Pemkot Bandung Mengecewakan Warga Dago Elos

PK Kedua yang Diajukan Pemkot Bandung Mengecewakan Warga Dago Elos

Setelah menang melawan gugatan panjang Muller bersaudara, warga Dago Elos justru menghadapi klaim lahan baru dari pemerintah kota sendiri.

Aksi warga Dago Elos di kantor Wali Kota Bandung, 4 November 2025. Warga yang berhasil menang kasus perdata sengketa lahan di Dago Elos kini mengecam Pemerintah Kota Bandung yang mengklaim lahan Dago Elos. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Penulis Muhammad Akmal Firmansyah5 November 2025


BandungBergerak - Warga Dago Elos memprotes pengajuan Peninjauan Kembali (PK) kedua oleh Pemkot Bandung atas lahan sengketa Terminal Dago Elos. Mereka khawatir langkah ini akan mencaplok tanah warga. Selama konflik tanah berkepanjangan, Pemkot Bandung dinilai pasif dan dianggap tidak berpihak kepada warga Dago Elos yang digugat Muller bersaudara.

Pada Selasa, 4 November 2025, warga berbondong-bondong mendatangi Balai Kota Bandung. Mereka menuntut klarifikasi dari Pemkot Bandung terkait petitum memori PK kedua yang mencantumkan Terminal Dago Elos sebagai aset seluas 21.200 meter persegi. Warga meyakini luasan tersebut tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.

Pantauan di lokasi, puluhan warga termasuk ibu-ibu menggelar aksi duduk di pelataran Balai Kota. Mereka menyuarakan kekecewaan atas sikap Pemkot Bandung yang dinilai membiarkan warganya menghadapi gugatan Muller bersaudara. Warga mengaku telah berjuang melalui jalur hukum, baik perdata maupun pidana, hingga memperoleh sejumlah putusan yang memenangkan mereka. Namun tiba-tiba, Pemkot Bandung justru mengajukan PK kedua untuk mengklaim tanah yang dianggap sebagai asetnya.

“Keluar kalau Anda punya nyali! Jangan cuma bersembunyi di belakang! Itu tempat adalah hak kami, semua orang tahu siapa yang berjuang, siapa yang mempertahankan hak di atas tanah itu,” kata seorang ibu dalam orasinya.

Aksi warga Dago Elos di kantor Wali Kota Bandung, 4 November 2025. Warga yang berhasil menang kasus perdata sengketa lahan di Dago Elos kini mengecam Pemerintah Kota Bandung yang mengklaim lahan Dago Elos. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)
Aksi warga Dago Elos di kantor Wali Kota Bandung, 4 November 2025. Warga yang berhasil menang kasus perdata sengketa lahan di Dago Elos kini mengecam Pemerintah Kota Bandung yang mengklaim lahan Dago Elos. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Warga Dago Elos akhirnya diterima audiensi oleh perwakilan Pemkot Bandung. Aska, tim hukum Dago Elos dari LBH Pengayoman Unpar, menjelaskan audiensi membahas klaim Pemkot Bandung terhadap Terminal Dago dalam memori PK dengan luas tanah 21.200 meter persegi yang menurutnya tidak benar.

“Nah, jelas itu tidak benar karena kalau benar-benar (terminal) seluas itu, berarti mereka memakan (mencakup) tanah warga,” ujar Aska kepada BandungBergerak.

Menurut Aska, Pemkot Bandung kemudian mengklarifikasi bahwa luasan terminal yang tercatat hanya sekitar 3.000 meter persegi. Meski demikian, tim hukum tetap menuntut dasar hukum yang jelas dan sesuai fakta di lapangan.

“Makanya, kami minta mereka turun lagi ke lokasi terminal, cek faktualnya, ukur ulang, biar tahu kondisi sebenarnya. Sudah lama juga perkara ini bergulir. Jadi, Pemkot memang harus kembali ke sana, melakukan pengukuran ulang, supaya tidak merugikan warga,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Kewaspadaan Nasional dan Penangan Pemerintah Kesbangpol Kota Bandung, Tatang, mengatakan pihaknya menerima aspirasi warga terkait klarifikasi lahan Terminal Dago dengan luasan 21.200 meter persegi yang memang tercatat sebagai aset Pemkot Bandung.

“Pemerintah kota hanya memastikan posisi sebagai turut tergugat, karena aset itu memang sudah tercatat di kita, sesuai informasi dari SK Wali Kota tahun 1975. Luasnya sekitar segitu. Jadi, poin pertama: klarifikasi bahwa aset Pemda yang sedang berproses di pengadilan (dalam tahap PK 2) itu hanya sebatas luasan sebagaimana tercatat dalam catatan aset pemerintah kota,” jelas Tatang.

Ia menambahkan, Pemkot Bandung akan menyampaikan surat pernyataan resmi mengenai klarifikasi dan verifikasi luas lahan Terminal Dago Elos pada Kamis mendatang.

Menurut Tatang, surat pernyataan itu akan menegaskan bahwa aset yang berproses hukum melalui PK kedua hanya sebatas catatan aset pemerintah sesuai Kartu Inventaris Barang (KIB).

“Jadi, aset itu bukan mencakup seluruh tanah yang disengketakan. Luas tanah yang disengketakan memang sekitar 21 ribu meter persegi, tapi hanya sebagian—kurang lebih 3.500 meter persegi—yang tercatat sebagai aset Pemerintah Kota dan digunakan untuk kepentingan terminal,” terangnya.

Tatang menegaskan, surat pernyataan Pemkot Bandung penting untuk memberikan kepastian hukum bagi warga Dago Elos yang telah puluhan tahun bermukim di kawasan tersebut. Ia memahami kekhawatiran warga jika dalam proses hukum seluruh lahan dianggap milik pemerintah, padahal sebagian besar bukan. Karena itu, surat kepastian tersebut diperlukan untuk menegaskan bahwa Pemkot Bandung hanya memiliki aset sesuai catatan resmi, tidak lebih.

Aksi warga Dago Elos di kantor Wali Kota Bandung, 4 November 2025. Warga yang berhasil menang kasus perdata sengketa lahan di Dago Elos kini mengecam Pemerintah Kota Bandung yang mengklaim lahan Dago Elos. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)
Aksi warga Dago Elos di kantor Wali Kota Bandung, 4 November 2025. Warga yang berhasil menang kasus perdata sengketa lahan di Dago Elos kini mengecam Pemerintah Kota Bandung yang mengklaim lahan Dago Elos. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Warga Dago Elos Melawan

Sebelum mendatangi Balai Kota, puluhan warga Dago Elos terlebih dahulu menyerahkan surat kontra memori Peninjauan Kembali (PK) kedua yang diajukan Pemkot Bandung ke Pengadilan Negeri (PN) Bandung.

Angga, perwakilan Forum Dago Melawan, mengaku janggal dengan langkah pemerintah daerah yang tiba-tiba mengajukan PK kedua. Ia menjelaskan, warga Dago Elos sebenarnya sudah lebih dulu mengajukan PK kedua pada 19 Agustus 2025.

Dua bulan sebelumnya, pihaknya juga telah mengajak bagian hukum Pemkot Bandung untuk bersama-sama mengajukan PK, namun ajakan itu tidak direspons. Menurut Angga, saat itu Pemkot Bandung menyatakan tidak akan mengajukan PK kedua.

“Tapi di luar dugaan, tiba-tiba pada 16 September, Pemkot Bandung tetap mengajukan PK kedua, dengan warga sebagai turut termohon,” kata Angga di lokasi.

Awalnya, warga berpikir positif dan menilai langkah Pemkot Bandung itu sebagai bentuk dukungan terhadap perjuangan warga. Namun, setelah ditelaah bersama tim hukum, mereka mendapati tidak ada satu pun dalil dalam memori PK Pemkot yang menguatkan posisi warga.

Alih-alih berpihak pada masyarakat, Angga menyebut Pemkot Bandung justru berupaya mengamankan aset Terminal Dago dengan dasar surat-surat lama yang dikeluarkan pada 1975 oleh Pemkot Bandung dan DPRD tahun 1976. Dalam dokumen tersebut, aset Terminal Dago disebut memiliki luas 21.200 meter persegi di area sengketa.

Situasi ini membuat warga kecewa dan geram. Setelah bertahun-tahun berjuang menghadapi sengketa lahan, kini mereka harus berhadapan dengan pemerintah sendiri yang dinilai abai terhadap nasib warga.

“Ibaratnya, kami sudah mengalahkan harimau, tapi kini harus masuk ke mulut buaya,” ujar Angga.

Sebagai bentuk perlawanan, warga melayangkan kontra memori PK terhadap Pemkot Bandung dan meminta klarifikasi resmi atas klaim tanah seluas 21.200 meter persegi tersebut.

Angga juga mempertanyakan ketegasan pemerintah kota dalam menangani persoalan Terminal Dago. Ia menilai, jika Pemkot benar memiliki penguasaan fisik atas terminal itu, seharusnya digunakan untuk kepentingan umum.

“Justru yang memelihara dan mengupayakan terminal itu untuk kepentingan umum adalah masyarakat sendiri. Jadi, Pemkot Bandung selama ini ke mana saja?” terang Angga.

Warga Dago Elos mendesak agar Pemkot Bandung menerbitkan Surat Keputusan (SK) Wali Kota atau bentuk kebijakan lain yang menjamin tidak akan mengganggu hak atas tanah warga Dago Elos. Menurut Angga, pemerintah selama ini hanya bersandar pada SK Wali Kota tahun 1975 yang sudah usang.

“SK itu harus dicabut, kalau tidak, selamanya akan menjadi ganjalan di BPN dan bisa disalahgunakan oleh pihak-pihak yang mengatasnamakan Pemkot untuk mengambil tanah warga,” tegasnya.

Baca Juga: Dago Elos Menang!
Kronologi Kaos Penutupan Jalan di Dago Elos, Gas Air Mata Melukai Warga

Aksi warga Dago Elos di kantor Wali Kota Bandung, 4 November 2025. Warga yang berhasil menang kasus perdata sengketa lahan di Dago Elos kini mengecam Pemerintah Kota Bandung yang mengklaim lahan Dago Elos. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)
Aksi warga Dago Elos di kantor Wali Kota Bandung, 4 November 2025. Warga yang berhasil menang kasus perdata sengketa lahan di Dago Elos kini mengecam Pemerintah Kota Bandung yang mengklaim lahan Dago Elos. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak)

Latar Belakang Kasus Sengketa Tanah Dago Elos

Kasus ini berawal dari sengketa lahan yang muncul setelah PT Dago Inti Graha bersama duo Muller memenangkan Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung pada 2022. Warga menilai kemenangan itu sarat kejanggalan karena diduga berdasar dokumen palsu yang diajukan keluarga Muller. Forum Dago Elos kemudian menginvestigasi dan menemukan bukti kuat dugaan pemalsuan surat-surat tanah yang digunakan sebagai dasar gugatan perdata pada 2016.

Dalam perkara tersebut, duo Muller mengaku sebagai keturunan George Hendrik Muller, yang disebut mewarisi tanah Verponding 3740, 3741, dan 3742 di Dago Elos. Namun, hasil penelusuran Forum menunjukkan klaim itu tidak sesuai fakta sejarah. Berdasarkan arsip Limburg Dagblaad, nama-nama yang disebutkan para terdakwa tidak tercatat dalam silsilah keluarga Muller. Bahkan, buyut yang diklaim sebagai kerabat Ratu Wilhelmina, Georgius Hendricus Wilhelmus Muller, juga tidak ditemukan dalam catatan resmi Kerajaan Belanda.

Selain itu, bukti tertulis menunjukkan bahwa perusahaan Pabrik Semen Simongan, yang disebut menyerahkan tanah kepada Muller pada 1899, baru berdiri pada 1916. Sementara George Hendrik Muller sendiri baru lahir pada 1906, sehingga klaim kepemilikan itu dianggap mustahil.

Saksi ahli agraria Yani Pujiwati menegaskan bahwa hak Eigendom Verponding telah habis sejak 1960 karena tidak diperpanjang dalam waktu 20 tahun. Artinya, tanah Dago Elos seharusnya menjadi hak warga yang telah lama menempati dan menguasainya.

Perjuangan panjang warga Dago Elos dalam mempertahankan tanah tempat tinggal mereka selama puluhan tahun mencapai titik penting pada 14 Oktober 2024. Pengadilan Negeri Bandung menjatuhkan vonis terhadap dua terdakwa, Heri Hermawan dan Dodi Rustandi—dikenal sebagai duo Muller—dengan hukuman penjara tiga tahun enam bulan. Keduanya terbukti bersalah melakukan pemalsuan dokumen tanah Dago Elos sebagaimana diatur dalam Pasal 266 ayat 2 KUHP, yaitu menggunakan akta palsu yang menimbulkan kerugian bagi pihak lain.

Vonis terhadap duo Muller menjadi kemenangan moral bagi warga Dago Elos setelah bertahun-tahun melawan praktik mafia tanah. Forum Dago Melawan menegaskan bahwa perjuangan belum selesai, dan menyerukan agar semua pelaku pemalsuan dan perampasan tanah rakyat ditindak tegas demi keadilan bagi warga Bandung.

Kini, Pemkot Bandung yang mengklaim memiliki aset Terminal Ledeng, setelah warga memenangkan perjuangan panjang sengketa lahan, mengajukan klaim aset itu dengan PK kedua sendirian. Warga merasa dipunggungi.

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//