MAHASISWA BERSUARA: Sepak Bola, Rivalitas, dan Cinta
Sepak bola adalah olahraga yang lengkap. Drama, perjuangan, kesedihan, kebencian, kebahagiaan semua bisa ditemukan dalam olahraga ini.
Pinggala Adi Nugroho
Mahasiswa Universitas Teknokrat Indonesia
5 September 2023
BandungBergerak.id – Laga panas dengan tensi tinggi terhelat pada Sabtu, 2 September 2023 di Stadion Patriot Candrabhaga, Bekasi. Rivalitas sepak bola paling ikonik di Indonesia, antara Persib Bandung dan Persija Jakarta. Hal ini selalu menyulut antusiasme tinggi kepada seluruh penggila sepak bola di tanah air.
Sebelum pertandingan tersaji, pasti akan selalu ada bumbu-bumbu di luar lapangan yang turut mewarnai jalannya pertandingan ini. Psywar antar suporter, saling sindir di sosial media, tuntutan tinggi untuk meraih kemenangan dari suporter, bahkan sampai adanya gesekan-gesekan tipis di luar lapangan adalah sekian cerita yang tentu bakal menghiasi rivalitas kedua tim.
Dengan atmosfer tinggi yang muncul sebelum pertandingan dimulai, biasanya akan muncul “Pre Match Syndrome”. Lantas apa itu Pre Match Syndrome dalam sepak bola ?
Pre Match Syndrome dalam konteks sepak bola sendiri adalah merujuk pada sebuah konsep yang umumnya terkait kepada sebuah perasaan cemas, gelisah ataupun gugup yang dirasakan oleh pemain maupun suporter sebelum pertandingan dimulai. Uniknya, sindrom ini akan membuat orang yang terjangkit akan merasa seperti orang tak waras (gila). Mengapa? Karena kita akan terus terusan merasa khawatir, hati tak tenang, bahkan terus terpikirkan akan pertandingan tersebut. Biasanya, untuk para suporter mereka akan terus menyanyikan anthem klub kebanggaannya sepanjang hari dengan perasaan yang amat sangat bangga.
Ketika hari pertandingan tiba, sindrom ini pun akan semakin menggila. Perasaan tak karuan, denyut nadi yang terasa makin cepat, dan jantung yang berdebar sangat kuat adalah efek yang bisa dirasakan oleh para suporter yang terjangkit sindrom ini.
Baca Juga: MAHASISWA BERSUARA: Membidik Potensi Ekonomi Industri E-Sport Indonesia
MAHASISWA BERSUARA: Saatnya Memanfaatkan Teknologi Monitoring dan Deteksi Dini untuk Sesar Lembang
MAHASISWA BERSUARA: Menyoal Alat Uji Kebohongan Sebagai Alat Bukti yang Sah
Rivalitas
Apa pun akan dilakukan untuk kemenangan tim kebanggaan di laga melawan rival. Mulut yang tak henti mengucap doa, mendukung dengan berbagai cara, dan bahkan di beberapa kesempatan banyak orang rela bolos kerja dan sekolah untuk menyaksikan kebanggaannya bermain.
Ya, memang segila itu sindrom ini menjangkit para suporter. Dan tentu saya sebagai penulis adalah satu dari sekian juta orang yang terjangkit pre match syndrome tersebut sebelum pertandingan.
Sepak bola adalah sebuah karakter, sepak bola adalah sebuah identitas, sepak bola adalah harga diri, sepak bola adalah jiwa raga. Beberapa kalimat tadi adalah sebuah penafsiran dari berbagai macam penggila sepak bola di berbagai belahan dunia. Masing-masing orang mungkin memiliki preferensinya sendiri-sendiri dalam memandang sebuah olahraga bernama sepak bola. Namun, bagi sebuah suporter, sepak bola adalah sebuah harga diri dan budaya dari daerah tersebut.
Sepak bola bagai “agama kedua” bagi Bandung dan Jakarta. Ini terjadi karena sepak bola sudah mengalir jauh dalam keseharian mereka.
Di Bandung misalnya, Persib sudah identik sebagai identitas bagi masyarakat Bandung. Suporter Persib atau yang kita kenal dengan sebutan: Bobotoh, memiliki slogan setiap kali Persib bertanding. “Prung Gera Tarung” yang memiliki arti: Ayo Segera Bertarung. Atau Jakmania dan Persija yang sangat identik dengan slogan: “ To The Next Level”. Sepakbola bagai agama kedua di dalam konteks ini menggambarkan bagaimana sepakbola jauh memasuki kalbu setiap suporter ini.
Cinta
Setiap manusia memiliki ranah romantismenya tersendiri. Mungkin, ada yang menyebut puisi adalah hal paling romantis, di lain sisi ada yang menyebut memberikan bunga mawar adalah hal yang juga romantis. Namun, untuk para suporter fanatik, sepak bola adalah hal yang paling romantis dan tak ada duanya. Mungkin ini terkesan metafor dan terlalu berlebihan bagi sebagian pihak. Tetapi tak ada yang berlebihan soal sepak bola bagi seorang suporter. Bisa jadi itu adalah sumber kebahagiaan utama di dalam hidupnya. Mungkin juga sepak bola adalah hal yang bisa melepas lelah dan penatnya dari segala masalah hidup yang dimiliki, atau sepak bola adalah sebuah alat yang di mana seseorang bisa belajar mendapatkan banyak hal seperti kesetiaan, perjuangan, kebersamaan dan sebagainya.
Sepak bola mempunyai konsep emosional tersendiri bagi penggemarnya. Konsep romantisme secara manusiawi yang banyak kita tahu adalah terkait emosi, spiritual, dan cinta. Di sisi sepak bola, romantisme lebih diartikan sebagai alat penyatuan berbagai kalangan, semangat membara, ataupun ikatan emosional antara pemain, klub, dan para suporter. Mereka membentuk kesatuan yang tidak bisa dipisahkan antar satu dengan yang lainnya. Klub, pemain, dan suporter adalah sebuah sistem yang saling terkait antara satu untuk semua.
Sepak bola bisa membuat setiap orang sedih dan senang secara bersamaan. Sedih ketika tim mereka terpuruk ataupun senang saat tim mereka berjaya. Saat pertandingan berlangsung pun, pasti akan ada pemenang dan pihak yang kalah.
Di dalam satu pertandingan itu saja, sudah terjadi dua pembagian emosi yang berbeda. Senang dan sedih secara bersamaan. Bisa dikatakan juga sepak bola adalah olahraga yang lengkap. Berbagai macam aspek terdapat di olahraga ini. Drama, perjuangan, kesedihan, kebencian, kebahagiaan semua bisa ditemukan di sini.
Seperti yang tergambar dari dua rival abadi, Persib Bandung dan Persija Jakarta. Bobotoh dan Jakmania. Mereka menggambarkan romantisme di dalam sepak bola adalah hal nyata dan bukan isapan jempol belaka. Tak ada yang bisa memisahkan cinta mereka untuk klub kesayangannya. Sepak bola adalah bukti bahwa harga diri, identitas, dan kesetiaan mengikat dalam jiwa mereka. Lantas, Apa alasanmu untuk tidak mencintai sepak bola ?