• Kampus
  • Peringatan 16 Hari Anti Kekerasan Berbasis Gender di Unpar, Seruan Keamanan Digital di Tengah Maraknya Kekerasan Daring

Peringatan 16 Hari Anti Kekerasan Berbasis Gender di Unpar, Seruan Keamanan Digital di Tengah Maraknya Kekerasan Daring

SAFEnet mengingatkan bahwa aplikasi pesan WhatsApp, Telegram maupun media sosial seperti Instagram menjadi tiga platform dengan laporan KBGO terbanyak.

Peringatan 16 Hari Anti Kekerasan Berbasis Gender (KBG) di kampus Unpar, Bandung, 5 Desember 2025. (Foto: Audrey Kayla/BandungBergerak)

Penulis Audrey Kayla Fachruddin11 Desember 2025


BandungBergerakSelasar Pusat Pembelajaran Arntz-Geise (PPAG) Universitas Katolik Parahyangan dipenuhi berbagai instalasi dan stan pameran dalam peringatan 16 Hari Anti Kekerasan Berbasis Gender (KBG) pada 5 Desember 2025. Tahun ini, kampanye mengusung tema "UNiTE to End Digital Violence against All Women and Girls" yang ditetapkan UN Women, selaras dengan meningkatnya urgensi keamanan digital bagi perempuan dan kelompok rentan.

Kampanye melibatkan dua tahap: penyebaran informasi secara daring sejak 25 November hingga 10 Desember, kemudian aksi langsung di ruang publik. Mahasiswa peserta juga memadati area selasar dengan warna jingga dan ungu—jingga sebagai simbol harapan dunia bebas kekerasan, dan ungu sebagai lambang perjuangan serta martabat perempuan.

Ketua Satgas PPKS Unpar Yulia Indrawati Sari menjelaskan rentang waktu kampanye tersebut. Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya yang terpusat di lingkup FISIP, kampanye tahun ini menggandeng Fakultas Filsafat Unpar, SAFEnet, serta Satgas PPKS dari Universitas Siliwangi, Politeknik Negeri Bandung, dan Sekolah Tinggi Hukum Bandung. Kolaborasi turut melibatkan LBH Pengayoman Unpar serta pertunjukan seni oleh Wanggi Hoed dan dua mahasiswi filsafat.

SAFEnet, organisasi yang memperjuangkan hak-hak digital seperti keamanan dan kebebasan berekspresi, berperan memberikan edukasi terkait keselamatan di ranah daring.

Amelinda, anggota Divisi Kesetaraan dan Inklusi SAFEnet, menegaskan bahwa Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) terus meningkat setiap tahun. Ia menilai para mahasiswa telah akrab dengan konsep-konsep pendidikan gender yang mereka tampilkan di pameran.

Bentuk-bentuk KBGO kini semakin kompleks karena kerap tersamarkan dan dinormalisasi. Salah satunya berupa akun anonim “kampus cantik” yang mengobjektifikasi mahasiswa melalui body shaming dan body checking.

“Kemudian juga dari pengalaman dulu itu, banyak banget akhirnya yang di-feature di dalam Instagram tersebut, mereka ternyata tidak memberikan consent-nya dan mereka kemudian jadi semakin rentan jadi target online harassment, gitu,” jelas Amelinda.

Aktivis SAFEnet lainnya, Iin Valentina memaparkan bahwa pada 2024, WhatsApp, Instagram, dan Telegram menjadi tiga platform dengan laporan KBGO terbanyak. Aduan yang diterima SAFEnet didominasi penyebaran konten intim, sekstorsi, pemerasan, morphing, dan deepfake. Di Jawa Barat, lebih dari 300 aduan KBGO diterima pada tahun yang sama.

Iin mengingatkan bahwa aplikasi gratis sejatinya tidak sepenuhnya gratis karena pengguna “membayar” dengan data pribadi. “Karena, ketika when the product is free, then you are the product,” ujar Amelinda.

Isu serupa diangkat oleh Kelompok 30 yang menyoroti komentar negatif di media sosial. Mereka menilai komentar kerap dianggap sepele, bahkan muncul anggapan bahwa apa pun yang diunggah adalah konsekuensi pribadi. Kelompok lain menyorot komentar seksis di dunia gaming.

Baca Juga: Pencegahan KGBO dan Kekerasan Seksual mesti Terus Disuarakan
Cerita Penyintas Kekerasan Berbasis Gender Online

Peringatan 16 Hari Anti Kekerasan Berbasis Gender (KBG) di kampus Unpar, Bandung, 5 Desember 2025. (Foto: Audrey Kayla/BandungBergerak)
Peringatan 16 Hari Anti Kekerasan Berbasis Gender (KBG) di kampus Unpar, Bandung, 5 Desember 2025. (Foto: Audrey Kayla/BandungBergerak)

Sementara dalam catatan LBH Pengayoman menyebut KBGO sebagai bentuk kekerasan seksual yang paling dekat dengan generasi muda. KBGO juga bukan kekerasan tunggal, tetapi kejahatan berlapis yang dapat terhubung hingga praktik perdagangan manusia secara non-konsensual.

Untuk mencegah kekerasan di ranah digital, SAFEnet serta panitia kampanye mendorong berbagai langkah pengamanan, mulai dari aktivasi verifikasi dua langkah, kewaspadaan terhadap aplikasi dan Wi-Fi gratis, hingga kesadaran bahwa penyedia layanan internet (ISP) tetap dapat melacak data.

Untuk memudahkan akses bantuan, Satgas PPKS Unpar merilis booklet panduan yang dapat diakses seluruh mahasiswa. Indri berharap panduan tersebut menjadi standar rujukan bagi siapa pun yang membutuhkan dukungan.

Kampanye ini menegaskan bahwa penyadaran mengenai kekerasan berbasis gender di ranah digital harus berlangsung terus-menerus, bukan hanya selama 16 hari peringatan. Dengan mengedepankan semangat kesukarelaan dan advokasi seperti yang dilakukan SAFEnet, upaya memerangi KBGO perlu menjadi bagian dari keseharian masyarakat.

*Kawan-kawan dapat mengikuti kabar terkini dari BandungBergerak dengan bergabung di Saluran WhatsApp Kami

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//