• Kampus
  • Penyaluran Bantuan Kemanusiaan dalam Pendekatan Kesetaraan

Penyaluran Bantuan Kemanusiaan dalam Pendekatan Kesetaraan

Bantuan kemanusiaan pada 2021 bernilai puluhan miliar dolar Amerika Serikat. Penyaluran bantuan kemanusiaan menghadapi masalah kesetaraan.

Dampak gempa bumi yang mengguncang Cianjur, 22 November 2022. Ribuan rumah rusak oleh gempa bumi ini, ratusan orang meninggal dunia, dan belasan ribu orang mengungsi. (Foto: Prima Mulia/BandungBergerak.id)

Penulis Iman Herdiana23 Mei 2023


BandungBergerak.idBantuan kemanusiaan merupakan bentuk penyelamatan nyawa kepada mereka yang membutuhkan tanpa memandang perbedaan. Pengaruh dari bantuan kemanusiaan sendiri dinilai signifikan dan penting yang menguasai kehidupan manusia.

Dosen Hubungan Internasional (HI) Unpar Elisabeth Adyiningtyas Satya Dewi mengatakan, bantuan kemanusiaan memiliki nilai yang sangat besar dan dampaknya sangat luas bagi kehidupan manusia. Ia memaparkan setidaknya terdapat tiga fakta mengenai bantuan kemanusiaan yaitu sektor ini bernilai miliaran dolar kurang lebih 31,3 miliar dolar Amerika Serikat pada tahun 2021.

Bantuan tersebut melibatkan sekitar 5.000 organisasi kemanusiaan dengan 630.000 pekerja kemanusiaan secara global, dan pihak yang terlibat adalah pemerintah, militer, koperasi, individu, dan pihak lainnya.

“Ini yang menjadi definisi yang menjadi pegangan saya ketika berbicara mengenai bantuan kemanusiaan dan memiliki sektor yang memiliki nilai miliaran. Artinya ketika kita melihat hal ini, bantuan kemanusiaan merupakan hal yang signifikan dan penting yang menguasai kehidupan manusia,” tutur Elisabeth, dikutip dari laman Unpar, Bandung, Selasa (23/5/2023). 

Hal tersebut disampaikan Elisabeth dalam acara “ECCR: Saat Krisis: Saat Pamer Kepentingan?” dengan tema “Bantuan Kemanusiaan yang Seksis dalam Perspektif Budaya” yang diadakan pada Senin (15/5/2023) secara daring. Kegiatan tersebut diselenggarakan oleh Fakultas Filsafat Universitas Katolik Parahyangan (FF Unpar).

Akan tetapi, Elisabeth mengatakan saat ini bantuan kemanusiaan menghadapi beberapa masalah yang cukup krusial yaitu:

Jangkauan dan ketimpangan: Sistem bantuan kemanusiaan saat ini hanya berhasil menjangkau 36% penerima bantuan yang paling membutuhkan. Padahal, pada Januari 2023 terdapat sekitar 339 juta orang membutuhkan bantuan tersebut.

Perempuan dan anak perempuan dalam situasi krisis. Setengah dari populasi terdampak krisis merupakan perempuan dan anak perempuan yang mengalami dan menanggung tantangan seperti ketidakamanan dan keterbatasan mobilitas.

Kelompok minoritas dalam situasi krisis. Perubahan norma sosial, peran gender, dan relasi sosial yang terjadi secara tiba-tiba pada saat krisis semakin menampakan kesenjangan dan ketidakadilan yang dialami kelompok disabilitas, masyarakat adat, kelompok LGBTQI+, dan kelompok minoritas lainnya.

Baca Juga: Refleksi Reformasi 1998, dari Maraknya Politik Identitas hingga Menguatnya Penguasa Otoriter
25 Tahun Reformasi, Kebebasan Berekspresi Menyempit
Indonesia Perlu Menjalankan Konsep Ekonomi Biru dalam Menjawab Kebutuhan Pangan

Kelompok disabilitas dalam situasi krisis. Kasus pada kelompok disabilitas di Ukraina pada masa awal perang terjadi, mereka kesulitan dan bahkan ditolak ketika memohon bantuan evakuasi. Beberapa lembaga bantuan beralasan tidak dapat mengakomodasi proses evakuasi bagi kelompok berkebutuhan khusus.

Pekerja dan organisasi kemanusiaan. Muncul keangkuhan yang bersifat rasis dan seksis dari para pekerja kemanusiaan asing terhadap pekerja kemanusiaan.

Menurutnya, diperlukan suatu ekosistem dan pendekatan tentang bantuan kemanusiaan yang memiliki perspektif inklusif, kolaboratif, dan lintas sektoral untuk mengatasi ketidaksetaraan dan kerentanan populasi terdampak krisis dan mematahkan kerangka one size fits all.

“Maka yang harus dilihat dan digunakan adalah bagaimana kita menggunakan perspektif feminisme interseksional. Pendekatan ini menyoroti kompleksitas dalam heterogenitas sosial yang ada dalam bantuan kemanusiaan dan memahami konteks ketidaksetaraan dan marjinalisasi,” ucapnya.

Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan untuk pendekatan interseksional tersebut adalah: refleksivitas; martabat, pilihan, dan otonomi; aksesibilitas dan desain universal; keberagaman pengetahuan; identitas yang bersinggungan; kekuasaan relasional; waktu dan ruang; transformatif dan berbasis hak.

“tulah 8 langkah pendekatan interseksional yang saya mau tawarkan untuk mengkritisi bantuan kemanusiaan yang seksis,” ujarnya.

Editor: Redaksi

COMMENTS

//