Dilema Hadiah dari Siswa di Momen Hari Guru
Hari Guru harus kembali kepada makna dasarnya. Hari untuk mencintai guru. Hari untuk menghormati guru.

Insan Faisal Ibrahim
Guru di salah satu Madrasah Swasta di Kabupaten Garut Jawa Barat
26 November 2025
BandungBergerak.id – Hari Guru selalu datang dengan suasana hangat di banyak sekolah. Para siswa berusaha mengekspresikan rasa terima kasih melalui cara yang mereka mampu. Ada yang membuat kartu ucapan dari kertas bekas. Ada yang menulis puisi sederhana. Ada pula yang datang membawa hadiah kecil sebagai bentuk penghormatan. Namun di balik semua keceriaan itu, muncul sebuah fenomena yang seharusnya membuat kita merenung lebih jauh. Tidak sedikit guru yang justru disudutkan dan disalahkan ketika siswa memberikan hadiah. Seolah pemberian tersebut adalah kesalahan moral. Seolah guru memintanya. Seolah guru mengajarkan budaya transaksional. Padahal kenyataannya jauh dari itu.
Selama ini guru menjadi figur yang dibebani berbagai ekspektasi. Mereka diharapkan sempurna dalam mengajar, tegar menghadapi berbagai persoalan siswa, ramah kepada orang tua, dan menjadi teladan tanpa cela. Namun di sisi lain mereka juga menjadi pihak yang paling mudah dicurigai. Ketika siswa menunjukkan rasa terima kasih melalui hadiah, guru yang pertama kali dituding. Tudingannya pun tidak main-main. Ada yang menganggap guru sengaja memancing pemberian. Ada yang menilai guru terlalu menerima. Ada pula yang menuduh guru membiarkan budaya gratifikasi. Semua penilaian itu sering muncul tanpa upaya memahami situasi sebenarnya.
Padahal dalam banyak kasus hadiah tersebut lahir dari kemauan siswa sendiri. Anak-anak melihat guru sebagai sosok yang mereka hormati. Mereka merasa terbantu. Mereka merasa dekat. Mereka merasa guru telah mengubah hidup mereka. Dalam keterbatasan bahasa emosional, siswa mengungkapkannya melalui hadiah. Hadiah yang sering kali tidak bernilai besar. Bahkan banyak yang hanya berupa makanan kecil atau barang sederhana. Guru pun tidak pernah meminta. Tidak pernah menyuruh. Tidak pernah memberikan isyarat. Namun tetap saja guru dianggap bersalah seolah mereka yang menginisiasi semuanya.
Di sinilah letak persoalan yang perlu didiskusikan. Mengapa guru begitu mudah disalahkan. Mengapa kesalahpahaman ini terus berulang. Jawabannya bisa jadi karena persepsi masyarakat tentang hadiah masih dipengaruhi oleh trauma budaya gratifikasi. Kita terlalu sensitif melihat hubungan antara pemberi dan penerima. Kita terlalu cepat menuduh. Kita lupa membedakan mana hadiah karena pengaruh kekuasaan dan mana hadiah yang lahir dari tulusnya hati siswa.
Baca Juga: Hari Kemerdekaan, Kata Sejahtera, dan Guru Honorer
Hari Guru: Tentang Organisasi yang Mulai Jauh dari Guru
Hari Guru: Antara Pengabdian dan Kesejahteraan yang Tak Seimbang
Makna Penghormatan
Guru bukan pejabat yang memegang kekuasaan dalam urusan finansial. Guru tidak memiliki kewenangan untuk memberikan keuntungan kepada siswa melalui pemberian hadiah. Guru tidak menutup nilai bagi mereka yang tidak membawa bingkisan. Guru tidak memperlakukan siswa berbeda karena mereka tidak membawa hadiah. Hubungan guru dan murid adalah hubungan pendidikan. Bukan hubungan transaksional. Karena itu tidak pantas jika guru disudutkan hanya karena ada siswa yang ingin mengucapkan terima kasih.
Saat Hari Guru tiba, banyak guru merasakan dilema batin. Di satu sisi mereka tersentuh melihat ketulusan siswa. Namun di sisi lain mereka takut disalahpahami. Ada guru yang menolak hadiah meski hati kecilnya ingin menghargai niat baik anak-anak. Ada guru yang merasa bersalah padahal tidak melakukan apa pun yang melanggar etika. Ada guru yang akhirnya mengembalikan hadiah dan membuat siswa merasa kecewa karena mengira gurunya menolak perhatian mereka. Situasi seperti ini muncul karena kita gagal menempatkan perayaan Hari Guru sesuai makna aslinya.
Guru juga manusia yang memiliki hati. Mereka bisa merasa terharu. Mereka bisa merasa dihargai. Mereka bisa merasa diperhatikan. Namun kondisi sosial kadang memaksa mereka untuk menganggap semua bentuk kasih sayang sebagai potensi masalah. Ini bukan hanya merugikan guru tetapi juga merugikan siswa yang sedang belajar tentang cara menghormati dan berterima kasih.
Jika guru selalu disudutkan dalam momen seperti ini maka kita tengah menciptakan generasi yang bingung memahami batas antara penghargaan dan gratifikasi. Kita mengajarkan bahwa memberikan ucapan terima kasih berisiko menimbulkan salah paham. Kita menanamkan rasa takut di hati anak-anak. Padahal pendidikan karakter mengajarkan bahwa menghormati dan menghargai adalah nilai luhur yang harus dijaga.
Penting bagi seluruh masyarakat untuk memahami bahwa hadiah dari siswa pada saat Hari Guru bukanlah bentuk transaksi. Itu adalah bagian dari budaya apresiasi yang berkembang secara alamiah. Jika kita khawatir akan batasan etika maka cukup memberikan panduan yang jelas. Hadiah tidak perlu mahal. Tidak boleh diwajibkan. Tidak boleh menjadi ajang pamer. Tidak boleh menjadi tolok ukur kedekatan dengan guru. Dengan pedoman seperti itu maka siswa tetap bisa mengekspresikan cinta tanpa membuat guru berada dalam posisi sulit.
Daripada menyalahkan guru akan jauh lebih bijak jika masyarakat mengedukasi siswa tentang makna penghormatan. Guru pun dapat mengarahkan bahwa penghargaan terbaik adalah sikap sopan, kesungguhan belajar, dan perilaku baik. Namun tidak berarti semua bentuk hadiah harus dihapuskan sepenuhnya. Karena menghapusnya berarti menghapus tradisi apresiasi yang sudah berlangsung puluhan tahun.
Guru tidak layak disudutkan. Mereka sudah memikul tanggung jawab besar. Mereka bekerja dengan hati. Mereka mengabdi bukan demi hadiah tetapi demi kemajuan generasi. Jika ada yang harus diperbaiki maka yang diperbaiki adalah pemahaman kita. Bukan figur gurunya.
Pada akhirnya Hari Guru harus kembali kepada makna dasarnya. Hari untuk mencintai guru. Hari untuk menghormati guru. Hari untuk mengenang seluruh jasanya. Dan di hari itu tidak seharusnya guru menjadi tertuduh. Karena mereka bukan penerima gratifikasi. Mereka adalah penerima cinta dari anak-anak yang sedang tumbuh dan belajar memahami dunia.
***
*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

