• Cerita
  • KABAR DARI REDAKSI: Rapat Redaksi Terbuka #6, Belum Waktunya BandungBergerak Berhenti

KABAR DARI REDAKSI: Rapat Redaksi Terbuka #6, Belum Waktunya BandungBergerak Berhenti

Rapat Redaksi Terbuka #6 dihadiri sekitar 30 peserta dari komunitas. Saran dan kritik pun mengalir untuk media alternatif BandungBergerak.

BandungBergerak menggelar Rapat Redaksi Terbuka #6 di Perpustakaan Bunga di Tembok, Jumat, 21 November 2025. (Foto: Iman Herdiana/BandungBergerak)

Penulis Tim Redaksi24 November 2025


BandungBergerak - Sudah lebih dari empat tahun BandungBergerak hadir sebagai media alternatif dengan tagline bercerita dari pinggir. Tahun 2025 menjadi masa sulit karena ruang demokrasi yang makin menyempit, tetapi memberi ruang bagi suara-suara yang kerap terabaikan menjadi keniscayaan.

Dengan latar belakang tersebut, pada Jumat, 21 November 2025, BandungBergerak menggelar Rapat Redaksi Terbuka #6 di Perpustakaan Bunga di Tembok. Acara ini dihadiri lebih dari 30 peserta—KawanBergerak atau audiens BandungBergerak, seperti penulis, kolumnis, serta perwakilan komunitas dan organisasi masyarakat sipil—yang berkumpul untuk menyampaikan masukan, saran, dan kritik.

Dalam suasana hujan ringan sore itu, Rapat Redaksi Terbuka dibuka sajian musik akustik dari Abah Omtris, yang di antaranya membawakan lagu tentang Pramoedya Ananta Toer, tentang Dago, dan Sukahaji.

Pemimpin Redaksi BandungBergerak.id, Tri Joko Her Riadi kemudian menyampaikan terima kasihnya kepada KawanBergerak yang sudah ikut berjuang memperpanjang kehidupan BandungBergerakd sampai detik ini. Setelah itu, Joko memaparkan sedikit kilas balik tentang pencapaian BandungBergerak pada 2025.

Di tengah kualitas demokrasi yang kian terkikis dan ekosistem media yang kian sulit, Joko menyatakan kehadiran media alternatif dengan keberpihakan yang jelas pada kepentingan publik justru makin dibutuhkan saat ini.

Di Bandung Raya, publik dihadapkan pada berbagai kasus penggusuran ruang hidup, dari Dago Elos, Sukahaji, hingga Tenjolaya. Pemberangusan seni, penyitaan buku, tindakan represi dari aparat, hingga diskriminasi terhadap kelompok minoritas masih kerap terjadi. Di luar itu, ada pula masalah keseharian yang tidak ada habisnya: kemacetan, sampah, hingga bencana banjir.

Sejak berdiri pada 28 Maret 2021, BandungBergerak memilih sebagai media yang tidak netral, tetapi berpihak kepada kebenaran, pada nilai-nilai demokrasi dan kemanusiaan, terlebih pada kepentingan warga yang terpinggirkan.

"Bagi kami netralitas media itu mitos, kami tidak percaya media harus netral," ujar Joko. "Kehadiran media alternatif dengan keberpihakan yang jelas, kiranya justru semakin dibutuhkan."

Joko memaparkan capaian-capaian redaksi selama setahun ke belakang. Di samping itu, BandungBergerak berkolaborasi dengan menjalankan program-program hingga liputan kolaboratif bersama media lain.

Di tahun ini pula BandungBergerak mempraktikkan jurnalisme konstruktif, yakni peliputan jurnalistik kritis yang dibarengi dengan beragam inisiatif baik yang dilakukan masyarakat atau komunitas. Contoh, masalah sampah di Bandung akan lebih ideal jika ditangani dengan metode pemilahan daripada dengan insinerator atau pembakaran. Salah satu agenda liputan jurnalisme konstruktif adalah menghadirkan diskusi publik yang dihadiri Wali Kota Bandung Muhammad Farhan, aktivis lingkungan, dan warga yang menjalankan memilah sampah. 

Lantas, bagaimana BandungBergerak ke depan? Joko menjelaskan BB akan tetap menjadi media alternatif dan tidak akan menjadi media besar. BB akan tumbuh perlahan, terhubung dengan komunitas dan bersama-sama menghasilkan sesuatu yang berdampak.

Kritik dan Saran dari Audiens untuk BandungBergerak

Heri Pramono, Direktur LBH Bandung, menyampaikan apresiasi sekaligus sejumlah catatan untuk BandungBergerak. Ia mendorong BandungBergerak memperluas ruang kolaborasi, baik dengan komunitas maupun individu, serta memperluas isu yang diangkat dan menguatkan aktivitas di ruang publik.

"Bagaimana rekan-rekan kamu bisa mengaktivasi kelas harian. Terus juga menjangkau teman-teman yang lainnya. Bukan cuma hanya orang yang komunitas tapi juga menggerakkan ke orang-orang yang sifatnya individu gitu," ujar Heri.

Menurutnya, tahun kelima adalah momen penting bagi BandungBergerak untuk melakukan regenerasi dan kaderisasi. Langkah ini diperlukan untuk menyebarkan nilai-nilai baik sekaligus melahirkan jurnalis baru. Ia menilai keterlibatan pegiat saat ini berkurang dan perlu diperkuat kembali.

Heri juga menekankan pentingnya pengarsipan yang konsisten. BandungBergerak, ujarnya, belum memulai dengan kuat kerja pengarsipan, padahal hal itu dapat menjadi sumber pengetahuan bagi generasi mendatang.

“Ini penting karena dalam satu tahun saja banyak hal yang bisa kita lihat, baik dari angka maupun narasinya,” kata Heri.

Selanjutnya, Iqbal Lazuardi Tawakal, Ketua AJI Bandung, mengapresiasi BandungBergerak tetap teguh berdiri sebagai media lokal yang berpihak pada kebenaran. Ia menyampaikan catatan berupa karya visual berupa foto jurnalistik yang terlihat hitam putih. Menurutnya, banyak hal-hal yang bisa disampaikan melalui foto warna.

Lebih lanjut, di era gempuran misinformasi dan penggiringan opini di media sosial dan AI, Iqbal menyarankan agar BandungBergerak meluncurkan karya-karya jurnalisme investigasi berbasis fakta dan data. Ia juga berharap BandungBergerak dapat lebih banyak berkolaborasi dengan media-media lokal lainnya untuk memperkuat pengaruh di masyarakat.

Jejen Jaelani, seorang kolumnis, menyoroti soal penerbitan buku yang muncul dalam paparan Pimred BandungBergerak. Menurut Jejen, usaha penerbitan memiliki risiko besar.

"Terutama di tahun 2022 yang penjualan buku sangat sedikit gitu ya. Percetakan juga wah harga buku makin mahal, eh belum lagi pajak dan lain-lain," ucap Jejen.

Di samping itu, fenomena influencer yang kini menjadi trend. Menurut Jejen, peran influencer bahkan mengalahkan pakar. Ia berharap BandungBergerak tidak masuk ke ranah ini.

"Saya sih berharap influencer culture itu segera shutdown, segera kiamat gitu ya. Karena ketika pakar diwawancara terus tiba-tiba disikat sama influence, seharusnya beda level gitu ya," jelas Jejen.

Terakhir, Jejen berharap BandungBergerak bisa menerbitkan berita lebih pagi lagi.

"Jadi, agak lama enggak sabar gitu ya. Saya pengin begitu buka laptop 7:30 gitu, sudah ada sajian segar gitu ya, sebelum mau mulai aktivitas jam 10 di kampus," tutup pria yang sehari-hari mengajar.

Baca Juga: KABAR DARI REDAKSI: Rapat Redaksi Terbuka#4, Memperluas Dampak dan Memperbanyak Konten-Konten Visual
KABAR DARI REDAKSI: Rapat Redaksi Terbuka Pertama

Usulan-usulan

Fay, salah satu aktivis dan penulis, mengusulkan BandungBergerak agar membuka ruang baru untuk para penulis fiksi, entah Cerpen atau lainnya.

Usulan lain juga mengalir dari  Gita, Great UPI, yang juga pernah mengikuti Kelas Liar, salah satu program kolaborasi BandungBergerak, menyarankan keberlanjutan Kelas Liar tidak hanya berhenti di BandungBergerak saja. Kelas Liar diharapkan dibawa ke ranah kampus secara langsung, sehingga makin memberikan dampak. Ia juga menginginkan adanya kolaborasi dalam membentuk pengkaderan dengan komunitas-komunitas mahasiswa dan orang muda.

Ristia Kusnady atau biasa dipanggil teh Ayang, audiens lainnya, mengatakan sebagai perwakilan dari Forum Dago Melawan ia menilai BandungBergerak telah mengubah perspektif warga akan media dan jurnalis yang "menakutkan". Dengan media lokal yang berpihak pada publik, warga kini tak lagi takut untuk menggaungkan isu yang sedang hangat terjadi.

Ia memberi catatan, BandungBergerak harus lebih keras lagi dalam mengkritik isu-isu yang ada sebagai bentuk dedikasinya dalam keberpihakan.

"Jadi alangkah lebih seru jika literasinya agak keras, teman-teman lebih tahu kode etik dan tahu batasannya," ungkap Ayang.

Penulis dan peneliti asal Lembang, Malia Nur Alifa mengatakan BandungBergerak sudah menjadi wadah bagi dirinya menuliskan cerita-cerita tentang Lembang. Berkat BandungBergerak, ia memiliki peluang untuk berkolaborasi terkait penelitian sejarah di daerah Lembang.

Penulis lainnya, Ernawatie Sutarna juga menilai BandungBergerak menjadi taman bermain dari buah pikirannya. Ia menginginkan adanya kelas menulis yang diinisiasi oleh BandungBergerak, juga menyediakan adanya kolom untuk bahasa Sunda. Erna melihat bahasa Sunda menjadi satu bahasa yang diindikasikan punah karena kian sedikit penutur aslinya.

Rapat Redaksi Terbuka ini yang ke-6 sejak empat tahun lalu BandungBergerak.id mengisi bagian demi bagian dari lembaran-lembaran kosong yang dimulai 28 Maret 2021. Sebelumnya, Rapat Redaksi Terbuka dihelat 13 April 2023. Ada pun dua rapat redaksi lainnya berlangsung secara daring. 

Rapat Redaksi Terbuka ditutup dengan penampilan musik dari Bob Anwar dan acara foto bersama. Melalui agenda rutinan bersama KawanBergerak, kami tetap ada, bertahan, dan sekuat tenaga meyakini: BELUM WAKTUNYA BERHENTI.

***

*Reportase ini dikerjakan reporter BandungBergerak Retna Gemilang dan Riyan D Apriliyana

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//