Membawa Pulang Makna Budaya dari Festival Mulang ka Sarakan di Desa Baros
Festival Mulang ka Sarakan di Desa Baros menegaskan bahwa budaya bukan sekadar pertunjukan, melainkan napas yang tumbuh dari tanah, hutan, dan kehidupan sehari-hari.
Penulis Retna Gemilang17 November 2025
BandungBergerak – Panggung bambu berlatar rindanga hutan pinus dan bambu berdiri di Desa Baros, Arjasari, Kabupaten Bandung. Alunan instrumen Sunda berpadu bersama angin dan tawa canda antarpengunjung. Rangkaian acara Mulang ka Sarakan Panggung Pulang ini menunjukkan bagaimana budaya dihayati sebagai napas kehidupan sehari-hari.
Acara sekaligus pameran bertajuk Nyawang Rasa Galeri Hutan ini berlangsung di Ruang Sesama, 7-9 November 2025. Sejak awal masuk gerbang pengunjung diajak berinteraksi dengan produk inovasi karya dari potensi Desa Baros, keberagaman hasil tani dan pangan lokal buatan UMKM desa, dan menikmati Mulang ka Sarakan Panggung Pulang yang berisi beragam pertunjukan musik hingga diskusi di atas hamparan rumput hijau beralaskan matras.
Mulang ka Sarakan menurut Pemilik Ruang Sesama, Regi Anshori adalah suatu panggung pulang yang mengingatkan arti penting tentang budaya. Mulang ka Sarakan sendiri merupakan perjalanan panjang yang telah diinisiasi Regi bersama tim akademisi dari Telkom University dengan riset budaya selama dua tahun.
Latar belakang lahirnya Mulang ka Sarakan berasal dari keresahan Regi terhadap potensi budaya Baros. Regi yang pernah merantau, kembali ke kampung halamannya sejak tiga tahun lalu untuk memajukan desanya. Desa Baros sendiri pernah mendapatkan Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2023 dengan kearifan lokal budaya Sundanya. Akan tetapi, di baliknya terdapat keresahan dari berbagai aspek, salah satunya adalah ketidaksiapan Desa Baros menjadi desa wisata.
"(Desa Baros) banyak keresahan dari segi lingkungan yang berubah, dari segi generasi dan kesadaran, yang akhirnya berangkat dari keresahan tersebut saya memikirkan harus membuat sesuatu. Pada saat saya pulang ilmu yang saya punya harus terapkan di Baros, akhirnya lahirlah Mulang ka Sarakan," papar Regi saat ditemui BandungBergerak, 9 November 2025.
Mulang ka Sarakan lahir dari perjalanan riset budaya yang menelusuri akar, tanah, dan ingatan masyarakat. Lebih dari sekadar festival, Regi menyatakan bahwa acara ini hadir sebagai ruang perjumpaan antara tradisi dan teknologi, antara nilai leluhur dan semangat masa kini.
"Akhirnya tercetus suatu pelestarian tentang warisan tersebut, karena ketika warisan tersebut hilang, lingkungannya akan rusak, generasinya akan rusak, siapa nanti yang menjaga Baros?" tambahnya.
Regi menjelaskan, kolaborasi ini hadir dari inisiasi kolektif yang ikut merayakan pertemuan budaya, alam, dan kearifan leluhur untuk membangkitkan kesadaran kolektif. Mulai dari Pemerintah Desa Baros, akademisi dari Telkom University, Binus University, Sampoerna University, SoulFree Herb, budayawan lokal, hingga warga desa.
"Ini lahir dari kolaborasi, ini bukan lahir dari satu orang saya sendiri, akhirnya lahir suatu event yang besar yang tadinya memang sederhana, tapi ternyata out of expectation," jelasnya.
Selain panggung budaya, Mulang ka Sarakan juga menghadirkan SoulFree Herb--pelopor Meditative Artisan Tea di Indonesia. Setiap pengunjung dibawa ke dalam meditasi teh bersama yang diracik oleh Certified Holistic Herbalist, Sofyan Hardy dengan kearifan kuno. Di penghujung acara, Sofyan Hardy dengan SoulFree Herb berusaha mengajak pengunjung meneguk keheningan dalam secangkir teh untuk membawa jiwa menuju kesadaran utuh.
"SoulFree Herbs itu lebih concern ke tumbuhan yang memang sifatnya bisa dibilang menenangkan, jadi bukan hanya menyembuhkan fisik tapi juga bisa menyembuhkan mental dengan minuman meditatif," ujar Sofyan saat mengisi talkshow Plant Wisdom & Mental Health.
Salah satu pengunjung dari Desa Cimaung, Arindy Lestari hadir bersama suami dan anaknya untuk menikmati Mulang ka Sarakan. Dia sengaja hadir untuk sekadar menikmati pertunjukkan budaya Sunda dan meditasi bersama yang tidak bisa ia dapatkan secara mendalam di mana pun.
"Pengalamannya seru banget sambil ngajakin anak ke alam. Sebenarnya yang tertariknya karena meditasinya, lebih ke pengin nyobain meditasi," cerita Arindy dengan semangatnya.
Baca Juga: Bilik Bercerita: Rumah Panggung Desa Baros di Pameran Bandung Design Biennale 2025
Gunung Sangar Arjasari, Si Mungil nan Cantik di Kaki Pegunungan Malabar
Galeri Hutan dari Nyawang Rasa
Nyawang Rasa sebelumnya hadir di Bandung Design Biennale 2025. Di perhelatan kali ini, Nyawang Rasa menghadirkan konsep Galeri Hutan yang lebih interaktif.
"Sebenarnya secara konsep awal penginnya tuh (pameran) yang di kota-kota aja, yang di desa-desa aja, tapi setelah kita realize ternyata experience-nya di kota tuh bisa di-showcase juga di desa. Jadi akhirnya kebanyak karya kita bawa aja ke sini (Baros)," ungkap Ketua Pelaksana Nyawang Rasa, Sheva Zhafir Anandhika saat memandu tur pameran, 8 November 2025.
"Jadi konsep dua selokasi itu cuma kayak dua pameran yang mengarah ke audiens yang berbeda tapi mencakup idea dan identity yang sama," imbuhnya.
Pameran ini menyajikan ruang rasa yang dapat melebur dengan nuansa alam. Pengunjung tidak lagi hanya melihat, tapi juga mengalami langsung esensi Desa Baros dari tempat asalnya. Sheva mengatakan, Nyawang Rasa sendiri merupakan pameran arsip budaya Desa Baros, di mana budaya yang dihadirkan tidak melingkup hanya budaya yang bersifat kesenian tapi juga budaya yang hadir di keseharian warga.
Salah satunya instalasi kain batik dan ecoprint yang digantung dan dibentangkan menjulang di area hutan pinus Ruang Sesama. Karya kain ini berangkat dari kekayaan alam Desa Baros yang diabadikan menjadi arsip seni.
"Ada beberapa juga yang berkesinambungan dengan budaya itu sendiri, contohnya batik Baros sendiri, sebenarnya kita develope bareng mahasiswa-mahasiswa lab. Jadi kolaborasi itu tergabung dari berbagai prodi di Fakultas Industri Kreatif Telkom," jelasnya.
Pertama kali masuk, pengunjung diberikan brosur dan diajak berkeliling ke seluruh area pameran untuk mendapatkan cap dari ketiga pos. Yaitu, pos Bebenah, pos Lemah, pos Cai yang penamaannya berasal dari komunitas Bebenah Lemah Cai yang fokus pada konservasi alam dan revitalisasi warisan mata air di Baros.
Di rangkaian pamerannya menghadirkan berbagai macam alat musik Baros, mahjong Baros karya mahasiswa lab Design Survey, panon warga sebagai koleksi foto yang memperlihatkan arsip keseharian warga dan menunjukan esensi dari tradisi Baros. Selain itu, ada juga wheel of memory yang memperlihatkan aktivitas Design Survey dalam meriset potensi budaya di Baros, hingga instalasi seni lainnya.
Di ujung pemberhentian pos pameran, pengunjung mendapatkan stiker gratis dari Katha Rakyat—sekelompok inisiatif kreatif yang menghidupkan kembali cerita raktyat Indonesia dari Sampoerna University. Dosen DKV Sampoerna University dan Tim Katha Rakyat, Arum Githa mengatakan bahwa mereka berkolaborasi bersama Nyawang Rasa dengan menghasilkan cinderamata yang menggambarkan cerita rakyat di Desa Baros.
Cinderamata yang dihasilkan berupa stiker, gelang, gantungan kunci, hingga kartu karakter. Tentu tujuannya, ujar Arum, adalah untuk merevitalisasi nilai-nilai budaya di generasi muda selanjutnya.
"Apa yang teman-teman Design Survey sudah riset selama dua tahun ke belakang, terus output desainnya adalah seperti ini dengan berbagai macam produk," ujarnya.
Saat memasuki malam hari, pameran Nyawang Rasa makin dimeriahi dengan projection mapping yang disoroti ke kedua kain yang diikatkan ke pohon pinus. Projection mapping ini merupakan inisiasi dari Kelas Bintang Liar, sekelompok mahasiswa dari Binus University. Ketua Kelas Bintang Liar, Naufal Amri menjelaskan mereka berkolaborasi bersama Design Survey untuk merepresentasikan aset budaya Baros ke dalam video mapping berjudul "Baros Immersion".
"Tentang gimana caranya kita membawa teknologi ke dalam sebuah kota, tapi kita ringkas ke dalam sebuah pertunjukan untuk kita bawa ke Desa Baros ini," ungkap Naufal.
Melalui projection mapping, Kelas Bintang Liar berusaha memberikan visual yang ciamik, penuh dengan warna cerah, dan karakter animasi khas Baros yang bisa dinikmati oleh setiap kalangan. Seluruh rangkaian acara inipun membawa inovasi baru dalam memperkenalkan kekayaan desa melalui sentuhan teknologi dan budaya.
***
*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

