• Kolom
  • SUARA SETARA: Cerita Penyintas Kekerasan Berbasis Gender Online

SUARA SETARA: Cerita Penyintas Kekerasan Berbasis Gender Online

Saya telah mengalami kekerasan berbasis gender online (KGBO). Di sini saya ingin menceritakan langkah-langkah yang saya lakukan untuk mengatasinya.

Keisya Latifa Zahra

Pegiat Gender Research Student Center Universitas Pendidikan Indonesia (GREAT UPI) Bandung

Sejumlah aktivis memperingati International Women's Day di Kota Bandung, Selasa, 8 Maret 2022. (Foto: Virliya Putricantika/BandungBergerak.id)

3 Oktober 2023


BandungBergerak.id“Saya merasa malu dan merasa seperti saya yang bersalah. Saya berpikir, mungkin salah saya memajang foto di media sosial,” demikian ungkapan rasa getir dan khawatir saya sebagai penyintas kekerasan berbasis gender online (KGBO). Ya, saya mengalaminya sendiri.

Pengalaman kurang menyenangkan yang saya alami membuat saya merasa tidak aman di mana pun, dengan cepat saya mencoba menutup akses orang lain untuk berinteraksi dengan saya. Saya merasa khawatir berbicara kepada teman dan keluarga karena takut akan membebani mereka. Bahkan sialnya, saya takut merekalah yang menjadi pelakunya. Akibatnya, saya merasa kesepian dan terasing dari orang-orang yang saya cintai.

KBGO telah mengakibatkan saya mengalami gangguan psikis seperti depresi dan kecemasan. Rasanya seperti saya tenggelam dalam lingkaran setan, dengan serangan dan ancaman yang terus menerus berputar di pikiran. Hal ini telah menghancurkan kesehatan mental saya. Untuk itu, tulisan ini dibuat demi kepentingan konsep ruang aman dalam kebebasan online yang jarang tersentuh namun kejahatannya nyata di dekat kita.

Ruang Aman dalam Freedom Online

Di tengah luasnya jangkauan internet, canggihnya perkembangan dan penyebaran teknologi informasi, serta populernya penggunaan sosial media, muncul bentuk-bentuk kekerasan berbasis gender online atau sering kita sebut KBGO. Transformasi kekerasan seksual semakin menjadi-jadi semenjak revolusi 4.0.

Ruang aman adalah sebuah ide yang semakin menjadi kebutuhan dalam era digital saat ini. Dalam dunia maya yang penuh dengan potensi ancaman, memiliki tempat online yang aman menjadi landasan utama bagi kebebasan berbicara dan berinteraksi. Ruang aman online menciptakan lingkungan di mana individu dapat menyuarakan pendapat mereka tanpa takut akan pelecehan, ancaman, atau penyerangan yang merusak. Ini memberi peluang kepada orang-orang dari berbagai latar belakang untuk berpartisipasi dalam percakapan dan berbagi pandangan mereka tanpa rasa khawatir, yang pada gilirannya, memperkuat demokrasi digital dan pluralisme ide.

Dengan melestarikan dan memperluas ruang aman dalam kebebasan online, kita dapat memastikan bahwa internet tetap menjadi alat yang kuat untuk perubahan positif dan pertukaran ide yang kaya.

Kasus KBGO di Indonesia

Dalam era media sosial menjadi panggung utama interaksi, sorotan utama kini tertuju pada KBGO. Fenomena ini tidak hanya merugikan perempuan, melainkan juga mencakup laki-laki dan tidak terbatas pada relasi gender tertentu. KBGO sering kali muncul sebagai bentuk pelecehan, ancaman, dan diskriminasi online, merenggut kebebasan bersuara perempuan dan hak partisipasi mereka di dunia maya.

Data dari Catahu Komnas Perempuan yang dirilis Maret 2023 mencatat, sedikitnya terdapat 4.371 kasus kekerasan sepanjang tahun 2022 di Indonesia. Dalam kategori kasus siber atau KBGO, tercatat ada 867 kasus. Hal ini menunjukkan betapa seriusnya kekerasan online ini.

Salah satu bentuk KBGO yang menonjol adalah cyber flashing, pengiriman atau perekaman gambar dan video alat kelamin serta tindakan seks tanpa persetujuan. Pengalaman pribadi saya menghadapi situasi ini menegaskan urgensi penanganan kasus semacam ini. Selain itu, fenomena Non Consensual Intimate Image (NCII) juga menjadi sorotan, di mana pelaku menyebarkan konten intim korban sebagai upaya untuk mengancam dan mengintimidasi mereka. Tak ketinggalan, revenge porn menjadi ancaman serius dalam ranah digital yang bentuknya berupa penyebaran konten intim korban sebagai balas dendam atau ketidaksukaan pelaku terhadap korban.

Diperlukan langkah-langkah konkret dari pemerintah, lembaga terkait, dan masyarakat untuk mengatasi KBGO. Kesadaran publik, pendidikan tentang etika digital, serta penegakan hukum yang tegas akan menjadi kunci dalam menciptakan lingkungan online yang aman, adil, dan inklusif bagi semua individu di Indonesia.

Baca Juga: SUARA SETARA: Melawan Tuntutan bahwa Perempuan Harus Elegan
SUARA SETARA: Puan yang Merdeka, Belum Terlambat untuk Memaknai Kemerdekaan yang Sesungguhnya
SUARA SETARA: Dicari! Ruang Aman Bagi Perempuan

Bersama-sama Melawan KBGO

Dalam menjelajahi ruang digital, saya sebagai korban KBGO merasakan betapa sulitnya mencari bantuan dan menyuarakan pengalaman pahit ini. Merasa terisolasi dan takut membebani orang lain dengan cerita saya. Saya mengambil langkah-langkah pertama untuk menjaga diri dan mengumpulkan bukti.

Mencari bantuan ketika menjadi korban Kekerasan Berbasis Gender Online memang tak selalu mudah. Sering kali pelaku melakukan upaya untuk mengisolasi saya dari dunia luar, sehingga saya merasa takut untuk mencari pertolongan dan malah bergantung sepenuhnya pada sang pelaku. Di tengah situasi yang tidak kondusif, pertanyaannya adalah, apa yang seharusnya saya lakukan?

Berdasarkan pengalaman pribadi saya, langkah pertama yang saya ambil adalah menutup akses berinteraksi dengan orang lain. Mengapa? Terkadang, kita perlu menyendiri untuk menjernihkan pikiran dari segala distraksi yang terjadi, agar bisa mengambil langkah-langkah yang tepat. Setelah merasa tenang, langkah selanjutnya adalah mengumpulkan bukti dengan mendokumentasikan setiap kejadian secara detail.

Kemudian, sangat penting untuk melapor dan memblokir pelaku di ranah online. Ini adalah langkah kunci untuk melindungi diri dari potensi kekerasan lebih lanjut. Saya juga mencari tahu tentang individu, lembaga, organisasi, atau institusi terpercaya yang dapat memberikan bantuan terdekat dari lokasi tinggal saya. Misalnya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) bisa membantu dalam pendampingan hukum, sementara layanan konseling dapat memberikan dukungan psikologis. Tak ketinggalan, saya mencari bantuan terkait keamanan digital untuk memastikan keamanan online saya.

Melangkah ke arah ini adalah langkah awal yang sangat penting dalam proses pemulihan dari dampak KBGO. Saya menyadari bahwa tidak sendirian dan adanya bantuan yang tersedia untuk mengatasi konsekuensi kekerasan online ini. 

Dalam upaya untuk menciptakan ruang aman dalam kebebasan online, saya membagikan pengalaman ini sebagai panggilan kesadaran atas urgensi penanganan KBGO dan perlunya dukungan yang lebih besar untuk para korban.

*Tulisan SUARA SETARA merupakan bagian dari kolaborasi antara BandungBergerak.id dan Gender Research Student Center (Great) UPI 

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//