• Berita
  • Warga Dago Elos Bersolidaritas untuk Sukahaji

Warga Dago Elos Bersolidaritas untuk Sukahaji

Warga Dago Elos menyatakan rasa empati kepada warga Sukahaji yang terancam ruang hidupnya. Menyemangati dan menguatkan.

Angga, warga Dago Elos, Bandung menyemangati warga Sukahaji yang terlibat sengketa lahan, Rabu, 19 Maret 2025. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak)

Penulis Yopi Muharam20 Maret 2025


BandungBergerak.idPuluhan warga Dago Elos merapat ke Sukahaji, Kecamatan Babakan Ciparay, Kota Bandung untuk melakukan solidaritas. Mereka menyatakan rasa empatinya kepada warga yang tinggal di empat rukun warga (RW) mulai dari RW 1, 2, 3, dan 4 Sukahaji yang terancam ruang hidupnya. Tanah mereka diklaim oleh pengusaha sebagai lahan pribadi.

Angga, koordinator Forum Dago Melawan mengatakan kondisi yang menimpa warga Sukahaji bernasib sama dengan sengketa lahan Dago Elos. Maka dari itu, menurut Angga banyak dari warga Dago Elos yang kebanyakan ibu-ibu datang untuk melakukan solidaritas kepada warga Sukahaji.

“Di Sukahaji pun bernasib sama dengan kami (warga Dago Elos). Maka lantas ini adalah satu darah kita sama-sama,” terangnya, kepada warga Sukahaji yang tengah berkumpul di jalan gang RW 2, RT 12, Sukahaji, Rabu, 19 Maret 2025.

Banyak warga dari anak-anak hingga orang tua yang mengikuti pertemuan ini. Bahkan sesekali sorak sorai bergemuruh saat Angga melakukan orasi. 

Angga menyadari kedatangan warga Dago Elos akan mengundang perhatian aparat untuk mengawasi. Akan tetapi itu bukan menjadi alasan untuk tidak bersolidaritas. “Itu adalah risiko buat kita ketika mau untuk ke Sukahaji,” tuturnya.

Angga menyadari betul, sengketa lahan kerap diwarnai adu domba antarwarga. Maka dari itu, dia menyerukan agar warga Sukahaji tetap solid dan tidak terpecah belah.

Menurut Angga hal yang paling penting untuk disadari adalah bahwa solidaritas bukan semata-mata untuk mempertahankan rumah. Lebih dari itu, di sana terdapat  ruang hidup di mana warga tinggal bersama saudara-saudaranya.

“Di mana anak-anak kita bersekolah, di mana kita berpenghasilan mencari rezeki? Semuanya saling berpengaruh,” tegasnya.

Angga menegaskan, kendati sebagian warga ada yang ‘menyerah’ karena mendapat uang kompensasi, menurutnya jangan pernah menjauhi dan membenci warga tersebut. 

“Karena masing-masing orang memiliki keterbatasan-keterbatasannya,” ungkapnya. “Dan ini adalah proses yang jangan sampai semangat juang bapak ibu sekalian yang masih ingin kuat bertahan di sini menjadi luntur.”

Baca Juga: Warga Sukahaji Menolak Penggusuran, Mempertahankan Ruang Hidup Selama Berpuluh-puluh Tahun
KITA DAGO ELOS: Iri dan Ade Tegar Melawan Penggusuran
HUT Bandung sebagai Momen Menghapuskan Tradisi Penggusuran

Lahan di Sukahaji, Bandung dipagar seng, Rabu, 19 Maret 2025. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak)
Lahan di Sukahaji, Bandung dipagar seng, Rabu, 19 Maret 2025. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak)

Solidaritas Adalah Kunci

Kasus sengketa tanah ini bermula pada tahun 2009. Mulanya banyak warga yang diminta untuk mengosongkan rumah mereka. Lalu pada tahun 2013, warga melakukan pertemuan dengan pihak kecamatan, Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan perusahaan untuk membahas kepemilikan tanah di Sukahaji. Akan tetapi, pertemuan tersebut tidak membuahkan titik terang.

Menurut Angga, warga Sukahaji bukan menghadapi orang bisa dalam sengketa lahan ini. Maka dari itu, persatuan dan solidaritas adalah kunci untuk melawan. “Mereka orang-orang besar yang dengan kekuatan modalnya bisa membeli yang namanya tentara. Mereka semua juga bisa membeli yang namanya ormas,” tegasnya.

Senada dengan Angga, Ayang warga Dago Elos mengungkapkan bahwa warga Sukahaji merupakan saudara-saudara senasib yang ruang hidupnya terancam akan digusur. Setelah mengetahui sengketa tanah yang menimpa warga Sukahaji, warga Dago Elos langsung berkumpul untuk bersolidaritas.

“Ibu-ibu di sini yang datang dari Dago sampai menangis, sedih melihatnya,” terang Ayang saat berbicara di khalayak warga.

Ayang menyemangati para kaum ibu untuk tidak takut melawan penggusuran. Menurutnya, perempuan mempunyai kekuatan dalam memperjuangkan tanah.

Dia memberi saran kepada warga Sukahaji untuk mengaktivasi ruang-ruang kosong yang ada, misalnya dengan hiburan, mengadakan kelas hukum, atau kelas untuk anak-anak. Aktivasi ruang merupakan bentuk perlawanan untuk mempertahankan ruang hidup warga. “Omat, ibu, bapak aktivasi terus ruang lingkungan hidup kita,” tandas Ayang.

Menurutnya, selemah-lemahnya perlawanan adalah tidur di rumah yang terancam digusur. “Duduki lingkungan Anda, diam di rumah,” ujarnya.

Terakhir, Ayang mengatakan bahwa warga Dago Elos akan terus mendampingi warga Sukahaji. “Ingat ya, Ibu Bapak, insya Allah kami semua akan mendampingi, kami semua akan berjuang bersama,” ujarnya. “Kita punya Allah, kita punya kekuatan dan kita punya hak di negara ini untuk tetap hidup di lingkungan ini.”

Kedatangan warga Dago Elos disambut baik warga Sukahaji, salah satunya Dedi. Menurutnya, solidaritas warga Dago Elos membawa harapan baru bagi warga. “Jadi kita makin kuat gitulah untuk mengusahakan yang ada di tempat ini teh,” terangnya.

Dia berterus terang, saat ini banyak warga yang tidak bisa tenang. Setiap harinya terus dihadapkan dengan situasi konflik dan dihantui penggusuran. “Banyak pikiran sekarang kan. Warga tidur enggak bisa, karena takut,” tuturnya. “Yang kerja juga kan susah gitu karena memikirkan ini.”

Namun Dedi menyadari, suara warga terbagi antara yang mendukung dan menolak penggusuran. Perangkat aparatur kewilayahan pun banyak yang mendukung penggusuran. “Enggak ada yang mendukung,” terangnya. Jika penggusuran ini terjadi, menurut Dedi akan berdampak pada 1200an lebih warga yang tergusur.

*Kawan-kawan bisa membaca artikel-artikel lain dari Yopi Muharamatau tulisan-tulisan menarik lain tentang PENGGUSURAN

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//