• Berita
  • Darurat Sampah, Pemkot Bandung Seharusnya Menjalankan TPS Terpilah

Darurat Sampah, Pemkot Bandung Seharusnya Menjalankan TPS Terpilah

Forum Bandung Juara Bebas Sampah sudah merekomendasikan agar Kota Bandung menjalankan TPS-TPS Terpilah. Rekomendasi ini belum mendapat tanggapan.

Beko sedang mengeruk tumpukan sampah yang baru tiba untuk dimasukkan ke dalam lubang di TPA Cicabe, Kota Bandung, Selasa (2/5/2023). (Foto: Awla Rajul/BandungBergerak.id)

Penulis Awla Rajul3 Mei 2023


BandungBergerak.id -  Kota Bandung sudah berulang kali mengalami darurat sampah. Penyebab krisis ini selalu sama, yakni terkendala tempat pembungan akhir (TPA). Di sisi lain, solusi ideal untuk mengatasi sampah Kota Bandung ini pun sudah lama ada, yaitu perlunya pemilahan sampah organik dan nonorganik.

Namun solusi tersebut belum serius dijalankan Pemkot Bandung. Masih sangat sedikit kewilayahan di Kota Bandung yang sudah mandiri memilah sampah. Pemkot masih mengandalkan sistem kuno pengelolaan sampah, yaitu membuang semua jenis sampah (organik dan nonorganik) ke TPA.

Langkah terbaru yang dilakukan Pemkot Bandung adalah membuka kembali TPA Cicabe untuk menampung sampah yang tidak terangkut ke TPA Sarimukti. Padahal jika pemilahan sampah organik dan nonorganik gencar dilakukan, krisis atau darurat sampah tidak akan terjadi berulang-ulang di kota yang mengklaim smart city ini.

Direktur Executive YPBB David Sutasurya menyebutkan, momen darurat sampah kali ini harusnya menjadi momen mengubah pola pengelolaan sampah. Sebab utama yang membuat kondisi kedaruratan sampah adalah banyaknya sampah organik yang masuk ke TPA dan sampah-sampah yang tidak terpilah.

David memaparkan, komposisi sampah Kota Bandung terdiri dari sampah organik 50-60 persen. Komposisi ini sekaligus yang terbesar dari jenis sampah di Kota Bandung. Sampah organik inilah yang menjadi masalah di kebanyakan TPA di Indonesia, termasuk di TPA Sarimukti.

"Langkah yang harus dilakukan adalah agar secepatnya gak ada lagi sampah organik yang dikirim ke TPA, karena itu yang bikin bau, bikin jalan licin, jalan cepat rusak. Itu karena lindi yang keluar dari sampah organik. Overload di TPA juga karena sampah organik," terang David Sutasurya, saat dihubungi BandungBergerak.id, Rabu (3/5/2023).

Dengan kata lain, kota dan kabupaten yang membuang sampahnya ke TPA Sarimukti harus melakukan pemilahan sampah-sampah organik di wilayah mereka sendiri. Sisanya, yaitu sampah nonorganik, baru dibuang ke TPA Sarimukti.

David menegaskan langkah tersebut merupakan tindakan pertama yang paling mendesak dilakukan di masa darurat sampah ini. Teknisnya, Kota Bandung harus memaksimalkan TPS-TPS Terpilah.

Fungsi dari TPS-TPS Terpilah adalah menerima sampah yang sudah benar-benar terpilah oleh produsen sampah, yaitu masyarakat dan institutsi pemerintah maupun swasta.

Program TPS Terpilah, kata David, tentu harus dimulai dari pemerintah sebagai pihak yang punya kewenangan. TPS Terpilah perlu diterapkan di seluruh kewilayahan di Kota Bandung.

Adapun sampah yang masih tercampur (belum dipilah) tidak boleh diterima dan menjadi tanggung jawab kewilayahan untuk melakukan edukasi lebih lanjut mengenai pemilahan dan pengelolaan sampah. Karena itu, kata David, diperlukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat agar mereka mau bekerja sama mengelola sampah organik minimal di rumah masing-masing.

"Itu yang harus dilakukan di langkah darurat sementara ini. Sehingga nanti yang dikirim ke TPA Cicabe itu hanya sampah organik. Kalau masih ada sampah tercampur yang karena error dari system, masih implementasi dan butuh waktu, itulah yang dikirim ke TPA Sarimukti," lanjut David.

TPS Terpilah Sudah Diusulkan ke Pemkot Bandung

Kota Bandung memiliki Forum Bandung Juara Bebas Sampah sejak 2021. David Sutasurya menjadi salah satu koordinator di forum yang beranggotakan akademisi, organisasi terkait, dan swasta. Forum ini sudah memberikan rekomendasi taktis dan strategis kepada pemerintah untuk mencegah kedaruratan sampah dengan menerapkan TPS Terpilah. Sayangnya, masukan ini belum maksimal dilakukan.

"Langkah darurat ini harus menjadi langkah awal untuk mengubah sistem menjadi lebih baik dan kondisi seperti ini tidak berulang. Dari proses ini masyarakat akan dibiasakan dan teredukasi untuk memilah dan kalau bisa mengolah sampah organik sendiri," kata David.

Mengenai program Kurangi Pisahkan Manfaatkan (Kang Pisman) yang sudah lama bergulir di Kota Bandung, David mengatakan sejauh ini baru ada tiga kelurahan di Kota Bandung yang menerapkan program Kang Pisman. Serta delapan kelurahan lainnya yang sudah memiliki rencana teknis pengelolaan sampah di kelurahan.

Maka David berharap, darurat sampah kali ini seharusnya menjadi momen bagi setiap kelurahan untuk mencontoh keberhasilan kelurahan lainnya dalam penerapan Kang Pisman. Metode dan polanya pun bisa mengikuti kelurahan yang sudah konsisten menerapkannya.

Di samping itu, David menegaskan pihak swasta punya kewajiban mengelola sampah organik. Artinya, sampah-sampah organik yang sudah terpilah bisa dibawa ke pihak-pihak swasta yang bersedia mengolahnya. Sumber sampah pun bukan hanya berasal dari rumah tangga, melainkan dari sektor-sektor komersial seperti hotel dan restoran.

David mengingatkan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bandung punya kewenangan untuk mengawasi sampah-sampah dari sektor-sektor komersil ini.

Belum lagi dengan sumber sampah dari sektor pemerintahan yang seharusnya sudah terpilah untuk memberi contoh kepada masyarakat. Bagaimana pemerintah meminta masyarakatnya untuk memilah sampah kalau mereka sendiri belum melakukan pemilahan sampah organik dan nonorganik.

Baca Juga: Bandung Darurat Sampah, Reaktivasi TPA Cicabe Kurang Sosialisasi kepada Warga Setempat
MENCATAT BANDUNG: Korupsi di Jantung Smart City
May Day 2023 di Bandung: Persoalan Buruh masih Laten, Kelas Pekerja Harus Bersatu

Kenyataannya...

TPA Cicabe yang dihidupkan kembali sebagai TPA darurat masih tetap menerima beragam jenis sampah Kota Bandung. Tak ada proses pemilahan sampah organik dan nonorganik yang dibuang ke TPA ini.

Kurang dari sepekan TPA Cicabe diaktifkan, Plh Wali Kota Bandung Ema Sumarna menyampaikan saat ini sudah sekitar 500-600 ton sampah Kota Bandung digeser ke sana.

"Ini langkah darurat kami mereaktivasi eks TPA Cicabe. Sehingga saat ini alhamdulilah sudah sekitar 500-600 ton sampah geser ke sana. Sambil menunggu Pemprov Jawa Barat merealisasikan penanganan sampah di Legok Nangka," ujar Ema, dalam siaran persnya, Rabu (3/5/2023).

Ema mengatakan, rata-rata masyarakat Kota Bandung menghasilkan 1.500 ton per hari dan hanya mengandalkan penanganan regional di TPA Sarimukti. Saat ini TPA Sarimukti terhambat, tadinya sanggup menampung 100 persen sampah dari Kota Bandung, sekarang hanya 50-60 persen saja.

Ema juga menyinggung soal progres pemilahan sampah di kewilayahan Kota Bandung yang jumlahnya masih sangat kecil. Menurutnya, dari 1.200 ton sampah ke TPA Sarimukti, 300 ton di antaranya diurai program Kang Pisman dan skema pengolahan sampah lainnya.

Ema juga mengimbau agar masyarakat bisa bijak dalam memproduksi sampah. Ia ingin mendorong agar warga masyarakat bisa menyelesaikan sampah di rumah masing-masing. Sehingga tidak semua sampah dibuang di tempat akhir.

"Sampah ini tanggung jawab kita bersama. Jangan sampai berpikir sampah itu harus berakhir di TPA. Tapi coba kita kelola sampah di rumah masing-masing untuk mengurangi jumlah sampah yang berakhir di TPA," imbaunya. 

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//