• Berita
  • Sidang Enam Orang Warga Sukahaji, Kuasa Hukum Menyebut Dakwaan Jaksa tidak Jelas

Sidang Enam Orang Warga Sukahaji, Kuasa Hukum Menyebut Dakwaan Jaksa tidak Jelas

Para terdakwa warga Sukahaji adalah tulang punggung keluarga. Majelis hakim di PN Bandung diharapkan membebaskan terdakwa.

Suasana persidangan warga Sukahaji di Pengadilan Negeri Kota Bandung, Kamis, 13 November 2025. (Foto: Yopi Muharam/BandungBergerak)

Penulis Tim Redaksi14 November 2025


BandungBergerakEnam warga Sukahaji RJG, PS, AS, WY, S, YR, dan CS menjalani sidang kedua, di Pengadilan Negeri Kota Bandung, Kamis, 13 November 2025. Para terdakwa mengajukan eksepsi atas dakwaan yang dilayangkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) pada agenda sidang sebelumnya.

Sidang perdana kasus ini terjadi Rabu, 12 November 2025. Jaksa penuntut umum mendakwa keenam terdakwa dengan pasal berbeda-beda. RJG, PS, WY, S, YR, dan CS didakwa dengan Pasal 167 KUHP tentang memasuki pekarangan atau rumah orang lain secara melawan hukum dan Pasal 169 tentang keikutsertaan dalam perkumpulan terlaran, sedangkan AS mendapat pasal tambahan yaitu pasal 385 tentang penyerobotan tanah.

Jaksa penuntut umum yang terdiri dari Christian Dior dan Lucky Afgani menyebut mereka telah melakukan tindak pidana memaksa masuk ke dalam rumah, ruangan atau pekarangan tertutup yang dipakai orang lain dengan melawan hukum atau berada di situ dengan melawan hukum.

“Dan atas permintaan yang berhak atau suruhannya tidak pergi dengan segera,” ujar jaksa penuntut umum.

Enam pengacara terdakwa kemudian melayangkan nota keberatan. Heri Pramono, kuasa hukum AS, membacakan eksepsi yang menyoroti sejumlah kejanggalan dalam surat dakwaan jaksa penuntut umum.

Heri menyatakan, permasalahan yang menjadi dasar pelaporan maupun dakwaan jaksa penuntut umum berada dalam ranah hukum perdata, bukan pidana. Hal ini diperkuat dengan masih berlangsungnya proses perkara perdata objek yang sama di Pengadilan Negeri Bandung Nomor Perkara 119/Pdt.G/2025/PN Bdg tentang gugatan warga mengenai perbuatan melawan hukum yang dilakukan pihak pengklaim tanah.

Heri juga menyoroti ketidakjelasan dan ketidaklengkapan dakwaan. Ia menyebutkan bahwa dakwaan telah gagal memenuhi syarat formil karena tidak memuat uraian yang rinci dan spesifik mengenai perbuatan konkret yang didakwakan terkait pasal 167 ayat 1.

“Dakwaan hanya menyebutkan secara umum bahwa terdakwa menempati tanah, bangunan berupa rumah sebagai tempat tinggal terdakwa bersama istrinya di Kampung Babakan Sawah, RT 09, RW 03, Kelurahan Sukahaji, Kecamatan Babakan Ciparay, Kota Bandung, tanpa menjelaskan batasan ukuran luasan yang terdakwa tempati,” jelas Heri.

Ketidakjelasan tersebut membuat dakwaan dinilai kabur dan tidak memenuhi standar legalitas pidana yang mensyaratkan kejelasan unsur-unsur pidana. Ia juga menyoroti penyebutan 36 SHM secara bersamaan dalam dakwaan, yang menurutnya hanya menimbulkan kekaburan atau ketidakpastian.

“Hal ini mengakibatkan surat kuasa tidak lagi memiliki kekuasaan hukum, karena perbedaan locus delicti berpengaruh pada tempat dan dapat menimbulkan perbedaan kehendak pidana serta menimbulkan kecacuan dalam pembelaan yang disusun oleh pihak terdakwa,” kata Heri.

Atas dasar uraian eksepsi tersebut, Heri memohon kepada majelis hakim untuk menerima nota eksepsi, dan menyatakan Pengadilan Negeri Bandung Kelas 1A khusus tidak berwenang secara absolut untuk mengadili perkara.

Dia memohon agar terdakwa dibebaskan dari segala dakwaan, memerintahkan jaksa penuntut umum untuk mengeluarkan terdakwa dari tahanan, memulihkan hak terdakwa dalam hal kemampuan, kedudukan, harkat, dan martabatnya, serta membebankan biaya yang timbul dalam perkara ini kepada negara.

“Atau apabila Majelis Hakim yang mulia berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya,” tutup Heri.

Di sisi lain, kuasa hukum YR  menyoroti sengketa kepemilikan tanah yang menjadi dasar perkara. Pihak pelapor dianggap memposisikan diri sebagai pemilik objek tanah yang dikuasai dan ditempati oleh terdakwa. Namun, terdakwa telah menguasai dan menempati objek tersebut secara terbuka dan terus-menerus jauh sebelum terbitnya sertifikat hak milik pelapor. 

“Maka dengan kepastian hukum, para pihak harus terlebih dahulu mengikuti perintah dari masing-masing kliennya itu melalui peradilan umum di bawah ranah perdata,” tegasnya. 

Baca Juga: Cerita Warga Korban Kebakaran di Lahan Sengketa Sukahaji, Harta Benda Ludes dan Anak-anak Mengalami Trauma
Warga Sukahaji Membawa Kasus Pemagaran Tanah yang Mereka Tempati ke Pengadilan

Aksi solidaritas untuk warga Sukahaji di Pengadilan Negeri Kota Bandung, Kamis, 13 November 2025. (Foto: Yopi Muharam/BandungBergerak)
Aksi solidaritas untuk warga Sukahaji di Pengadilan Negeri Kota Bandung, Kamis, 13 November 2025. (Foto: Yopi Muharam/BandungBergerak)

Perempuan Bersolidaritas

Sidang ini mendapatkan pengawalan cukup ketat dari polisi dan tentara bersenjata laras panjang. Usai sidang, keluarga yang menunggu segera memeluk erat para terdakwa, beberapa ada yang menangis.

“Kami perlu keadilan dari semua penegak hukum. Itu saja,” ujar RG sambil memeluk sang buah hatinya.

Eli (bukan nama asli), istri salah seorang terdakwa, tak kuasa meneteskan air matanya saat melihat suaminya dijebloskan ke dalam mobil tahanan berwarna hijau tua. Saat sirine meraung, Eli mengejar perlahan sambil mengabaikan tangannya.

“Suami saya itu adalah tulang punggung keluarga,” ujarnya, seraya menyebut bahwa penahanan suaminya penuh kejanggalan dan terlalu memaksakan.

Selama suaminya ditahan, Eli tak bekerja. Dia hanya mengandalkan bantuan dari saudara, warga Sukahaji, dan solidaritas untuk bertahan hidup. Terlebih untuk memenuhi sang buah hati yang masih duduk di kelas 5 SD.

“Saya hanya mengandalkan sumbangan dari warga dan keluarga,” terangnya, terisak.

Sementara itu, Yuyun (bukan nama sebenarnya), anak salah seorang terdakwa, meluapkan kekecewaanya atas peradilan yang menimpa bapaknya. Menurut ibu 32 tahun itu, keluarganya sudah tinggal di tanah Sukahaji selama 27 tahun. Ia juga menyebut bapaknya mantan tentara yang berjuang untuk warga.

“Tapi kan dia udah lansia, seharusnya kan enggak kayak gini, katanya.

Yuyun tak terima bapaknya dituduh melakukan perkumpulan jahat. Menurutnya, ayah orang baik-baik dan tidak pernah melakukan tindakan kriminal.

“Tidak punya kasus apa-apa. Kenapa disebut perkumpulan orang jahat? Maksudnya apa? Dia bukan teroris loh,” jelasnya.

Dukungan untuk warga Sukahaji datang dari mahasiswa yang tergabung dalam Fornt Mahasiswa Nasional (FMN). Mereka menggelar aksi di depan pagar PN Kota Bandung untuk menyerukan pembebasan kepada para terdakwa dengan menenteng poster seruan.

Dedes, salah satu anggota FMN mengatakan, para terdakwa seharusnya tak ditahan. Mereka dianggap bukan kriminal yang melakukan tindakan jahat. Ia menegaskan, terdakwa disidang karena mempertahankan ruang hidupnya dari ancaman penggusuran. 

Perkara kasus ini berawal dari tuduhan terhadap enam terdakwa yang memasuki pekarangan rumah yang menimpa warga Sukhaji bermula dari peristiwa pada 24 Februari 2025, ketika warga mengadakan sosialisasi di Gedung Serbaguna yang kini telah dihancurkan. Sosialisasi dihadiri perwakilan RT, RW, serta pihak pengklaim tanah. Pertemuan ini membahas soal tanah garapan yang mereka tempati.  

Warga menilai, sosialisasi tersebut hanya penyampaian sepihak agar mereka segera mengosongkan rumah. Pada bulan Juli, keenam warga mendapat surat pemanggilan pertama penyelidikan dan berujung pada penetapan tersangka.

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//