Sumatra Berduka, Desakan Status Bencana Nasional Menguat
Ketika hutan gundul mengundang bencana. Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat porak-poranda. Akar masalah lingkungan menjadi sorotan.
Penulis Awla Rajul2 Desember 2025
BandungBergerak - Bencana banjir bandang dan tanah longsor melanda Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat, 25-28 November 2025. Bencana yang dipicu oleh curah hujan tinggi karena siklon tropis senyar ini diperparah masifnya deforestasi di kawasan hulu. Hingga Minggu, 1 Desember, BNPB mencatat sebanyak 502 korban meninggal akibat bencana ini. Sementara enam LBH – YLBHI Indonesia se-Sumatra mendesak pemerintah untuk menetapkan status bencana nasional.
Data BNPB per 1 Desember pagi merilis korban bencana Sumatra berdampak terhadap 1,4 juta jiwa di 48 kabupaten/kota. Total dari tiga provinsi, 502 jiwa meninggal dunia, 508 jiwa dinyatakan hilang, 2.500 orang jiwa luka-luka, dan 552 ribu jiwa mengungsi. Bencana Sumatra ini juga menyebabkan 3.300 unit rumah rusak berat, 4.100 unit rumah rusak sedang, 20.700 unit rumah rusak ringan, 204 unit fasilitas pendidikan rusak, dan 270 jembatan rusak.
Aulia dari LBH Banda Aceh menyampaikan, hingga 30 Desember, jalur darat yang menghubungkan Banda Aceh – Medan, baik lintas Timur maupun lintas Barat terputus total. Beberapa jembatan di lintas Timur putus, jalur lintas Barat mengalami longsor, sementara jalur provinsi ke kawasan Tengah sepenuhnya terisolasi. Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Gayo Lues dilaporkan sepenuhnya terputus dari jalur darat dan harus diakses melalui udara.
“Setidaknya ada 17 kabupaten/kota dari 23 yang terdampak langsung banjir. Kabupaten/kota lainnya yang tidak terkena banjir secara masif itu juga berdampak seperti pemadaman listrik, jalur komunikasi terputus, bahkan beberapa lokasi itu masih terisolasi,” kata Aulia dari LBH Banda Aceh, dalam konferensi pers 6 LBH – YLBHI di YouTube, Minggu, 30 November 2025.
Aulia juga melaporkan, bandara-bandara di Aceh sudah diaktifkan sebagai pintu penyaluran bantuan. Per Senin, 1 Desember 2025, Pemerintah Aceh juga membuka secara gratis jalur laut untuk menghubungkan lintas timur provinsi Aceh. Jalur laut ini menghubungkan Banda Aceh – Lhokseumawe – Langsa yang mulai diaktifkan per 2 Desember 2025.
“Hingga 30 Desember, hujan sudah berhenti, air mulai surut. Yang tersisa adalah genangan lumpur yang mencapai 1,5 meter. Walaupun banjir sudah mulai surut tapi jalur transportasi masih sangat sulit. Ini berakibat pada terhentinya pasokan logistik terutama untuk kebutuhan dasar,” tambahnya.
Aulia membeberkan, harga pangan di Aceh meningkat. Stok BBM juga menipis. Masyarakat harus mengantre hingga berkilo meter untuk mendapatkan BBM di SPBU. Di samping itu, listrik juga masih diberlakukan pemadaman bergilir. Sementara saluran komunikasi perlahan mulai membaik.
Irvan dari LBH Medan juga melaporkan, sebanyak 14 kabupaten/kota di Sumatra Utara terdampak banjir bandang dan longsor. Daerah dengan dampak paling parah adalah Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, Tapanuli Utara, Sibolga, dan Langkat. Irvan melaporkan, sebanyak 300.000 ribu masyarakat mengalami kerugian harta benda akibat bencana.
“Masyarakat membutuhkan bantuan konsumsi, obat-obatan, dan pakaian sehari-hari,” ungkapnya. “LBH Medan melihat terjadinya banjir dan longsor di Sumatra Utara ini tidak terlepas dari adanya kerusakan ekosistem Batang Toru yang diduga kuat karena adanya deforestasi.”
Irvan menerangkan, ada tujuh perusahaan yang melakukan deforestasi di wilayah-wilayah paling terdampak bencana yang mengakibatkan hutan-hutan gundul. Kondisi itu memicu kuat adanya longsor dan banjir. Pihaknya mengecam keras tujuh perusahaan yang mengambil keuntungan tetapi tidak melihat dampak yang terjadi.
Irvan juga menyebut, masyarakat yang terdampak bencana diduga melakukan penjarahan barang di Bulog dan supermarket-supermarket. Masyarakat melakukan itu karena kebutuhan dasar yang menipis.
“Ini sudah seyogyanya ditetapkan status bencana nasional, ratusan terdampak, sarana-prasarana rusak, di Aceh jembatan putus,” tegas Irvan.
Diki Rafiqi dari LBH Padang juga menyebutkan, bencana yang terjadi ini sebenarnya sudah diperingatkan berkali-kali oleh pihaknya. LBH Padang kerap mengingatkan terkait daya dukung dan daya tampung lingkungan semakin mengkhawatirkan. Melihat kondisi yang terjadi di Sumatra, menurutnya pemerintah pusat menetapkan status bencana nasional. Lantaran pemerintah daerah sangat mungkin kewalahan untuk menanggulanginya sendiri tanpa dukungan penuh dari pemerintah pusat.
“Tidak mungkin pemerintah daerah saja mengurus ini, karena banyak infrastruktur yang rusak, banyak jembatan putus, banyak daerah terisolir yang tidak bisa masuk ke dalam sampai saat ini untuk melihat situasinya,” ungkapnya.
Diki menegaskan, selain memang karena siklon yang membawa intensitas air tinggi, hilangnya hutan akibat deforestasi juga menjadi penyebab penting. Ia mendesak pemerintah pusat memberikan respons cepat, jelas, dan terukur. Pemerintah harus menaikkan status bencana nasional, supaya penanganan dan pemulihan pasca bencana, terhadap masyarakat dan infrastruktur bisa dikelola dengan baik.
Baca Juga: Banjir di Pangalengan, Penggundulan Kebun Teh, dan Mengapa Kita Butuh Uang
Ketika Alam Enggan Bersahabat dengan Kita, Saatnya Mengingat Percakapan yang Terlupakan
Solidaritas dari Bandung
Forum Kelompok Kader Konservasi Indonesia (FK3I) Pusat menyebut, masyarakat di Cekungan Bandung juga rentan terdampak bencana, berkaca pada situasi di Sumatra. Kawasan hulu yang semakin gundul akibat merebaknya pembangunan, baik di Selatan maupun Utara bisa berdampak banjir dan longsor.
“Sambil bersolidaritas untuk Sumatra, FK3I Pusat mengajak warga Jawa Barat mulai kritis terhadap situasi ancaman yang tidak dijamin pemerintah,” mengutip siaran pers FK3I yang juga mendesak pemerintah pusat untuk membentuk lembaga independen mengusut penyebab bencana.
Bencana Sumatra yang merenggut ratusan jiwa mendorong masyarakat Bandung untuk bersolidaritas. Komunitas-komunitas maupun lembaga membuka saluran donasi untuk korban bencana. FK3I turut membuka saluran penggalangan donasi untuk korban bencana. Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) juga membuka donasi kepada kawan-kawan jurnalis terdampak di enam AJI Kota, di antaranya AJI Banda Aceh, Bireuen, Lhokseumawe, Langsa, Medan, dan Padang.
Ada juga komunitas Panglima UIN Bandung, Forum Mahasiswa dan Pemuda Aceh (Formapa) Bandung, Keluarga Mahasiswa Minang (KMM) UIN Bandung, Keluarga Mahasiswa Lampung (Kemala) Bandung, Keluarga Mahasiswa Kuningan (Kemuning) UIN Bandung, dan lainnya.
***
*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp bit.ly/ChannelBB

