Revitalisasi Pasar Banjaran Merugikan Para Pedagang, hanya Menguntungkan Pemodal
Pedagang Pasar Banjaran menolak revitalisasi yang dilakukan Pemkab Bandung bersama pemodal (pihak ketiga). Para pedagang berusaha mempertahankan kios milik mereka.
Penulis Awla Rajul26 Mei 2023
BandungBergerak.id - Para pedagang menolak rencana revitalisasi Pasar Banjaran yang akan dilakukan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung menggandeng pihak ketiga (pemodal). Revitalisasi ini sangat merugikan para pedagang yang sudah berpuluh-puluh tahun berjualan di pasar tradisional tersebut.
Ketua Kelompok Warga Pedagang Pasar (Kerwappa) Banjaran Eman (74 tahun) menyebutkan, pihaknya melakukan penolakan revitalisasi pasar yang dilakukan oleh pihak ketiga (swasta). Dengan skema dari pihak ketiga ini, para pedagang harus membayar cicilan untuk kios baru hasil revitalisasi. Sedangkan kondisi ekonomi pedagang belum pulih akibat pandemi Covid-19.
Selama ini para pedagang Pasar Banjaran yang akan terkena revitalisasi telah memiliki kios yang dibangun dengan modal sendiri. Sehari-hari mereka berjualan tanpa harus memikirkan cicilan atau utang kios, meski kondisi pasar sepi.
Namun jika mereka menyetujui revitalisasi, para pedagang akan menghadapi cicilan yang harus dibayarkan kepada pihak ketiga setiap bulannya.
Eman sendiri merupakan pedagang kosmetik dan kelontongan yang sudah berjualan di Pasar Banjaran sejak tahun 1978. Kios yang ia miliki sekarang dulunya milik orang tuanya.
Pasar Banjaran pernah dilanda kebakaran selama dua kali, yakni tahun 2002 dan 2007. Pascabencana tersebut, para pedagang membangun kembali kios-kios mereka secara swadaya.
Setelah bertahun-tahun para pedagang bisa berjualan di kios milik sendiri, kini mereka menghadapi kebijakan revitalisasi yang menyesakkan dada. Pemkab Bandung yang menggandeng PT. Bangun Niaga Perkasa akan melakukan revitalisasi Pasar Banjaran dengan skema Bangun Guna Serah (BGS).
Revitalisasi tersebut akan mencabut kepemilikan kios dari para pedagang ke PT. Bangun Niaga Perkasa. Para pedagang tidak akan mendapatkan kompensasi dari revitalisasi ini. Mereka juga nantinya harus mencicil biaya kiosk ke PT. Bangun Niaga Perkasa.
Harga kios hasil revitalisasi cukup beragam tergantung ukuran atau luas kios. Menurut Eman, harga kios mencapai 20 juta rupiah per meternya.
“Sekarang mau dibangun oleh pihak ketiga, tidak diperhitungkan milik bapak ini. Harus bayar saja 20 juta permeter. Ini yang kita punya ini berapa? Kan tidak diperhitungkan oleh mereka. Itu seharusnya ada kompensasi. Saya merasa seolah-olah dizalimi oleh mereka itu,” ungkap Eman saat ditemui di posko Kerwappa Pasar Banjaran, Kabupaten Bandung, Rabu (24/5/2023).
Eman menegaskan para pedagang bukan mau menolak pembangunan dan membangkang pada program pemerintah. Namun, mereka ingin revitalisasi pasar dilakukan oleh Pemkab Kabupaten tanpa melibatkan pebisnis atau pemodal.
Para pedagang berharap Pemkab Bandung melakukan pendekatan dialog sebelum mengeluarkan kebijakan. Namun yang terjadi saat ini Pemkab Bandung telah melakukan MoU secara sepihak dengan pihak ketiga untuk melakukan revitalisasi Pasar Banjaran.
Bupati Bandung sebelumnya telah menandatangani Surat Keputusan Bupati tentang Penetapan Mitra Bangun Guna Serah Pasar Sehat Banjaran Kabupaten Bandung bernomor: 602.1/Kep.73-Disperkimtan/2023. SK tersebut menetapkan bahwa PT. Bangun Niaga Perkasa sebagai pihak ketiga yang akan melakukan revitalisasi Pasar Banjaran.
Para pedagang pun melakukan gugatan terhadap SK Bupati tersebut melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung dengan nomor perkara: 37/G/2023.PTUN Bandung. Gugatan ini meminta pengadilan agar membatalkan SK Bupati yang melakukan revitalisasi Pasar Banjaran dengan pihak ketiga. Proses pengadilan ini masih berlangsung.
“Harapan dari gugatan kami adalah dicabut MoU dengan pihak ketiga. Tapi kami mau dibangun oleh pihak pemda dengan tanpa pihak ketiga, silakan. Jangan sepihak, harapannya ada musyawarah dengan pedagang,” ungkap Eman.
Di Pasar Banjaran ada sekitar 1.500 kios yang akan terdampak proyek revitalisasi pasar. Selama proses revitalisasi, para pedagang akan direlokasi ke Alun-Alun Banjaran dan bekas TPS Pasar Banjaran. Sebuah spanduk di bekas TPS Pasar Banjaran menyebutkan bahwa pedagang gratis menempati tempat relokasi selama proyek revitalisasi pasar dikerjakan.
Namun pada surat pemberitahuan dari pihak ketiga kepada para pedagang Pasar Banjaran yang bernomor 16/V/Psr-Bjr/2023 bertanggal 13 Mei 2023, informasi yang tertera menyebutkan sebaliknya. Surat pemberitahuan tersebut memuat tiga lampiran: lampiran pemberitahuan jadwal, lampiran desain depan gedung pasar, dan lampiran daftar harga kios/los Pasar Sehat Banjaran.
Pada lampiran daftar harga kios/los Pasar Sehat Banjaran menuliskan jenis kios, posisi, ukuran kios, dan total meter perseginya, serta harga yang harus dibayarkan. Masing-masing harga untuk pedagang lama, pedagang PKL, dan pedagang baru berbeda-beda.
Adapun syarat pemesanan dan cara pembayaran menyebutkan uang muka atau DP sebanyak 10 persen, 30 persen diangsur ke developer selama pembangunan, dan sisanya berjumlah 60 persen dicicil via bank dengan jangka waktu maksimal lima tahun. Artinya, sebagaimana diterangkan oleh para pedagang, untuk menerima kunci kios relokasi, para pedagang harus membayar uang muka sebesar 10 persen.
Dalih Pasar Banjaran Kumuh
Pasar Banjaran terletak di balik Terminal Banjaran, lokasinya tak jauh dari Alun-Alun Banjaran. Pada pagi hari, banyak pedagang sayur dan lainnya yang berjualan hingga tumpah ke jalan. Kadang sampah bekas jualan para pedagang tidak dibersihkan. Kondisi ini menimbulkan kemacetan dan kekumuhan.
Kondisi Pasar Banjaran yang kumuh menjadi salah satu dalih revitalisasi yang mengusung tema Pasar Sehat Banjaran itu. Namun menurut Asep (61 tahun), pedagang pakaian dan sepatu di Pasar Banjaran, tidak semua pedagang menimbulkan kemacetan dan kekumuhan. Banyak pedagang yang berjualan pada tempat semestinya. Mereka menempati kios-kios yang masih layak huni.
Jika memang alasan kumuh karena pedagang yang berjualan tidak pada tempatnya dan sesuai fungsinya, menurut Asep mengapa para pedagang lain seperti dirinya harus ikut kena getahnya.
Asep juga mempertanyakan kenapa relokasi tidak dilakukan sejak dulu pada pada pedagang yang menimbulkan kemacetan dan kumuh. Dalih kekumuhan ini terasa ganjil karena relokasi justru dilakukan di lahan bekas TPS Banjaran.
“Nah kenapa gak kemarin itu dipindah saja ini yang mengganggu lalu lintas ini ke sana? Kan bisa,” ungkapnya yang sudah berjualan sejak 1982 dan kini tergabung di Kerwappa sebagai Wakil Ketua.
Asep menyinggung perihal bupati yang memutuskan melakukan kerja sama dengan pihak ketiga tanpa sosialisasi terlebih dahulu dengan pedagang. Pada awal tahun 2022, Kerwappa sempat diundang oleh Pemkab mengenai persiapan revitalisasi. Waktu itu, pedagang menanyakan berapa harga permeter untuk revitalisasi pasar. Namun Pemkab Bandung tidak bisa menjawab dan memilih menangguhkannya kepada pihak ketiga.
Asep khawatir revitalisasi tersebut tidak berhasil, berkaca dari Pasar Soreang yang sudah direvitalisasi tetapi kondisinya kini malah sepi. Harga kios per meternya 20 juta rupiah. Akibatnya banyak pedagang lama yang tidak memiliki kios karena tidak sanggup membayar.
Asep tidak mengakui lahan pasar yang ditempati para pedagang milik Pemkab Bandung. Namun, bangunan kios milik para pedagang karena dibangun dengan uang pribadi mereka. Jika revitalisasi pasar dilakukan dan dikelola oleh pihak ketiga, yang paling merugi adalah para pedagang. Setelah revitalisasi para pedagang tidak memiliki bangunan kios, apalagi kepemilikan tanah yang sudah jelas milik Pemkab Bandung.
“Kios nantinya bukan milik pedagang, berarti kan milik PT dengan jangka waktu antara MoU PT dengan Pemda. Nanti setelah 20 tahun diserahkan ke Pemda, terus kios kita jadi mana, gak punya kan? Jadi kiosnya milik pemda, lahannya juga milik pemda, nah kita punya apa? Kalau sekarang kan punya kita sendiri kiosnya,” ungkap Asep.
Baca Juga: Pasar Gedebage: Pasar Tradisional yang Digandrungi Milenial
Pasar Kosambi: Terbakar lalu Dihantam Pandemi
Pasar Sarijadi: Renovasi Berujung Sepi
Dalih Pemkab Bandung
Pemkab Bandung melakukan revitalisasi Pasar Banjaran dengan alasan untuk meningkatkan kualitas pasar tradisional menjadi pasar sehat. Bupati Bandung Dadang Supriatna menyebutkan, revitalisasi pasas dilakukan sebagia komitmen pemerintan meningkatkan kualitas pasar menjadi pasar sehat dan modern yang bisa dinikmati oleh semua pedagang.
Dadang menjelaskan skema kerjasama Bangun Guna Serah dengan PT. Bangun Niaga Perkasa dapat mengurangi beban anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Selain itu, revitalisasi pasar dengan skema swasta tersebut juga akan dilakukan di Cicalengka dan Majalaya.
“Kami harap pembangunan kembali pasar ini dapat menyerap tenga kerja baru, serta menjadikan Pasar Sehat Banjaran semakin eksis dan mampu bersaing dengan pasar modern yang kian modern,” ungkap Dadang Supriatna sebagaimana dikutip di laman bandungkab.go.id pada kegiatan Penandatanganan Keputusan Bupati tentang Mitra BGS dan Pengarahan Persiapan Investasi Pembangunan Pasar Sehat Banjaran di Ruang Kerjanya, Soreang, Rabu (11/1/2023).
Sementara itu, Direktur Utama PT. Bangun Niaga Perkasa Engkus Kusnadi menyebutkan, revitalisasi Pasar Banjaran akan menghabiskan anggaran sebesar 125 miliar rupiah. Pasar Sehat Banjaran akan dibangun tiga lantai di atas lahan sekitar 1,3 hektar. Lantai satu untuk sekunder, lantai dua utama, dan lantai tiga untuk parkiran dan perkantoran. Ia juga menyebutkan Pasa Sehat Banjaran ditargetkan sudah bisa diresmikan 2024 mendatang.
Revitalisasi pasar tradisional sebenarnya program pemerintah yang tujuannya untuk menciptakan kesejahteraan rakyat, bukan mengejar keuntungan atau bisnis, apalagi hanya menguntungkan pengusaha atau pemodal.
Rillia Aisyah Haris, Elsya Muzayyana, Irma Irawati dalam penelitiannya mengatakan revitalisasi pasar tradisional atau pasar rakyat merupakan bagian dari program pembangunan ekonomi nasional serta memajukan ekonomi rakyat. Pemerintah daerah dituntut untuk ikut serta berperan aktif dalam mensukseskan pembangunan itu.
“Tujuan utama (revitalisasi pasar tradisional) yaitu terwujudnya perekonomian rakyat melalui adanya peningkatan pendapatan para pedagang serta pelaku-pelaku ekonomi yang ada di masyarakat. Pemerintah daerah bertugas untuk dapat mengendalikan program tersebut melalui pemetaan, pemeliharaan dan pengelolaan serta pemberdayaan pasar,” tulis Rillia dkk, dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Wiraraja Sumenep.