• Budaya
  • SEREN TAUN SUNDA WIWITAN 2023: Belajar Menghargai Perbedaan dan Keberagamaan dari Pelestarian Manuskrip Kuno

SEREN TAUN SUNDA WIWITAN 2023: Belajar Menghargai Perbedaan dan Keberagamaan dari Pelestarian Manuskrip Kuno

Puluhan ribu manuskrip atau naskah-naskah kuno nusantara merekam keberagaman budaya dan keberagamaan di Indonesia.

Peserta Seminar Manuskrip yang digelar bersamaan Seren Taun 22 Rayangung 1956 Saka (2023) bertema Merawat Budaya Nusantara diselenggarakan masyarakat Adat Karuhun Urang (AKUR) Sunda Wiwitan di Cigugur, Kuningan (8/7/2023). (Foto: Dewi Kanti)

Penulis Ahmad Fikri12 Juli 2023


BandungBergerak.id – Ancaman kepunahan artefak budaya nusantara bukan hanya karena rusak dimakan usia tapi juga berasal dari cara beragama yang tidak toleran. Manuskrip Pangeran Madrais, naskah kuno milik tokoh pendiri Adat Karuhun Urang (AKUR) Sunda Wiwitan, salah satu contoh manuskrip yang pernah dikejar-kejar untuk dimusnahkan karena isinya dituduh melenceng oleh penganut agama mayoritas.

Guru Besar Filologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Oman Fathurrahman menuturkan, artefak budaya nusantara seperti manuskrip dan naskah kuno, memiliki nilai penting karena merekam kekayaan keragaman dan keberagamaan di nusantara. Ada puluhan ribu manuskrip atau naskah kuno di Indonesia yang sebagan besar berasal dari abad 15-16 M, masa sebelum agama Islam tiba di nusantara.

“Manuskrip dengan aksara, bahasa atau dialek, budaya, dan isi yang sangat beragam menggambarkan juga agama di Indonesia yang jumlahnya tidak hanya enam, tapi ratusan,” papar Oman, yang aktif di Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta, dalam Seminar Manuskrip di Gedung Marapat Lima Paseban, Cigugur, Kuningan (8/7/2023), sesuai siaran pers yang diterima BandungBergerak.id.

Oman mengajak semua pihak untuk ikut menjaga, melestarikan, dan mentranskripsikan manuskrip kuno yang masih tersebar di Indonesia. Dari beragam manuskrip kuno tersebut bangsa ini akan menyadari pentingnya harmonisasi agama dan budaya dengan bercermin pada isi manuskrip yang menggambarkan relasi agama dan budaya yang pada masanya berjalan beriringan.

 “Agama dan budaya jangan dibenturkan! Justru dari upaya menjaga, melestarikan, dan terus mengangkat (nilai-nilai) manuskrip, kita belajar tentang relasi beragama dengan keragaman budaya,” ujar Oman.

Salah satu manuskrip kuno yang dipamerkan dalam seminar sehari dan pameran manuskrip masyarakat adat dalam rangkaian Seren Taun 22 Rayangung 1956 Saka (2023). (Foto: Dewi Kanti)
Salah satu manuskrip kuno yang dipamerkan dalam seminar sehari dan pameran manuskrip masyarakat adat dalam rangkaian Seren Taun 22 Rayangung 1956 Saka (2023). (Foto: Dewi Kanti)

Baca Juga: Masyarakat Adat Sunda Mengarungi Arus Budaya Globalisasi
Masyarakat Hukum Adat sebagai Penjaga Kelestarian Lingkungan Hidup, Belum Mendapat Payung Hukum
Kampung Adat Cireundeu Mengajarkan Kita agar tidak Tergantung pada Beras

Dewi Kanti, perwakilan tokoh AKUR Sunda Wiwitan, menuturkan, Manuskrip Pangeran Madrais yang ditranskripsikan oleh Emmy Ratna Gumilang Damiasih yang kini menjadi pedoman hidup masyarakat AKUR Sunda Wiwitan.

“Dari 100.000an halaman manuskrip Pangeran Madrais, Ratu Amy (Emmy Ratna Gumilang Damiasih) telah mentranskrip 75.000 halaman,” terang Dewi Kanti.

Rangkaian perayaan Seren Taun 22 Rayagung 1956 Saka AKUR Sunda Wiwitan pada 6-11 Juli 2023, di Cigugur, Kuningan, menggelar seminar dan Pameran Manuskrip dari beberapa masyarakat adat lainnya. Manuskrip kuno yang dipamerkan di antaranya manuskrip Pangeran Madrais, manuskrip kuno dari Kalimantan, Osing (Banyuwangi), dan Indramayu yang dipamerkan maupun ditembangkan.

Dewi mengatakan, kegiatan Seminar Manuskrip yang digelar bersamaan Seren Taun 22 Rayangung 1956 Saka (2023) bertema Merawat Budaya Nusantara ini adalah komitmen AKUR Sunda Wiwitan mendukung dan mengapresiasi nilai-nilai dalam kebudayaan tulis dan tutur yang diterjemahkan lewat tari, tembang, batik, dan bentuk-bentuk kebudayaan lainnya.

Dalam seminar tersebut hadir dan berbagai pengalaman para penyelamat, perawat, dan pelestari manuskrip kuno masyarakat adat. Di antaranya Wiwin Indiarti (Osing, Banyuwangi), Husnul Fatimah Ilyas (Pusat Riset Manuskrip, Literatur dan Tradisi) yang menyampaikan kerja-kerjanya di Sulawesi Selatan, Aditia Gunawan (Perpusnas RI) yang meneliti manuskrip wilayah Sunda atau Jawa Barat dari masa pra-Islam, Agung Zainal Muttakin (Universitas Indraprasta PGRI Jakarta) yang mendigitalisasi dan memvisualisasi naskah-naskah kuno agar menarik bagi anak-anak dan orang muda,  serta Emmy Ratna Gumilang Damiasih pelestari Manuskrip Pangeran Madrais.

Editor: Tri Joko Her Riadi

COMMENTS

//