Mengubah atau Merusak Cagar Budaya RPH Ciroyom Bisa Dipidana?
Rumah Potong Hewan (RPH) Ciroyom, Bandung, merupakan bangunan heritage golongan A yang dilindungi undang-undang. RPH ini teracam pembangunan jalan layang Ciroyom.
Penulis Iman Herdiana13 September 2023
BandungBergerak.id - Bagian Bangunan Rumah Potong Hewan (RPH) Ciroyom, Bandung, terancam tergusur oleh proyek pembangunan jalan layang. Proyek ini terkait insfrastruktur untuk menyangga Kereta Cepat Jakarta Bandung. Persoalan muncul karena RPH Ciroyom tergolong cagar budaya kelas A yang dilindungi undang-undang dari segala bentuk perubahan.
Bagaimana status Rumah Potong Hewan Ciroyom Kota Bandung? RPH Ciroyom merupakan salah satu dari 217 bangunan cagar budaya golongan A yang ditetapkan Perda Kota Bandung Nomor: 19 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Kawasan dan Bangunan Cagar Budaya. Dalam perda ini, RPH Ciroyom masuk dalam “Daftar Bangunan Cagar Budaya Kota Bandung 2017/2018 Golongan A” kategori “Kawasan VI (Kawasan Industri)” nomor 98 dengan naman Ex. Rumah Potong Hewan/Dinas Pertanian Kota Bandung beralamat di Jalan Arjuna No.45.
“Kawasan dan bangunan cagar budaya yang berada di Kota Bandung yang memiliki nilai kesejarahan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan, terutama bangunan yang telah berumur lebih dari 50 (lima puluh) tahun yang memberikan ciri dan identitas peradaban perlu dilakukan perlindungan dan pelestarian,” demikian bunyi Perda Pengelolaan Kawasan dan Bangunan Cagar Budaya Kota Bandung, diakses Rabu, 13 September 2023.
BAB IV tentang Hak dan Kewajiban Masyarakat Pasal 8 disebutkan, “Setiap orang berkewajiban menjaga kelestarian kawasan dan/atau bangunan cagar budaya serta mencegah dan menanggulangi kerusakan kawasan dan/atau bangunan cagar budaya”.
Ketatnya perlindungan terhadap cagar budaya dapat disimak pada Bagian Keempat tentang Pemugaran Pasal 22 yang menyatakan, pemugaran bangunan cagar budaya Golongan A dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. bangunan dilarang dibongkar dan/atau diubah;
2. apabila kondisi fisik bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak harus dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan aslinya;
3. pemeliharaan dan perawatan bangunan harus menggunakan bahan yang sama/sejenis atau memiliki karakter yang sama, dengan mempertahankan detail ornamen bangunan yang telah ada;
4. dalam upaya revitalisasi dimungkinkan adanya penyesuaian/perubahan fungsi sesuai rencana kota yang berlaku tanpa mengubah bentuk bangunan aslinya;
5. di dalam persil atau lahan bangunan cagar budaya dimungkinkan adanya bangunan tambahan yang menjadi suatu kesatuan yang utuh dengan bangunan utama, dengan ketentuan penambahan bangunan hanya dapat dilakukan di belakang dan/atau di samping bangunan cagar budaya dan harus sesuai dengan arsitektur bangunan cagar budaya dalam keserasian lingkungan.
Ketentuan pidana diatur BAB XVIII Pasal 46: “Perbuatan pidana terhadap penyelenggaraan pengelolaan serta pemugaran dan pemulihan kawasan dan/atau bangunan cagar budaya dikenakan sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya dan Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan”.
Adapun pasal tentang pidana dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan BAB XV (Pasal 64) menyebutkan, (1) Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum merusak fisik daya tarik wisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Sanksi Pidana terkait Cagar Budaya
Perubahan terhadap bangunan bisa terancam sanksi pidana berupa kurungan penjara dan denda juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Mengutip Hukum Online, diakses Rabu, 13 September 2023, Dimas Hutomo menjelaskan, pengertian Cagar Budaya dijelaskan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya sebagai berikut:
Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.
Penting untuk diketahui bahwa setiap orang dilarang merusak dan mencuri Cagar Budaya. Larangan tersebut diatur di Pasal 66 UU 11/2010 Pasal 66 UU 11/2010:
Setiap orang dilarang merusak Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian-bagiannya, dari kesatuan, kelompok, dan/atau dari letak asal.
Setiap orang dilarang mencuri Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian-bagiannya, dari kesatuan, kelompok, dan/atau dari letak asal.
Baca Juga: Cagar Budaya Rumah Potong Hewan Bandung Terancam Proyek Jalan Layang Ciroyom
Bukti-bukti Sejarah Menguatkan Stasiun Cicalengka adalah Cagar Budaya
Adapun sanksinya bagi perusak Cagar Budaya adalah pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 15 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 500 juta dan paling banyak 5 miliar rupiah.
Sedangkan untuk pencuri Cagar Budaya sanksinya ialah pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 10 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 250 juta dan paling banyak 2,5 miliar rupiah.
Selain itu, terdapat juga jerat pidana bagi penadah hasil pencurian Cagar Budaya, sanksinya berupa pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun dan/atau denda paling sedikit 1 miliar rupiah dan paling banyak 10 miliar rupiah.
Oleh karena itu penting bagi Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah untuk melakukan perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan Cagar Budaya sebagai bagian dari tugas yang diembannya.
Perlindungan adalah upaya mencegah dan menanggulangi dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan dengan cara penyelamatan, pengamanan, zonasi, pemeliharaan, dan pemugaran Cagar Budaya. Perlu diketahui bahwa pengamanan adalah upaya menjaga dan mencegah Cagar Budaya dari ancaman dan/atau gangguan.
Pengamanan dilakukan untuk menjaga dan mencegah Cagar Budaya agar tidak hilang, rusak, hancur, atau musnah. Pengamanan Cagar Budaya merupakan kewajiban pemilik dan/atau yang menguasainya.