Warga Sukahaji Membawa Kasus Pemagaran Tanah yang Mereka Tempati ke Pengadilan
Warga Sukahaji berharap keberpihakan dari pengadilan. Mereka ingin hidup tenang tanpa dihantui penggusuran.
Penulis Muhammad Akmal Firmansyah9 April 2025
BandungBergerak.id – Selama bertahun-tahun warga yang menempati Kampung Sukahaji, Kecamatan Babakan Ciparay, Kota Bandung hidup gelisah karena status tanah yang kini diklaim pengusaha Junus Jen Suherman dan Juliana Kusnandar. Lahan seluas 7,5 hektare itu kemudian dipagar seng. Warga pun melawan dengan menggugat pemagaran tanah ke meja hijau.
Gugatan telah terdaftar dengan nomor perkara perdata 119/Pdt.G/2025/PN Bdg tentang perkara perbuatan melawan hukum dengan tergugat Junus Jen Suherman dan Juliana Kusnandar. Persidangan akan digelar Kamis, 10 April 2025.
Ratna (55 tahun) warga Sukahaji merupakan salah satu warga yang ketenangannya tercerabut karena pemagaran seng. Ruang hidupnya terancam. Ia sampai meminta anak-anaknya untuk menjaga rumahnya jika hendak keluar rumah.
“Karena ada ancaman-ancaman seperti pembakaran. Jadi kami tidak ada tenaga untuk bekerja juga. Takut meninggalkan rumah. Sekarang hari ini saja anak-anak di rumah, disuruh. Jadi tidak boleh ada rumah yang dikosongkan selama dari tadi,” kata Ratna kepada wartawan, Senin, 7 April 2025.
Ratna telah tinggal di Sukahaji lebih dari 20 tahun. Ia membeli lahan dari pemilik sebelumnya. “(Ancaman penggusuran) ini jelas mengiris hati,” tutur ibu yang sehari-hari bekerja sebagai pengepul rongsok.
Perasaan was-was dan khawatir juga dialami oleh Rundiati (55 tahun) yang tidak berani keluar rumah selama satu bulan terakhir. Ia memilih tidak mudik lebaran demi memastikan keamanan rumahnya.
“Kita belum cari uang coba, banyak juga yang tidak mudik, karena ada ancaman dari pembakaran itu. Waktu itu juga terjadi. Subuh sama sore hari. Dua kali terjadi upaya pembakaran,” bebernya Rundiati.
Ibu yang sehari-hari berdagang ini menginginkan agar situasi kembali seperti semula, aman dan tidak ada intimidasi. Ia berharap pengadilan memihak warga dan menghentikan intimidasi. “Intinya kita pengin secepatnya aman,” singkatnya.
Menuju Meja Hijau Persidangan
Kuasa Hukum Warga Sukahaji Freddy Panggabean mengatakan, warga menggugat pemagaran ke pengadilan dengan tujuan untuk menghentikan intimidasi dan klaim atas lahan oleh pihak pengusaha.
“Mereka mengklaim bahwa mereka pemilik tanah dan bangunan di sini dengan sertifikat foto kopi. Dan kami juga nggak tahu sertifikat aslinya dia punya nggak gitu. Inilah kenapa kita ajukan permasalahan ini ke pengadilan. Supaya kita bisa mengetahui secara pasti gitu,” tutur Freddy, kepada wartawan, Senin, 7 April 2025.
Menurut Freddy, warga memang penggarap yang sudah bertahun-tahun menghuni Kampung Sukahaji. Jika Junus Jen Suherman dan Juliana Kusnandar mengklaim sebagai pemilik lahan yang ditempati warga, menurutnya mereka seharusnya mengajukan permohonan eksekusi ke pengadilan.
“Kalau betul, kenapa dia tidak mengajukan gugatan di pengadilan? Kenapa dia tidak mengajukan pengurusan eksekusi? Karena lebih jelas. Atau karena dia merasa dia banyak uang? Sudah bisa seenaknya. Negara kita ini kan negara hukum,” jelasnya.
Ia menyebutkan, 7,5 hektare lahan yang diklaim berdampak pada sekitar 1.500 sampai 2.000 KK. Namun penggusuran memiliki dampak luas selain menghilangkan rumah, yakni menyangkut kehidupan sosial dan kebudayaan. Maka, Freddy berharap pemerintah daerah turut memberikan solusi.
“Mereka (pemerintah daerah) tidak mengambil sikap. Sementara mereka ini adalah penduduk asli yang tinggal di wilayah ini,” bebernya.
Di tempat terpisah, kuasa hukum Junus Jen Suherman dan Juliana Kusnandar Rizal Nusi mengklaim pemagaran dilakukan karena tanah tersebut milik kliennya. Sehingga tidak dalam status sengketa.
“Sampai detik ini, itu tidak ada sengketa kepemilikan lahan di lokasi tanah milik klien (Junus Jen Suherman) gua. Itu mereka merasa dirugikan karena proses pemagaran,” kata Rizal ditemui BandungBergerak di Jalan Riau, Selasa, 8 April 2025.
Rizal berdalih tidak ada tumpang tindih sertifikat kepemilikan lahan di Kampung Sukahaji. Dengan demikian, ia merasa tidak perlu ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap untuk melakukan pemagaran.
“Karena sertifikat yang dipegang sama klien saya (Junus Jen Suherman) ini sudah memiliki SKPT (Surat Keterangan Pendaftaran Tanah),” jelas Rizal.
Ia menjelaskan, SKPT menyatakan bahwa tidak ada sengketa kepemilikan lahan. Sebagian besar warga disebut telah mau mengosongkan rumah mereka.
“Sekarang klien saya (Junus Jen Suherman) memagar tanahnya dia sendiri, dan kebetulan yang depan itu jongko kayu memang mayoritas sudah kita selesaikan semua. Hanya sisa segelintir. Sisa 4 bangunan aja yang belum mau terima,” katanya.
Latar Belakang Kasus
Sengketa warga Sukahaji bermula pada 2009 ketika Junus Jen Suherman dan Juliana Kusnandar mengklaim lahan yang ditempati jongko-jongko penjual kayu yang juga masuk wilayah terusan Pasirkoja. Klaim ini kemudian melebar hingga permukiman warga yang mendiami RW 01, 02, 03, dan 04 Kampung Sukahaji.
Warsidi, salah satu warga, diminta mengosongkan rumah-rumah mereka oleh perwakilan perusahaan dan aparat. Ia menyebut ada pemberian uang kerohiman atau ganti rugi dengan nominal 750 ribu rupiah per kepala keluarga untuk mengosongkan rumah. Namun upaya pengosongan tidak berhasil.
Warga yang menolak juga berupaya melakukan pertemuan dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan perusahaan pada 2013 untuk membahas siapa pemilik dokumen asli. Akan tetapi pertemuan ini tidak membuahkan titik terang.
Masih di tahun 2013, muncul keterangan bahwa perusahaan mengklaim memiliki 82 sertifikat, tetapi mereka hanya mampu menunjukkan 11 foto kopi sertifikat. Warsidi menyebut, data sertifikat tidak sesuai dengan area lokasi yang disengketakan.
Salah satu warga lainnya, Ronal menjelaskan, 82 sertifikat yang diklaim perusahaan tidak memiliki titik yang jelas.
“Patokan hektarenya gak ada. Surat tanah titiknya bukan di sini. Bukti pertama di Jamika. Sertifikat hak milik yang sama, data yang sama, nama yang sama di tahun 2025 tiba-tiba berubah luasnya, tiba-tiba berubah lokasinya. Siapa yang salah, BPN atau aplikasinya?” ujar Ronal beberapa waktu lalu.
Dalam undang-undang Pokok Agraria tahun 1960, lanjut Ronal, tanah penggarap yang ditempati berpuluh-puluh tahun dikembalikan ke penggarap untuk hak guna pakai, bukan hak milik.
“Sehingga, kami warga dan forum-forum koordinator RT menolak kehadiran mereka dan melawan (sampai) titik penghabisan,” kata Ronal.
Tahun 2018 menjadi peristiwa yang menakutkan dan menimbulkan trauma bagi warga setelah mereka mengalami kebakaran. Ketua RT 04 Ahmadin menceritakan tersiarnya kabar pengosongan rumah dalam beberapa bulan terakhir menyebabkan dirinya melakukan ronda malam.
“Saya sudah capek, sampai begadang tiap malam, karena takut dibakar lagi. (Kami) Keluar memantau lagi. Dulu setelah kebakaran, (kami) dihalangi-halangi (untuk tinggal lagi), karena belum ada izin,” jelas Ahmadin.
Ia meminta agar pihak penggembang membuktikan kepemilikan lahan melalui surat yang sah secara hukum dan didampingi BPN, tidak langsung dengan melakukan pemasangan plang dan penutupan lahan dengan seng tanpa proses peradilan.
Baca Juga: Sukahaji di Idulfitri
Warga Sukahaji Berhak Mendapatkan Perlindungan Hukum dari Polisi, Bukannya Intimidasi
Warga Dago Elos Bersolidaritas untuk Sukahaji
Klaim Bukti-bukti
Sebelumnya, pihak pengusaha telah menawarkan kompensasi kepada warga dan meminta pengosongan rumah paling lambat 7 April 2025. Pantauan BandungBergerak di lapangan, beberapa warga yang menerima kompensasi sebesar 5 juta rupiah telah mengosongkan huniannya. Namun, sebagian masih tetap menolak dan melawan sebab klaim tanah dilakukan tanpa keputusan pengadilan.
Pengacara dari pihak perusahaan Junus Jen Suherman dan Juliana Kusnandar Rizal Nusi menyebut, pihaknya memiliki bukti-bukti Surat Keterangan Pendaftaran Tanah yang dikeluarkan Badan Pertanahan Kota Bandung. Namun ia tidak mengizinkan pemotretan terhadap dokumen tenah, cukup dibaca dan dilihat saja. “Jangan (difoto), takut disalahgunakan,” kata Rizal, ditemui BandungBergerak di Jalan Riau, Selasa, 8 April 2025.
Menurutnya, saat ini telah ada 1.300 rumah yang sudah selesai mendapatkan pembayaran uang kerohiman untuk dikosongkan. “Mayoritas dari rumah yang terdampak di sertifikat atau di tanah milik klien saya, itu sudah menerima. Karena kita sudah melakukan sosialisasi di RW 4, meskipun itu gagal,” jelas Rizal.
Rizal menyebut pihaknya telah melakukan sosialisasi selama kurang lebih tiga kali dan selalu tidak berujung pada kesepakatan. Warga menginginkan sosialisasi dihadiri BPN. Namun dari pihak klien Rizal merasa sosialisasi cukup dengan menghadirkan dokumen tanah.
“Padahal pada saat itu saya sudah menjelaskan kehadiran BPN di sini itu melalui dari Surat Keterangan Pendaftaran Tanah yang sudah kita bawa.
Kita bawa itu foto kopi sertifikat yang sudah dilegalisir, plus ada Surat Keterangan Pendaftaran Tanah atau SKPT yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan Kota Bandung. Dan itu kita bawa yang asli,” beber Rizal.
Klaim lainnya, Rizal menyebut pihaknya telah menyelesaikan pembayaran pajak bumi dan bangunan (PBB) dari tahun paling lama sampai terbaru.
Rizal juga menyebut kliennya, Junus Jen Suherman, telah membayar tuntas dan menyelesaikan permasalahan kerohiman dengan nominal 5 juta rupiah. Menurutnya, uang kerohiman ini semestinya bukan menjadi prioritas tetapi kliennya menunjukkan memiliki itikad baik dalam masalah ini.
“Harus memikirkan dong, dia pindahnya ke mana, Setidaknya di angka 5 juta itu bisa cover mereka untuk 3 bulan tempat tinggallah. Beserta dengan pindahannya. Jadi memang mayoritas mereka terimanya di angka 5 juta,” bebernya.
BandungBergerak mencoba menghubungi Badan Pertanahan Kota Bandung untuk mempertanyai permasalahan tanah di Sukahaji, melalui humasnya dengan mengirim pesan teks pukul 11.36 WIB, Rabu, 9 April 2025. Kemudian, mencoba menelpon pada 13.20 WIB. Humas menyatakan akan menyampaikan hal ini ke pimpinan.
*Kawan-kawan bisa membaca artikel-artikel lain dari Muhammad Akmal Firmansyah, atau tulisan-tulisan menarik lain tentang Penggusuran