• Berita
  • Bukti-bukti Sejarah Menguatkan Stasiun Cicalengka adalah Cagar Budaya

Bukti-bukti Sejarah Menguatkan Stasiun Cicalengka adalah Cagar Budaya

Sukarno pernah diturunkan aparat kolonial Belanda di Stasiun Cicalengka setelah ditangkap di Yogyakarta. Kini stasiun ini terancam hilang karena proyek pembangunan.

Banner pemberitahuan pemugaran Stasiun Cicalengka di area stasiun. Pemugaran ini akan menghilangkan bangunan lama bersejarah Stasiun Cicalengka, Kabupaten Bandung, Sabtu (17/6/2023). (Foro: Dini Putri/BandungBergerak.id)

Penulis Dini Putri20 Juni 2023


BandungBergerak.idStasiun Cicalengka menempati posisi penting dalam sejarah perkeretaapian di Bandung Raya. Pada awalnya, dari sepanjang Padalarang sampai ke Cicalengka hanya dua stasiun, yaitu Stasiun Bandung dan Stasiun Cicalengka. Kini bangunan lama Stasiun Cicalengka terancam tergusur karena modernisasi yang akan dilakukan Balai Teknik Perkeretapian (BTP) Direktorat Jenderal Kereta Api (Ditjen KA) Jawa Barat.

Penulis sejarah Atep Kurnia mengatakan, Stasiun Cicalengka memiliki hubungan yang kuat dengan sejarah perkeretaapian di bumi Priangan sejak diresmikan pada 10 September 1884. Ketika tempat perhentian kereta api masih berupa halte atau stoplas, Stasiun Cicalengka lebih dulu ditetapkan sebagai stasiun.

“Jadi, kalau dirunut sih urutannya tuh yang paling atas stasiun, kemudian halte, yang paling bawah stoplas,” tutur Atep Kurnia, dalam diskusi terkait penggusuran bangunan lama Stasiun Cicalengka, Sabtu (17/6/2023), di Kedai Kopi Andu, Gg. Andu no.26, Cicalengka, Kabupaten Bandung.

Diskusi tersebut dihadiri penggiat sejarah, penulis, seniman, akademisi, aktivis, hingga anak-anak muda. Nurul Maria sebagai anak muda yang tergabung dalam komunitas Lingkar Literasi Cicalengka mengatakan, Stasiun Cicalengka penting menjadi perhatian bersama khususnya anak muda. Stasiun ini perlu diselamatkan dari.

Nurul merefleksikan bahwa permaslahan ini bukan sekadar stasiun yang digusur saja, lebih dari itu; hilangnya bangunan bersejarah sebagai identitas suatu wilayah.

“Kalau menyinggung mengenai cagar budaya dan yang lain, saya ingat bahwa yang sedang kita lakukan saat ini adalah untuk menciptakan rasa kepemilikan. Memiliki identitas itu kan sama dengan memiliki jati diri, jika kita kehilangan itu, ya berarti kita tidak punya akar lagi dong,” kata Nurul.

Nurul pada akun media sosial Twitternya membuat cuitan dan mempertanyakan perihal pemugaran Stasiun Cicalengka dan ditanggapi oleh Indonesian Railways Preservation Society bandung @irps_bandung bahwa nantinya bangunan dari Stasiun Cicalengka akan baru semua dan hanya meninggalkan beberapa barang saja.

“Nanti yang akan tetap teringgal di Stasiun Cicalengka hanya Corong Air dan Pemutar LOkomotif, untuk bangunan akan baru semua, tapi untuk bangunan konstruksi kayu akan dipindahkan KAI ke museum KA Ambarawa,” demikian kutipan balasan akun @irps_bandung.

Stasiun Cicalengka pada hakikatnya merupakan sebuah cagar budaya sesuai dengan ketetapan Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya Pasal 5 yang berbunyi:

“Benda, bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya atau Struktur Cagar Budaya apabila memenuhi kriteria: a. berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih; b. mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun; c. memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan; dan d. memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.”

Atep Kurnia berharap bangunan Stasiun Cicalengka tetap dipertahankan atau dibuat alternatif lain misalkan disulap menjadi museum, karena Stasiun Cicalengka sudah bisa dikatakan sebagai cagar budaya menurut undang-undang dan harus dilindungi.

“Kalau menurut aturan sih otomatis (Stasiun Cicalengka) merupakan cagar budaya yang memang harus dilindungi karena ada undang-undangnya, dan kalau di langgar ada sanksinya,” tandas pemerhati literasi dan budaya Sunda tersebut.

Umur Stasiun Cicalengka sendiri hampir mencapai 140 tahun dan sarat akan peristiwa-peristiwa bersejarah yang menjadi penting untuk penguatan kepribadian bangsa. Hal tersebut patut menjadi perhatian bersama, menyamakan persepsi dan membuat pergerakan agar ke depann cagar budaya ini tidak hilang dari ingatan.

Baca Juga: Pegiat Literasi Menggalang Petisi Daring: Jangan Hancurkan Stasiun Cicalengka yang Bersejarah
Warga melintas di trotoar tempat sebuah mesin parkir yang tidak berfungsi di Jalan Oto Iskandar di Nata, Kota Bandung, Jumat (23/12/2022). (Foto: Prima Mulia/Bandun
Tarian Sunyi Menyusuri Jejak Sukarno di Bandung

Atep Kurnia (Kiri), Hafidz Azhar (Tengah), Bob Ujo (Kanan) menjadi pemantik dalam diskusi yang diadakan di Kedai Andu Cicalengka. Sabtu (17/6/2023). (Foro: Dini Putri/BandungBergerak.id)
Atep Kurnia (Kiri), Hafidz Azhar (Tengah), Bob Ujo (Kanan) menjadi pemantik dalam diskusi yang diadakan di Kedai Andu Cicalengka. Sabtu (17/6/2023). (Foro: Dini Putri/BandungBergerak.id)

Penangkapan Sukarno

Pada 29 Desember 1929, Sukarno diturunkan aparat kolonial Belanda di Stasiun Cicalengka. Sebelumnya, Sukarno ditangkap ditangkap di Yogyakarta dengan tuduhan terlibat gerakan kemerdekaan Indonesia. 

Lima hari sebelumnya, pemerintah Hindia Belanda menitahkan untuk menangkap pemimpin-pemimpin pergerakan dan menggeledah serta merampas dokumen-dokumen di rumah pemimpin Partai Nasional Indonesia (PNI). 

Sukarno sempat mendekam sehari di penjara Mergangsan (Wirogunan). Ia kemudian dibawa ke Stasiun Tugu untuk menempuh perjalanan panjang ke Stasiun Cicalengka di Bandung tmur. Tujuan dari diturunkannya Soekarno di Stasiun Cicalengka adalah untuk menghindari kemelut yang berpotensi terjadi. Maklum masa itu Sukarno populer sebagai tokoh pergerakan PNI. Selanjutnya ia dibawa ke Bandung untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut. 

Momen sejarah lainnya yang mengukuhkan posisi penting Stasiun Cicalengka terkait upaya Residen Priangan Herman Constantijn van der Wijk (1855-1858) mengajukan konsesi jalur kereta api dari Batavia sampai ke Cicalengka (Bandung) sebagai alat transportasi untuk mengangkut hasil-hasil bumi yang akan diserahkan kepada pemerintah (TNI, 24ste Jaargang, afl. 11-6, Eerste Deel, 1862, dan Her Rapport van den Heer Stieltjes, over verbeterde Vervoermiddelen op java, 1864). Dari bisnis hasil bumi ini, Van der Wijk mendapatkan pendapatan sebesar 626.000 gulden per tahun atau jika dikonversi ke dalam rupiah senilai 5,1 miliar rupiah. De Locomotief lantas memberitakan peresmian Stasiun Bandung-Cicalengka pada 10 September 1884 yang dimeriahkan oleh pesta rakyat di Alun-Alun Cicalengka.

Jejak historis lainnya, Charles Edgar du Perron (1899-1940) atau lebih dikenal sebagai Eddy du Perron pernah tinggal di Cicalengka antara tahun 1917-1918. Eddy du Perron adalah penyair dan pengarang Belanda yang terkenal dengan novelnya Land van Herkomst. Ia juga merupakan sahabat dari Sutan Sjahrir. Eddy sering bolak-balik dari Bandung ke Cicalengka menggunakan kereta api. 

Selain jejak-jejak sejarah di atas, masih banyak lagi peristiwa yang terjadi melibatkan Stasiun Cicalengka. Dari data sejarah tersebut kita tahu bahwa Stasiun Cicalengka yang kini terancam dirubuhkan merupakan peninggalan yang sarat peristiwa penting terkait perjalanan republik. Sukarno mengingatkan, “Jangan sekali-kali melupakan sejarah”.

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//