• Opini
  • MAHASISWA BERSUARA: Polemik Penolakan Pembangunan TPST Cicabe, Sejarah Kembali Terulang

MAHASISWA BERSUARA: Polemik Penolakan Pembangunan TPST Cicabe, Sejarah Kembali Terulang

Warga menolak reaktivasi TPA Cicabe menjadi Tempat Pembuangan Sampah Terpadu buntut terbakarnya TPA Sarimukti. TPA Cicabe hanya berjarak 120 meter dari permukiman.

Ketherine Goenawan

Mahasiswa Informatika Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung

Warga kompleks City Garden Residance, Bandung, menolak rencana pembangunan Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Cicabe, Selasa, 22 Agustus 2023. (Foto: Dokumentasi Warga)

25 Agustus 2023


BandungBergerak.id – Beberapa pekan belakang ini eks Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cicabe kembali menjadi buah bibir usai rencana dari Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung yang kembali mengalihkan Cicabe sebagai Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST). Warga setempat mengklaim, perencanaan pembangunan terkesan terburu dan tidak komprehensif di mana Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) telah keluar per 13 Juli 2023, sementara sosialisasi baru dilakukan kepada warga pada 26 Juli 2023.

Penolakan pembangunan TPST Cicabe khususnya disuarakan oleh warga Kompleks City Garden Residence, Kelurahan Jatihandap, Kecamatan Mandalajati, Kota Bandung. Bagaimana tidak, pembangunan TPST tersebut hanya berjarak kurang dari radius 120 meter dari area pemukiman warga.

Sebagaimana diketahui, Pemkot Bandung telah menutup TPA Cicabe pada tahun 2005 silam. Catatan sejarah merekam bahwa penutupan ini dilakukan lantaran penolakan warga yang mengeluhkan dampak akibat limbah hasil TPA Cicabe.

Namun, TPA Sarimukti yang hingga kini masih dilalap si jago merah saat tulisan ini dibuat (24/8/2023) berdampak pada  kemacetan sampah yang akhirnya bertumpuk. Kebakaran dengan predikat status darurat bencana pun menyebabkan reaktivasi TPA Cicabe di awal Mei 2023 sebagai TPA Darurat. Pemkot Bandung berdalih langkah tersebut diambil sebagai langkah darurat penanganan sampah di Bandung.

Akibatnya, tidak sedikit warga yang tinggal di dekat TPA Cicabe mengeluhkan beberapa dampak, salah satunya bau sampah yang menyengat dan lalu lalang truk sampah yang mengganggu warga sekitar.

Situasi mulai memanas ketika muncul undangan “Sosialisasi Detail Engineering Design (DED)” dari Dinas Lingkungan Hidup Kota Bandung di Kantor Kecamatan Mandalajati pada Rabu (26/7/2023) lalu mengenai rencana pembangunan TPST Cicabe.

Dikutip dari laman Instagram @forum_citygardenresidence, warga menolak keras rencana pembangunan TPST. Pasalnya, posisi komplek City Garden Residence berada di jarak radius 120 meter dengan lokasi rencana TPST. Para warga pun seolah didesak untuk menerima perencanaan yang terkesan dipaksakan tanpa meminta pertimbangan warga setempat.

Merespons rencana pembangunan tersebut, warga membuat petisi yang dapat diakses melalui laman change.org. Hingga Kamis 24 Agustus 2023 pukul 12.00 WIB, sebanyak 451 lebih warga terdampak telah menandatangani petisi tersebut dan masih terus bertambah.

Ringkasnya, petisi berisi penolakan warga atas pembangunan TPST Cicabe yang dinilai belum memenuhi persyaratan keamanan lingkungan. Nyatanya, proyek pembangunan TPST Cicabe tersebut lalai akan permasalahan kritis yang berdampak buruk bagi warga sekitar.

Baca Juga: MAHASISWA BERSUARA: Meredam Resesi Ekonomi Melalui Pengelolaan Investasi
MAHASISWA BERSUARA: Tantangan Transisi Energi Fosil Menuju Enerji Hijau untuk Indonesia
MAHASISWA BERSUARA: Inovasi Beton Ramah Lingkungan Hasil Olahan Limbah Batubara

TPST Cicabe Hanya Memindahkan  Masalah

Dalam sosialisasi pada 26 Juli 2023, dinyatakan bahwa TPST Cicabe akan dibangun di atas lahan bekas tumpukan sampah dengan kedalaman sampah mencapai 15 meter dan kemiringan timbunan yang ekstrem. Direncanakan TPST akan menerima total sampah sebesar 46 ton/hari dan akan diolah menjadi bahan bakar Refuse-Derived Fuel (RDF) dengan total sekitar 13,66 ton/hari.

"Tidak terbayangkan tingginya tumpukan sampah sisa yang tidak bisa diolah setiap hari ditambah dengan bau solar dari truk yang lalu lalang dan asap sisa pembakaran. 'Wangi' alami yang tercium sekeliling kompleks yang tidak baik untuk kesehatan baik warga khususnya anak-anak serta manula. Kesannya pembangunan TPST hanya memindahkan masalah dari satu tempat ke tempat lain," ujar F yang enggan disebutkan identitasnya yang merupakan warga kompleks Blok C tersebut.

Menilik lebih jauh keterangan dalam petisi tersebut, beberapa dasar yang diklaim oleh segenap warga Kompleks City Garden Residence sendiri adalah:

  • Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 03/PRT/M/2013 Tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan Dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga, Lampiran III Pasal 32 pada poin C yang menyatakan bahwa jarak minimum adalah 500 meter dari pemukiman.
  • Tidak sesuainya peruntukan lahan Eks-TPA Cicabe untuk aktivitas berat. Hal ini dapat berujung pada dampak negatif seperti peristiwa longsor ataupun bangunan amblas mengingat bahwa Komplek City Garden Residence berada di lereng gunung.
  • Tidak sesuainya tipe jalan menuju eks-TPA Cicabe yang merupakan jalan lingkungan/desa yang tergolong jalan kelas III untuk aktivitas kendaraan konstruksi dan operasional.
  • Tidak adanya penjelasan rekayasa lingkungan untuk mengantisipasi penurunan kualitas hidup warga.
  • UU No 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah pasal 40 ayat 1.

Spanduk yang berada tepat di sebelah pintu masuk Kompleks City Garden Residence. (Foto: Ketherine Goenawan)
Spanduk yang berada tepat di sebelah pintu masuk Kompleks City Garden Residence. (Foto: Ketherine Goenawan)

Selain itu, warga juga memasang sejumlah spanduk di sepanjang jalan akses menuju eks-TPA Cicabe, yaitu Jalan Abdul Hamid. Spanduk pertama yang tingginya mencapai 3 meter itu berisikan penolakan beserta alasan warga.

"Pemasangan spanduk merupakan bagian dari warga City Garden Residence. Sebagai bentuk aksi penolakan, tujuan utamanya untuk Pemkot Bandung," ujar Arfan selaku Ketua Paguyuban City Garden Residence sebagaimana dikutip pada Kamis (24/8/2023).

Tidak sampai di situ saja, warga juga telah melakukan aksi demonstrasi pada Selasa (22/7/2023) di wilayah sekitar eks-TPA Cicabe. Aksi demonstrasi ini pun mencuri perhatian para media berita, khususnya media Bandung.

Di sisi lain, melansir laman resmi Pemkot Bandung, Pelaksana harian (Plh) Wali Kota Bandung Ema Sumarna mengklaim eks-TPA Cicabe tidak dijadikan TPA Darurat. Lebih lanjut disebutkan Pemkot Bandung akan terus melakukan pendekatan dan edukasi kepada masyarakat mengenai TPST Cicabe.

"Selain mengedukasi, kami juga berharap petisi dan alasan kami juga didengar. Mengapa kami menolak pembangunan TPST diatas lahan eks TPA Cicabe, yang notabene lahannya itu tidak stabil karena terbentuk dari tumpukan sampah yang sudah bertahun-tahun dan sangat dikhawatirkan terjadi longsor juga menimpa hunian kami bahkan khawatirnya nanti bisa menimbulkan korban," ucap Arfan menanggapi.

Lebih lanjut, laman Instagram @mandalajati_unik yang merupakan akun resmi Kecamatan Mandalajati Kota Bandung terlihat mempublikasikan kegiatan pemberian motor sampah kepada enam RW yang terdampak eks-TPA Cicabe. Pemberian motor sampah tersebut dilaksanakan pada Kamis (24/8/2023) dengan dihadiri oleh sejumlah perwakilan dari pemerintah daerah setempat.

Hingga Kamis (24/8/2023), polemik masih memanas atas rencana pembangunan TPST Cicabe tersebut. Warga pun tetap meminta bantuan ke berbagai pihak untuk mendukung penolakan TPST Cicabe.

"Warga Bandung dan masyarakat Indonesia di mana pun berada, dukung kami menolak pembuatan TPST Cicabe! Masyarakat kritis lingkungan demi masa depan bangsa!" Demikian dikutip dari isi petisi tersebut.

Editor: Ahmad Fikri

COMMENTS

//