Cagar Budaya Rumah Potong Hewan Bandung Terancam Proyek Jalan Layang Ciroyom
Jalan Layang Ciroyom disiapkan sebagai infrastruktur penopang layanan Kereta Cepat Jakarta Bandung. Membabat pohon, mengancam bangunan cagar budaya.
Penulis Awla Rajul6 September 2023
BandungBergerak.id - Bangunan cagar budaya Rumah Potong Hewan (RPH) Ciroyom, salah satu penanda penting moderinsasi Kota Bandung yang pertama kali beroperasi pada tahun 1935 lalu, terancam oleh proyek pembangunan flyover atau Jalan Layang Ciroyom. Proyek ini merupakan bagian dari insfrastruktur penyangga Kereta Cepat Jakarta Bandung yang sedang dikebut pemerintah pusat.
Kompleks RPH Ciroyom, selain sebagai rumah potong aktif, saat ini difungsikan juga sebagai kantor Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Bandung. Pada Selasa 5 September 2023 siang, sebagian kawasan kantor telah dipagari seng. Beberapa alat berat sedang memasang tiang-tiang untuk pondasi jalan layang yang melintas dari Jalan Ciroyom dan berbelok ke Jalan Arjuna. Pohon-pohon mahoni yang dulunya tumbuh subur di Jalan Arjuna sudah dibabat dan sedang dalam proses pembersihan.
Diketahui, pagar seng sudah ada di sana sejak seminggu lalu. Adapun pohon-pohon mahoni tuntas ditebang pada akhir pekan.
Sayfullah (55 tahun), pedagang onderdil bekas di Jalan Arjuna, mengetahui bahwa RPH Ciroyom merupakan bangunan cagar budaya. Menurutnya, keberadaan kawasan ini sudah ada sejak zaman Belanda dan penting untuk dilestarikan.
“Kalau sebagian sudah kena ini. Tapi menurut saya kalau dibutuhkan, ya kepaksa pindah, kalau dibutuhkan. Tapi kalau keputusan dari pemerintah kepaksa, apalagi, gak bisa ditahan-tahan kan,” katanya.
Sayfullah berjualan tepat di depan bangunan RPH Ciroyom. Ia ingat bagaimana sepinya kawasan ini ketika pertama kali membuka lapak pada 1988 silam. Secara berangsur-angsur, kawasan bertambah ramai. Banyak mahasiswa dari dalam dan luar Jawa melakukan kerja praktik di RPH. Sebagian besar dari mereka sedang berkuliah di jurusan pertanian, kesehatan hewan, dan pangan.
Beroperasi pertama kali pada 1935, Rumah Potong Hewan (RPH) Ciroyom, dengan menara ikonik di bangunan utamanya, menjadi salah satu penanda penting modernisasi Kota Bandung. Letakanya berdekatan dengan stasiun kereta dan bandar udara sehingga mempermudah distribusi ternak dan daging pada masa itu. Proyek pembangunan Jalan Layang Ciroyom bakal menggusur bangunan bagian depan yang saat ini difungsikan sebagai pos keamanan.
"Ya sekitar dua meter ke arah dalam yang bakal kena. Ini bangunan yang kena adalah bangunan awal yang beroperasi sejak tahun 1935. Jadi satu bagian dengan bangunan utama," kata Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Bandung Gin Gin Ginanjar di lokasi proyek.
Gin Gin memastikan, belum ada rekomendasi pembongkaran dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) dan Tim ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Bandung. Pembongkaran baru menyasar pembatas jalan dan taman depan.
Bandung Heritage, organisasi pelestari bangunan dan kawasan cagar budaya, secara tegas menyatakan penolakan terhadap penggusuran RPH Ciroyom. Bangnungan di kawasan barat Kota Bandung ini telah masuk ke daftar inventaris Bandung Heritage tahun 1997 dan tahun 2005 sebagai bangunan penting yang harus dilestarikan. Dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Bandung tentang Cagar Budaya tahun 2009, yang kemudian diperbaruri pada tahun 2018, RPH Ciroyom masuk ke dalam daftar cagar budaya Golongan A. Bangunan ini bahkan telah diregistrasi secara nasional.
“Rumah Potong Hewan (Ciroyom) itu salah satu contoh bagaimana modernisasi kota, khususnya Kota Bandung, di awal abad ke-20 itu dilakukan,” ungkap Ketua Bandung Heritage Aji Bimarsono dalam sebuah diskusi di Gedung Gas Negara, Jalan Braga.
Pada awal pendiriannya, Rumah Potong Hewan difungsikan sebagai tempat pemotongan babi dan sapi. Bangunannya didesain berdasarkan lokalitas masyarakat nusantara, sehingga tempat pemotongan sapi dan babi dipisah. kebijakan ini bisa dilihat dari arsitekturnya.
Selain menjadi ciri modernisasi Kota Bandung, RPH Ciroyom menjadi jejak pengembangan Kota Bandung ketika dinobatkan sebagai calon ibu kota Hindia Belanda sekitar tahun 1917. Lokasinya berada di wilayah Barat yang berdekatan dengan kawasan industri, yaitu dekat dengan rel kereta dan bandar udara. Tak dimungkiri, RPH memiliki signifikansi budaya yang sangat tinggi sehingga membutuhkan upaya perlindungan yang maksimal.
Aji Bimarsono menyayangkan pembangunan Jalan Layang Ciroyom yang berfungsi sebagai penyokong (feeder) layanan Kereta Cepat dari Padalarang ke Bandung maupun sebaliknya, berjalan tidak transparan. Seharusnya sebelum proyek, dilakukan dialog yang melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk ahli sejarah dan pakar budaya.
“Walaupun (proyek) pembangunan strategis, tapi harus juga memperhatikan bahwa ada yang strategis juga di Kota Bandung, yaitu pelestarian warisan budaya. Jadi jangan sampai mengorbankan (cagar budaya) atas nama program strategis,” tuturnya.
Aji menegaskan, Bandung Heritage bukan dalam posisi menentang pembangunan, melainkan menanyakan kejelasan informasnyai. Rencana awal pemerintah menyebut layanan Kereta Cepat Jakarta Bandung bakal menjangkau Tegalluar, sehingga menjadi peluang untuk pengembangan wilayah timur Bandung. Namun rencana tersebut batal, dan kereta cepat berhenti di Padalarang dengan konsekuensi kereta feeder. Inilah sebab munculnya proyek pembangunan Jalan Layang Ciroyom yang berdampak pada bangunan cagar budaya kategori A.
Saat ini Bandung Heritage sedang mengkaji gugatan secara hukum. Mereka juga akan menggalang dukungan pihak-pihak lain untuk bersama-sama mempertahankan RPH Ciroyom.
“Kalau ini sampai terkena dampak pembangunan fly over, ini merupakan preseden buruk," tutur Aji. "Harusnya pemerintah juga ikut mempertahankan bangunan cagar budaya seperti RPH ini."
Pegiat Bandung Heritage, David Bambang Soediono menyebut bahwa rencana penggusuran RPH Ciroyom belum melalui Heritage Impact Assessment (HIA). Padahal HIA seharusnya menjadi dokumen yang terintegrasi dengan dokumen analisis dampak lingkungan (Amdal) sebuah proyek pembangunan.
“Itu harus didahului sebetulnya, tidak boleh berbarengan, gak masuk di akal!" kata David. "Akhirnya itu hanya menjadi formalitas dokumen saja.”
Baca Juga: Ancaman Berlapis Krisis Sampah Bandung bagi Perempuan
Jumlah Pekerja Anak di Indonesia Meningkat, termasuk di Kota dan Kabupaten Bandung
Hari Jadi Kota Bandung dalam Bayang-bayang Darurat Sampah
Tentangi Rumah Potong Hewan Ciroyom, majalah I.B.T Locale Techniek Volume 39 Nomor 5 yang terbit September 1936 hal 112-117 menyebutkan, sejak 1935 Gemeente Bandung sudah memiliki sebuah rumah potong untuk sapi dan babi yang telah menggunakan aturan terbaru yang mempertimbangkan kebersihan dan lainnya.
“Romah pemotongan itoe terletak dekat spoor, hingga semoea chewan jang dateng dengan spoor itoe bisa teroes masoek ka romah pemotongan,” mengutip lampiran majalah bangunan terbitan zaman kolonial Belanda tersebut.
Majalah tersebut juga menyebutkan, Rumah Pemotongan itu terbagi pada tiga bagian. Bagian pertama adalah untuk kantor administratif dan rumah buat pekerja, bagian kedua untuk pemotongan babi dan kandang, serta bagian ketiga untuk pemotongan sapi.
Pemisahan pemotongan sapi dan babi itu merupakan langkah penting sejak perencanaan pembangunan. Adapun bangunan rumah pemotongan hewan itu terbuat dari material beton, sementara lantanyai terbuat dari material yang tak licin dan tahan untuk darah, asam, dan lainnya.
“Daging kotor seperti peroet, dlsb. Diangkat dengan kereta ketjil dan di simpan dibagean sendiri, kerena itoepoen soeatoe kepentingan jang bersamboetan dengan atoeran hygiëne. Disediakan poela tempat oentoek keperloean personeel, seperti boeat tjoetji, dlsb,” demikian tertera di halaman 117.
Keterangan RPH Ciroyom sebagai cagar budaya juga dimuat di laman resmi Pemkot Bandung. Disebutkan bahwa RPH seluas 400 meter persegi yang dibangun dengan gaya arsitektur artdeco pada masa Belanda ini tetap mempertahankan kondisi aslinya. Bangunan RPH Ciroyom tetap terbagi menjadi tiga bagian, yaitu tempat pemotongan babi, perkantoran Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DPKP) Kota Bandung, dan pemotongan sapi.
Orisinalitas bangunan sarat sejarah inilah yang saat ini terancam oleh proyek pembangunan Jalan Layang Ciroyom yang ditargetkan tuntas pada akhir tahun 2023. Pada Selasa 27 Juni 2023, Pemerintah Kota Bandung, melalui siaran pers, mengabarkan bahwa progres pembangunan fly over dan jembatan penyeberangan orang (JPO) Ciroyom di Kecamatan Andir dan Kecamatan Cicendo telah mencapai 33,5 persen. Disebutkan juga informasi tentang bangunan cagar budaya yang bakal terdampak.
"Ada cagar budaya yang nanti kena yakni rumah potong hewan (RPH). Kami perlu mendapatkan rekomendasi dari DKPP untuk pos jaga," ungkap Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Kota Bandung, Cendrawan.
Rekomendasi itulah yang sampai saat ini belum terbit. Apalagi datang penolakan dari Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Bandung.
*Artikel ini telah diperbarui dengan sumbangan wawancara dan data dari Prima Mulia