NGULIK BANDUNG: Dr Tjipto di Balik Kisah Percobaan Peledakan Gudang Mesiu 18 Juli 1927 #7
Gubernur Jenderal Hindia Belanda De Graeff akan memberi kesempatan kepada Tjipto Mangunkusumo untuk membela diri sebelum menjatuhkan hukuman berupa pembuangan.
Ahmad Fikri
Pendiri Komunitas Djiwadjaman, bisa dihubungi via FB page: Djiwadjaman
9 Agustus 2023
BandungBergerak.id – Kesempatan mewawancarai secara langsung Gubernur Jenderal Hindia Belanda Andries Cornelis Dirk de Graeff terhitung langka. Pemberitaan kala itu hanya mengutip omongan penguasa tertinggi Hindia Belanda itu saat sesorah (pidato) dalam acara resmi atau sekedar meliput kegiatannya dalam kunjungan-kunjungan resminya di sejumlah tempat.
Awal September 1927, terbuka kesempatan yang tak biasa tersebut. Enam jurnalis koran-koran berbahasa Belanda yang terbit di Hindia Belanda mendapat kesempatan mewawancarai De Graeff dalam suasana yang tidak formil di Istana Koningsplein, kini Istana Merdeka, di Batavia.
Sesi tanya jawab dimulai pukul lima sore. Wawancara yang dilakukan selepas de Graeff memimpin rapat Volksraad tersebut dilakukan bersama-sama oleh Messrs Crayé dan Van Bovene mewakili A.I.D. de Preangerbode, De Keizer dari De locomotive, Van Meurs dari Java Bode, Ritman dari Bataviaasch Nieuwsblad, serta Van Witzenburg salah satu direktur kantor berita Aneta.
Sejumlah isu ditanyakan langsung pada De Graeff. Mulai dari rencana kongres Partij Sarekat Islam (PSI) pimpinan Tjokroaminito di Pekalongan, penahanan mahasiswa anggota Perhimpoenan Indoensia di Belanda atas tuduhan terlibat dengan aksi PKI berikut rencana pemerintah Belanda pada organisasi tersebut, tentang tindakan pemerintah atas relasi organisasi politik komunis Rusia dengan Hindia Belanda, rencana revisi konstitusi Hindia Belanda yang masih dalam pembahasan Volksraad, perlindungan undang-undang hak cipta mengenai berita pers, penanganan perselisihan buruh yang diminta sindikat gula, metode kerja polisi rahasia Hindia Belanda (Politieke Inlichtingendienst/PID), penolakan pemerintah atas perluasan area pabrik gula Soekadono, hingga biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk pembelian seragam pejabat untuk acara-acara resmi. Di antara deretan pertanyaan tersebut, terselip soal kabar santer hukuman pengasingan untuk Tjipto Mangoenkoesoemo.
Transkripsi rinci wawancara dengan De Graeff diterbitkan oleh banyak koran. Di antaranya Bataviaasch nieuwsblad yang menayangkan wawancara dalam terbitan tanggal 9 September 1927, selanjutnya De locomotief menyusul menerbitkan transkripsi wawancara tersebut pada terbitan tanggal 10 September 1927.
Koran Bataviaasch nieuwsblad menyebutkan bahwa catatan steno para jurnalis telah di periksa sendiri oleh De Graeff sebelum dipublikasikan. Alasan De Graeff saat itu untuk melengkapi pernyataannya, mengklarifikasi, serta membuatnya lebih lengkap agar jawabannya tidak melenceng dari yang dimaksudnya. Di sesi tersebut Ritman yang menanyakan mengenai kebenaran kabar hukuman internir Tjipto.
Ritman awalnya menanyakan mengenai keterlibatan tokoh nasionalis lain pada peristiwa penyerangan gudang mesiu di Bandung yang disebutnya dilakukan oleh ekstremis. Pemberitaan yang berkembang hanya menyebut nama Tjipto. De Graeff mengaku hanya mengetahui hasil pemeriksaan terhadap Tjipto terkait penyelidikan aksi tersebut. Ada nama-nama lain yang muncul, tapi hasil penyelidikan tidak menunjukkan keterlibatannya dalam aksi tersebut.
Ritman kemudian menanyakan mengenai kabar Tjipto akan dijatuhi hukuman pengasingan lagi. Dan ia mengkonfirmasi mengenai kabar beredar yang menyebut Tjipto akan dikirim ke Halmahera. De Graeff membenarkan proposal untuk menghukum Tjipto sedang disusun. Namun belum ada keputusan akhir. Pemerintah Hindia Belanda akan memberikan kesempatan Tjipto untuk melakukan pembelaan diri.
“Ik kan alleen zeggen, dat tot interneering een voorstel is gedaan, dat den gewonen weg zal moeten volgen. Wordt voorloopig in principe tot intemeering besloten, dan zal Dr. Tjipto zelf nog moeten worden gehoord en in de gelegenheid moeten worden gesteld, zich te verdedigen. Eene beslissing is dus nog niet genomen, noch ten aanzien van eventueele intemeering noch ten aanzien van de aan te wijzen verblijfplaats
(Saya hanya dapat mengatakan bahwa proposal untuk interniran telah dibuat, yang harus mengikuti jalur normal. Jika untuk sementara diputuskan secara prinsip mengintegrasikan, Dr Tjipto sendiri tetap harus didengar dan diberi kesempatan untuk membela diri. Oleh karena itu, keputusan belum dibuat, baik mengenai kemungkinan masuk maupun mengenai tempat tinggal yang akan ditunjuk),” demikian jawaban De Graeff menjawab pertanyaan Ritman yang dikutip dari Bataviaasch nieuwsblad, 9 September 1927.
Sebelum naskah wawancara itu terbit, kabar penjatuhan hukuman pengasingan pada Tjipto sudah santer. Berturut-turut koran De nieuwe vorstenlanden (3/9/1927), De Indische courant (5/9/1927), serta Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie? (5/9/1927) menerbitkan berita pendek dengan isi yang seragam bahwa pemerintah Hindia Belanda sedang mempertimbangkan mengasingkan Tjipto menuju Merauke.
Pernyataan De Graeff menutup kabar simpang-siur yang beredar atas nasib Tjipto. Koran-koran berbahasa Belanda yang terbit di Hindia dan negeri Belanda ramai-ramai mengutip pernyataan De Graeff tersebut. Tjipto sudah pasti akan dijatuhi hukuman, hanya tinggal menunggu waktu.
Baca Juga: NGULIK BANDUNG: Kisah di Balik Percobaan Peledakan Gudang Mesiu 18 Juli 1927 #6
NGULIK BANDUNG: Kisah di Balik Percobaan Peledakan Gudang Mesiu 18 Juli 1927 #5
NGULIK BANDUNG: Kisah di Balik Percobaan Peledakan Gudang Mesiu 18 Juli 1927 #4
Pengaruh Tjipto Mangoenkoesoemo
Perlakuan pada Tjipto Mangoenkoesoemo berkesan berbeda. Pemerintah Hindia Belanda tampak terlalu berhati-hati untuk menjatuhkan hukuman pada tokoh nasionalis bumiputra tersebut. Yang mengherankan, De Graeff sendiri yang menyatakan akan memberi kesempatan pada Tjipto untuk melakukan pembelaan diri. Entah itu basa-basi atau tidak, perlakuan pada Tjipto dengan tuduhan yang bukan main-main terkesan lunak.
De Graeff kala itu menerapkan hukuman keras pada pelaku pemberontakan, apalagi pada kelompok yang berhaluan komunis. Tjipto memang bukan komunis, tapi ia disangkutpautkan dengan plot rencana peledakan gudang mesiu yang diyakini sebagai ulah kelompok komunis.
Nama Tjipto diakui atau tidak memang memiliki pengaruh besar di kalangan bumiputra. Di tengah tuduhan serius tersebut, nama Tjipto masih punya pamor. Harian De Indische courant tanggal 13 September 1927 misalnya memberitakan perayaan ulang tahun Jong Java yang ke 12 ½ di Surabaya. Dalam artikelnya berjudul Jong Java, Het 12 ½ jarig bestaan (Peringatan 12½ tahun) mengutip pidato Ketua Jong Java Surabaya yang mengelu-elukan jasa Tjipto.
Jong-Java werd geboren uit den drang van het Indonesische volkom zich op te werken uit den toestand van geestelijk verval, waarin het sedert het einde van de groote Javasche rijken was geraakt. Spreker memoreerde het aandeel, dat Tjipto, Soewardi, Radjiman en vele anderen in dit intellectueel ontwaken hadden gehad —en ook hun heengaan voor een groot deel. Doch de stoot was gegeven; de weg gebaand en zoo werd den len Maart 1915 de vereeniging met circa 50 leden opgericht. Thans telt zij er ruim 3000
(Jong Java lahir dari desakan rakyat Indonesia untuk bangkit dari keadaan kemerosotan mental yang telah mereka alami sejak akhir kerajaan besar Jawa. Pembicara mengingat peran yang dimainkan Tjipto, Soewardi, Radjiman dan banyak lainnya dalam kebangkitan intelektual ini—dan juga sebagian besar kepergian mereka. Tapi dorongan telah diberikan; membuka jalan dan pada musim semi Maret 1915 asosiasi ini didirikan dengan sekitar 50 anggota. Sekarang jumlahnya lebih dari 3000) (De Indische courant, 13 September 1927).
Tjipto sendiri, tampak tidak ambil pusing dengan ancaman hukuman yang menunggunya. Alih-alih membatasi aktivitasnya, Tjipto malah terang-terangan menghadiri pertemuan politik yang diselenggarakan kawan-kawannya sesama kelompok nasionalis di Bandung. Kelakuan aneh-aneh Tjipto memang sudah terkenal. Sejumlah biografi Tjipto menceritakan kelakuan tak lazim yang justru diniatkannya sebagai protes.
Soegeng Reskodihardjo dalam biografi Tjipto pada buku Dr. Cipto Mangukusumo, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1992) menceritakan bermacam kelakuan aneh-aneh dokter Jawa tersebut. Di Demak misalnya saat diawal-awal kariernya sebagai dokter, Tjipto sengaja menumpang kereta kuda melewati Alun-alun tepat melintasi di depan kantor bupati, kelakuan serupa diulangnya saat bertugas di Solo dengan mengendarai kereta di depan gerbang kraton. Perbuatan yang membuat petinggi keraton berang karena hanya penguasa saja yang boleh lewat di sana. Tjipto sengaja melakukannya untuk menantang sistem feodal yang tidak disukainya karena membawa sekat pada masyarakat.
Atau pada satu ketika ia sengaja menggunakan pakaian khasnya batik dengan jas lurik hitam tenunan Klaten, masuk ke gedung societeit yang dipenuhi orang Belanda dan duduk santai di sana dengan ongkang-ongkang kaki. Opas yang diminta mengusirnya malah dimaki-maki dengan mengguankan bahasa Belanda yang fasih. Sang opas akhirnya berbalik keder.
Koran Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie? tanggal 26 September 1927 menukil satu lagi ulah Tjipto yang kelewat berani. Pada artikel koran berjudul “Perserikatan National Indonesia” menceritakan mengenai pertemuan politik di Minggu (25/9/1927) pagi di Bandung, di gedung Ons Genoegen, sekarang gedung Yayasan Pusat Kebudayaan. Pertemuan yang diselenggarakan Perserikatan Nasional Indonesia, organisasi politik yang belum lama dideklarasikan oleh Sukarno tersebut mengumpulkan hingga 500an orang. Organisasi ini tengah jadi sorotan karena sikap politiknya yang radikal, nonkooperatif dengan pemerintah Hindia Belanda.
Di ruang pertemuan tersebut, Tjipto sengaja duduk di tempat yang mencolok di depan tangga batu. “Dr Tjipto had links vooraan op de steenen trap plaats genomen en wel, naar hij den commissaris van politie mededeelde, om speciaal de aandacht op zich te vestrgen (Dr Tjipto telah mengambil tempat di sebelah kiri depan tangga batu, dan itu, katanya kepada Komisaris Polisi, untuk menarik perhatian khusus pada dirinya sendiri),” dikutip dari Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie? (26/9/1927).
Tjipto seperti sengaja memasang badan agar perhatian aparat tertuju pada dirinya yang saat itu juga sedang jadi perhatian karena tuduhan sebagai otak pemberontakan komunis, otak intelektual di balik rencana peledakan gudang mesiu di Bandung. Ia seperit melindungi sekondannya, nasionalis-nasionalis muda yang sedang memulai berpolitik dengan cara yang keras.
Pertemuan politik tersebut memprotes penahanan Mohammad Hatta dan kawan-kawannya anggota Perhimpunan Indonesia di Belanda. Sejumlah tokoh berpidato dalam pertemuan tersebut. Sukarno misalnya, memprotes pemerintahan kolonial sekaligus mempromosikan anggaran dasar organisasi PNI yang memilih nonkooperatif pada Belanda, tapi terbuka bagi semua bumiputra (termasuk orang Cina, Arab, Jepang, Asia yang juga diizinkan bergabung sebagai anggota luar biasa). Berganti-gantian berbicara ada Sartono mewakili PNI Djokja, Boerham dari de Volkslectuur, Latif dari Fadjar Hindia, hingga pelajar. (Bersambung)
*Tulisan kolom Ngulik Bandung merupakan bagian dari kolaborasi bandungbergerak.id dan Komunitas Djiwadjaman. Simak tulisan-tulisan lain Ahmad Fikri atau artikel-artikel lain tentang Tjipto Mangoenkoesoemo