PROFIL WALHI JAWA BARAT: untuk Kerja-Kerja Penyelamatan Lingkungan
Para aktivis lingkungan gelisah atas persoalan lingkungan yang meminggirkan hak rakyat. Lewat diskusi ditemani suguhan susu segar Lembang, lahirlah Walhi Jawa Barat.
Penulis Putra Wahyu Purnomo26 Oktober 2021
BandungBergerak.id – Tahun 1980, sekelompok anak muda berkumpul ditemani susu sapi segar yang dihasilkan peternakan sapi di Lembang. Kelompok bernama Pertemuan Nasional Lingkungan Hidup (PNLH) ini membicarakan masalah-masalah lingkungan. PNLH adalah cikal bakal Wahana Lingkungan Hidup Jawa Barat (Walhi Jabar), lembaga independen yang bergerak di bidang lingkungan hidup.
Hingga kini, Walhi Jabar konsisten menjalankan berbagai advokasi maupun program yang berkaitan dengan keberlangsungan lingkungan hidup. Namun, kapan sebenarnya Walhi Jawa Barat terbentuk? Pertemuan PNLH di Lembang disebut sebagai acara pembentukan Walhi Jabar yang peristiwanya terjadi bulan Oktober 41 tahun lalu, menurut dokumen notulensi sejarah Walhi Jawa Barat yang disampaikan Mas Rohadjie, salah seorang senior Walhi Jabar.
Mas Rohadjie menyebutkan, PNLH diiniasi oleh anak-anak muda. Dari PNLH, mereka membentuk Walhi Bandung dan kemudian berubah menjadi Walhi Jabar. Organisasi yang dibentuk saat itu bersifat forum yang diurus presidium. Presidium Jawa Barat yang pertama ialah ibu Sekar Ningrum, seorang petani susu.
Menurut Mas Rohadjie, Sekar Ningrum selain tukang susu di Lembang juga aktif di bidang lingkungan. Karena itu, dalam pertemuan tersebut anak-anak muda aktivis disuguhi susu sapi segar. Alasannya, agar mereka sehat dan kuat.
“Yang namanya ibu-ibu kalau kumpul dengan anak muda itu yang dipikirnya kesehatan. Ibu Sekar selalu memikirkan kesehatan anak-anak mudanya. Ibu Sekar Ningrum, seorang ibu yang aktif, sekarang suaminya dosen geologi ITB. Beliau yang memfasilitasi anak-anak muda zaman dulu,” tutur Mas Rohadjie.
Jika mengacu pada kepengurusan Walhi Nasional, terbentuknya organisasi ini terjadi pada 15 Oktober 1980. Walhi Jawa Barat kemudian menjadikan tahun tersebut sebagai titi mangsa pendiriannya juga, walaupun tanggal pastinya tidak diketahui. Bahkan, siapa saja yang hadir dalam peristiwa deklarasi Walhi Jabar pun tidak terdokumentasi.
"Cuma saya tanggalnya ngga tahu, karena sudah empat puluh tahun lebih ya, jadi ada beberapa senior juga yang memang sudah kehilangan memori di tanggal berapa, tapi kalau informasi yang saya dapat itu masih di tahun yang sama, sekitar tahun 1980," ujar Meiki W Paendong, Direktur Eksekutif Walhi Jabar saat ini, kepada BandungBergerak.id, akhir September 2021.
Dadang Sudarja, anggota Dewan Nasional Walhi (2012-2015) juga menyatakan tanggal pendeklarasian Walhi Jabar tidak diingatnya dengan pasti. Namun, yang ia ingat Walhi Jabar didirikan di bulan dan tahun yang sama dengan pendirian Walhi Nasional.
"Kalau untuk Jawa Barat di Bandung, saya tidak tahu persis tanggal berapa tetapi menurut keterangan bulan Oktober 1980," ujar Dadang Sudarja.
Di luar simpang siur tanggal pendirian, satu hal yang pasti bahwa organisasi ini dibentuk dengan latar belakang yang sama, yaitu keresahan para pegiat lingkungan dan mahasiswa terhadap persoalan lingkungan di Jawa Barat. Keresahan tersebut memantik para pegiat lingkungan itu untuk membentuk satu wadah yang khusus memfasilitasi kerja-kerja penyelamatan lingkungan. Beberapa pendiri yang turut membidani lahirnya Walhi Jabar selain Sekar Ningrum, adalah Eky, seorang dokter gigi, Adhi Mawardi, Iskandar, serta Djajat Rohadji Trie.
“Setelah ibu Sekar berganti jadi pak Eki, seorang dokter gigi. Walhi itu ada dokter giginya juga ada tukang susunya juga,” ungkap Mas Rohadjie yang juga salah satu presidium Walhi Jawa Barat.
Nama-nama pendiri lainnya adalah Sugeng Suryadi, Agus Purnomo atau Pungki, Zulkarnaen, dan lain-lain. Usia mereka dipastikan kini sudah senior da nada yang bertahan di Walhi tapi banyak juga yang memilih jalan lain yang berbeda.
Dadang Sudarja mengatakan, aktivis Walhi terdahulu memiliki kesadaran kritis yang sama di bidang lingkungan sehingga memerlukan wadah yang menaungi mereka.
"Diperlukan wadah untuk melakukan kerja-kerja penyelamatan lingkungan hidup yang kemudian berdirilah Walhi Jawa Barat yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Walhi Nasional yang berpusat di Jakarta," ujar Dadang Sudarja.
Baca Juga: PROFIL AJI BANDUNG: Bukan Sekadar Kumpulan Wartawan Antiamplop
Anak Muda Dituntut Aktif Kurangi Pemanasan Global
Dampak Bencana Perubahan Iklim Diperkirakan Lebih Dahsyat dari Pandemi Covid-19
Kebijakan tak Memihak Pemerintah
Jika mengacu pada umur manusia, usia 41 tahun tergolong paruh baya alias tidak muda lagi. Dalam kurun tersebut Walhi Jabar menghadapi banyak tantangan dengan kadar yang berbeda-beda. Pun hari ini, Meiki W Paendong menyatakan, tantangan yang dihadapi Walhi Jabar adalah produk-produk kebijakan yang dihasilkan pemerintah yang masih jauh dari keberpihakan terhadap keselamatan lingkungan dan rakyat.
Kebijakan tersebut kuat dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan tertentu yang tidak berpihak pada kelestarian lingkungan. Walaupun tidak dapat disangkal, produk-produk kebijakan tersebut merupakan gagasan bersama wakil rakyat dan pemerintah.
"Sayangnya, unsur-unsur masyarakat yang dilibatkan dalam pembuatan kebijakan ini sudah tersandera oleh kelompok-kelompok masyarakat yang punya modal lebihlah. Kita sebut saja, kelompok kapitalis, kelompok oligarki, mereka juga bagian dari masyarakat sebenarnya kan, tapi dari sisi kapital mereka besar dan memiliki kepentingan dan agendanya sendiri, bukan untuk masyarakat atau rakyat secara keseluruhan," ujar Meiki.
Keberadaan kelompok-kelompok tersebut, lewat kendaraan politiknya bahkan sudah banyak mengisi kursi di ruang-ruang legislatif, yang tugasnya membuat kebijakan-kebijakan bagi masyarakat. Kelompok-kelompok tersebut kemudian menjadi lebih leluasa untuk ikut membuat produk-produk kebijakan yang dikhawatirkan akan menguntungkan sebagian kelompok saja. Sehingga dalam perjalanannya rawan menimbulkan konflik antara pihak pemodal dan rakyat yang haknya terganggu.
"Dampaknya ya itu tadi, mempermudah akses modal untuk melakukan eksploitasi sumber daya alam yang akhirnya menimbulkan konflik dengan rakyat," ujar Meiki.
Tantangan lain yang dihadapi Walhi Jawa Barat saat ini adalah meningkatkan kapasitas masyarakat. Selain melakukan pendampingan terhadap rakyat yang sedang berkonflik, sekaligus memberikan edukasi terhadap rakyat terkait hak-haknya atas lingkungan; agar tidak serta merta tunduk terhadap kepentingan yang mengganggu haknya atas tanah maupun lingkungan yang sehat dan baik bagi mereka.
"Nah, ini yang menjadi tantangannya juga, kami Walhi Jawa Barat bisa konsisten dan berkomitmen terus untuk melakukan dampingan, edukasi dalam rangka itu tadi, peningkatan kapasitas supaya mereka juga bisa memiliki pengetahuan yang lebih lagi," ujar Meiki.
Namun, peningkatan kapasitas yang dimaksud bukan berarti mendiskreditkan rakyat sebagai orang yang pendidikannya rendah. Melainkan agar rakyat lebih memahami dan menguasai aspek-aspek yang terkait dengan perjuangannya.
Program Walhi Jawa Barat
Selama periode 2019-2023, Walhi Jawa Barat memiliki tiga isu strategis yang menjadi fokus perhatian yang diusulkan oleh anggota. Isu-isu strategis tersebut meliputi isu strategis di bidang eksternal seperti, tata kelola Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berkelanjutan dan isu energi. Sedangkan isu strategis di bidang internal adalah membangun Walhi Jawa Barat sebagai organisasi yang akuntabel dan transparan.
"Untuk isu prioritas strategis tata kelola DAS yang berkelanjutan, lalu yang kedua isu strategis di aspek energi itu sifatnya eksternal ya, yang internalnya satu tadi yang saya sebutkan, supaya kami membangun satu mekanisme organisasi yang akuntabel dan transparan," ujar Meiki.
Meiki menjabarkan, isu strategis tata kelola DAS memiliki beberapa lima program yaitu, pertama, advokasi sungai Citarum yang di dalamnya termasuk usaha perlindungan dan penyelamatan. Kedua, usaha advokasi di sektor pertambangan. Ketiga advokasi terkait ruang terbuka hijau. Keempat ada advokasi terkait isu persampahan. Terakhir, advokasi terkait wilayah kelola rakyat.
Sedangkan pada isu strategis di bidang energi, turunan program yang dilaksanakan adalah, pertama advokasi terkait dampak PLTU batubara. Kedua, advokasi waste to energy, atau pengolahan sampah menjadi energi. Ketiga, advokasi terkait perubahan iklim.
"Untuk yang internalnya, advokasi atau kerja-kerja yang diprogramkan untuk mewujudkan mekanisme organisasi yang akuntabel dan transparan, lalu ada program peningkatan kapasitas juga untuk dan juga pengurus Walhi Jawa Barat," ujar Meiki.
Pada isu internal ini, program turunan yang dijalankan oleh Walhi Jabar ada tiga. Pertama adalah pembentukan mekanisme organisasi dan peningkatan kapasitas terhadap anggota dan pengurus. Kedua, program kaderisasi yang tujuannya menjaga Walhi tetap memiliki kader untuk melanjutkan tongkat estafet organisasi. Ketiga, program terkait kemandirian organisasi dalam pendanaan.