• Kolom
  • NGULIK BANDUNG: Dr Tjipto di Balik Kisah Percobaan Peledakan Gudang Mesiu 18 Juli 1927 #10

NGULIK BANDUNG: Dr Tjipto di Balik Kisah Percobaan Peledakan Gudang Mesiu 18 Juli 1927 #10

Mohammad Hatta khawatir sikap keras Belanda pada PKI merembet pada pergerakan nasional lainnya. Sementara Tjipto Mangoenkoesoemo menghadapi hukuman pengasingan.

Ahmad Fikri

Pendiri Komunitas Djiwadjaman, bisa dihubungi via FB page: Djiwadjaman

Barak di kamp interniran di Tanahtinggi (Digoel Atas) sekitar tahun 1928. (Koleksi KITLV 153789, Sumber digitalcollections.universiteitleiden.nl)

16 September 2023


BandungBergerak.idSuatu hari di bulan Desember 1926, Mohammad Hatta bertemu Semaun di Belanda. Hatta menyampaikan kekhawatirannya kepada tokoh pergerakan nasional berhaluan komunis tersebut, bahwa sikap keras pemerintah Hindia Belanda yang memberangus pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) selanjutnya hanya tinggal menunggu waktu saja untuk menghantam kelompok pergerakan yang lain.

“Bukan PKI saja yang akan hancur, tetapi juga seluruh pergerakan kebangsaan Indonesia akan menderitakan reaksi pemerintah kolonial,” kata Hatta pada Semaun (Otobiografi Mohammad Hatta. Untuk Negeriku Bukittinggi-Rotterdam Lewat Betawi  (2021).

Pemerintah Hindia Belanda menuduh PKI sebagai organisasi yang berada di balik pemberontakan di banyak tempat sepanjang tahun 1926. Penangkapan dan tekanan pada aktivitas PKI di Hindia Belanda memicu anggota dan simpatisan organisasi berhaluan kiri itu balik melawan pemerintah Hindia Belanda. Perlawanan yang kemudian berujung penangkapan demi penangkapan.

Salah satu petinggi PKI sekaligus seorang jurnalis, Marco Kartodikromo ditahan karena tuduhan melakukan serangkaian aksi pembakaran sepanjang Juli-Agustus 1926 di Solo. Marco juga dikenal sebagai pemimpin pergerakan yang tersisa di Surakarta untuk mengorganisir aksi mogok buruh dan petani. Ia ditangkap pada 6 September 1926 (Hilmar Farid, 1997).

Koran berbahasa Belanda yang terbit di Hindia Belanda memberitakan penangkapan Marco. De Indische courant tanggal 13 September 1926 memberitakan penangkapan Marco dengan menyebut dia sebagai seorang komunis. Marco sempat ditahan di Lapas Solo sebelum dipindahkan ke rumah tahanan di Karanganyar (De locomotief, 25 September 1926).

Sejumlah koran berbahasa Belanda yang terbit di Hindia Belanda menjuluki  Marco dengan sebutan yang menghinakan. De Indische courant tanggal 27 September 1926 menggunakan judul artikel “De misdadigerebende te Solo (Geng kriminal di Solo)” saat memberitakan penangkapan Marco. Koran itu menyebutkan, polisi menemukan organisasi SPKI (Sarekat Penoeloeng Kesengsaraan Indonesia) yang dibentuk petinggi PKI dan Sarekat Rakyat yang berada di balik aksi pembakaran tersebut di Solo. Marco disebut koran tersebut sebagai “misleider (penipu)”, dan puluhan orang yang ditangkap bersamanya sebagai “de misdadigerebende (geng kriminal)”.  Isi artikel yang hampir sama juga dituliskan oleh koran De nieuwe vorstenlanden tanggal 27 September 1926 dengan judul artikel “De Boevenbond van Marco (Gerombolan Preman Marco)”.

De locomotief tanggal 28 April 1927 memberitakan hukuman yang dijatuhkan pada Marco bersama puluhan anggotanya yang disebut kelompok komunis adalah pembuangan ke Boven Digoel. Awal Juli 1927, Marco dan puluhan kawan-kawannya diberangkatkan ke Digoel (De nieuwe vorstenlanden, 9 Juni 1927).

Takashi Shiraishi dalam bukunya “Zaman Bergerak (Radikalisme Rakyat Di Jawa 1912-1926)” (Hilmar Farid,1997) menyebutkan Boven Digul di Irian Barat menjadi tanah pengasingan yang kengeriannya berhasil menekan bibit-bibit perlawanan pada Belanda. Gerakan perlawanan fisik pada Belanda baru tumbuh lagi sesudah Perang Dunia II. Tempat pengasingan di pinggir Sungai Digul Papua tersebut dibangun khusus untuk menekan pentolan komunis. Sedikitnya 1.300 orang komunis diasingkan di sana. Di tanah pengasingan tersebut Marco meninggal dunia tahun 1932 karena malaria.

Kamp interniran di Tanahmerah (Digoel Atas) sekitar tahun 1928. (Koleksi KITLV 153802, Sumber digitalcollections.universiteitleiden.nl)
Kamp interniran di Tanahmerah (Digoel Atas) sekitar tahun 1928. (Koleksi KITLV 153802, Sumber digitalcollections.universiteitleiden.nl)

Penangkapan Besar-besaran

Sejak penghujung tahun 1926 hingga sepanjang tahun 1927, pemerintah Hindia Belanda terus melakukan penangkapan pada kelompok komunis . Serangkaian penangkapan membuat situasi makin tak menentu. Puncaknya, terkuaknya rencana peledakan gudang mesiu di Bandung, 18 Juli 1927. Rencana ini berhasil digagalkan, namun memberikan efek kejut besar pada pemerintah kolonial Hindia Belanda karena aksi ini melibatkan prajurit Manado serta disebut-sebut ada keterlibatan Tjipto Mangoenkoesoemo.

Kekhawatiran akan gerakan komunis juga merembet hingga negeri Belanda. Mohammad Hatta yang kemudian diketahui beberapa kali berhubungan dengan Semaun membuat polisi Belanda curiga. Mohammad Hatta yang gencar mengkampanyekan buruknya praktik kolonialisme Belanda di Indonesia akhirnya dicurigai terlibat dengan gerakan komunis di Hindia Belanda.

Pada 23 September 1927, Mohammad Hatta ditangkap polisi Belanda bersama Nazir Pamontjak, Ali Sastroamidjojo, dan Abdul Madjid Djojodiningrat sekembalinya dari Gland, Swiss setelah berbicara di forum Liga Wanita Internasional untuk Perdamaian dan Kemerdekaan (Hatta, 2021). Esoknya, pada 24 September 1927, berita penahanan tersebut tersiar di koran-koran berbahasa Belanda yang terbit di Hindia Belanda. De locomotief menerbitkan artikel penangkapan itu dengan judul “Moskou-Indie via Holland, Opstandplannen van Inlandsche Studenten (Moskwa-Hindia Melalui Belanda, Rencana Revolusi Pelajar Bumiputera)”, De Indische courant dengan judul “De Ontmaskering - Indonesiërs gearresteerd (Kedok yang Terbuka – Penangkapan Orang Indonesia)”.

Penahanan Mohammad Hatta dkk menyulut aksi protes di Hindia Belanda. Perserikatan Nasional Indonesia, organisasi politik yang belum lama didirikan Sukarno bersama anggota Algemene Studiklub Bandung menggelar aksi protes di gedung Ons Genoegen (sekarang gedung Yayasan Pusat Kebudayaan/Galeri Pusat Kebudayaan). Tjipto Mangoenkoesoemo ikut hadir dalam aksi protes tersebut  (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie?, 26 September 1927).  

Penangkapan demi penangkapan pada warga yang dituduh terlibat dalam kelompok komunis masih terus berlangsung. Sudah tidak jelas benar yang ditahan tersebut terlibat aksi pemberontakan komunis yang mana. Koran Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie? yang terbit tanggal 26 September 1927 misalnya menuliskan penangkapan pada sejumlah pegawai perusahaan kereta (Staatsspoorwegen/SS) yang mengurusi tiket kereta karena dicurigai sebagai bagian dari kelompok pemberontak komunis.

Dan kasus yang mengaitkan Tjipto Mangoenkoesoemo pada rencana peledakan gudang mesiu pada 18 Juli 1927 di Bandung masih terus bergulir. Dugaan keterlibatan Tjipto terus diulik.

Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie? tanggal 4 Oktober 1927 melansir artikel yang mengaitkan Tjipto dengan kelompok komunis yang terlibat dalam rencana peledakan gudang mesiu lewat seorang perempuan bernama Soeminah. Perempuan tersebut istri dari Soemarno seorang tokoh komunis di Bandung. Penyebabnya, Tjipto membantu mengobati anak Soeminah. Sejak itulah Tjipto dicurigai mulai berhubungan dengan kelompok komunis di Bandung, termasuk berkenalan dengan dua prajurit Manado yang terlibat dalam percobaan peledakan gudang mesiu di Bandung.

Gedung Raad van Indië (Dewan Hindia) di Batavia sekitar tahun 1934. (Koleksi KITLV 77027, Sumber digitalcollections.universiteitleiden.nl)
Gedung Raad van Indië (Dewan Hindia) di Batavia sekitar tahun 1934. (Koleksi KITLV 77027, Sumber digitalcollections.universiteitleiden.nl)

Kasus Tjipto Mangoenkoesoemo

Perhatian publik kala itu pada keterkaitan Tjipto Mangoenkoesoemo dengan rencana peledakan gudang mesiu di Bandung terpecah dengan manuver pergerakan kelompok komunis di Hindia Belanda. Koran De koerier tanggal 6 Oktober 1927 dalam artikelnya berjudul “De Communistische Agitatie (Agitasi Komunis)” menceritakan mengenai pergerakan kelompok komunis yang masih aktif meski terus ditekan pemerintah Hindia Belanda. Kelompok komunis menjadi sorotan karena berencana mengganti nama partai tersebut dari Partai Komunis Indonesia (PKI) menjadi Perserikatan Rajat Indonesia. Koran itu mencurigai perubahan nama tersebut sekaligus strategi kelompok komunis untuk menggaet Partis Sarekat Islam (PSI) dan PNI yang belum lama berdiri untuk bergabung dalam satu barisan. Berita yang sama dilansir beberapa hari kemudian oleh koran De locomotief pada 8 September 1927.

Koran-koran berbahasa Belanda yang terbit di Hindia Belanda juga mencurigai rencana perhelatan Kongres Sarikat Islam pada 28 September – 2 Oktober 1927 di Pekalongan menjadi arena konsolidasi kelompok nasionalis dan komunis. Koran De koerier salah satu yang memberikan tuduhan tersebut. Dalam artikelnya yang terbit tanggal 8 Oktober 1927 berjudul  “Het Inheemsche Oppositiefront (Front Oposisi Pribumi)” koran De koerier mencurigai kehadiran hampir seluruh partai dan organisasi politik bumiputra yang hadir dalam kongres Sarikat Islam di Pekalongan. Keputusan kongres ini juga menyepakati pendirian front oposisi yang di ikuti hampir seluruh organisasi dan partai yang disebut koran tersebut sebagai “extremistisch-nationalistische (ekstremis nasionalis)”.

Kecurigaan pada kongres Sarikat Islam di Pekalongan makin kuat dengan kehadiran Perserikatan Nasional Indonesia (PNI) bentukan Sukarno bersama anggota-anggota Bandoengsche Sludieclub di sana. Kecurigaan tersebut berdasar pada sikap terbuka PNI yang nonkooperasi yang sedari awal diumumkan oleh Sukarno saat mengumumkan pembentukan organisasi.

De koerier 8 oktober 1927 memberitakan dalam pertemuan pembentukan front oposisi tersebut Sukarno mewakili PNI dan Dr. Soekirman selaku Komisioner Pengurus Besar PSI mewakili Sarikat Islam. Keduanya menyepakati untuk melanjutkan pertemuan di Bandung dengan mengundang seluruh perwakilan partai dan organisasi politik bumiputra yang ada. De Indische courant melansir berita yang sama pada 11 Oktober 1927 dengan judul Het inheemsche oppositiefront (Front Oposisi Pribumi).

Dua pekan kemudian Boedi Oetomo dan (Paguyuban) Pasoendan menggelar rapat umum (vergadering) di Bandung. Koran De locomotief tanggal 17 Oktober 1927 memberitakan rapat umum yang berlangsung sehari sebelumnya membicarakan mengenai wacana perombakan komposisi anggota Volksraad dengan menjadikan perwakilan bumiputra sebagai mayoritas anggotanya.

Baca Juga: NGULIK BANDUNG: Kisah di Balik Percobaan Peledakan Gudang Mesiu 18 Juli 1927 #7
NGULIK BANDUNG: Kisah di Balik Percobaan Peledakan Gudang Mesiu 18 Juli 1927 #8
NGULIK BANDUNG: Kisah di Balik Percobaan Peledakan Gudang Mesiu 18 Juli 1927 #9

Koran De locomotief yang terbit di hari itu kemudian menurunkan berita pertemuan tersebut dengan judul “Inlandsche vereenigingen en de I. S. (Perkumpulan Bumiputra dan SI)”, mengenai rapat umum (vergadering).  Dr. Soedono Darna Koesoema dari Boedi Oetomo, anggota Gementee  Bandoeng yang memimpin rapat umum ini.

Dari penuturan De locomotief, rupanya Boedi Oetomo condong untuk mendukung wacana perombakan Volksraad. Begitu juga dengan Tuan Bakri selaku perwakilan Paguyuban Pasoendan. Namun pendapat berbeda disampaikan Sukarno mewakili PNI dan Mr. Shabodin yang mewakili PSI, keduanya menolak berpendapat dengan alasan garis perjuangan pergerakan yang dipilih sedari awal adalah nonkooperasi. Kendati demikian, rapat umum tersebut menyepakat untuk memberikan dukungan pada wacana perwakilan mayoritas untuk Volksraad dengan catatan PNI dan PSI tidak memilih maupun menentang mosi tersebut. De Indische courant juga menerbitkan berita serupa pada 18 Oktober 1927 dengan judul “De Inlandsche meerderheid (Mayoritas Pribumi)”.

Esoknya koran De koerier tanggal 19 Oktober 1927 memberitakan pengumuman PNI yang akan menggelar kongres pertamanya pada akhir tahun. Kongres perdana ini akan digelar di Bandung, kota yang menjadi kelahiran organisasi tersebut.

Bersamaan dengan memanasnya situasi politik, begitu juga nasib Tjipto Mangoenkoesoemo. Tudingan sebagai otak penggerak percobaan peledakan gudang mesiu di Bandung makin kencang. Koran Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie? tanggal 20 Oktober 1927 mengabarkan bahwa berkas berisi tuduhan pada TJipto telah diserahkan pada Raad van Indië atau Dewan Hindia. Hukuman pengasingan yang akan dijatuhkan untuk TJipto sudah makin terang, hanya tersisa  ke mana ia akan dibuang. 

Gubernur Jenderal Hindia Belanda Andries Cornelis Dirk de Graeff memberi kesempatan pada Tjipto untuk melakukan pembelaan diri. Residen Priangan Tengah yang diperintahkan agar mendengarkan pembelaan Tjipto. Koran De locomotief dan Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie? yang terbit tanggal 1 November 1927 memberitakan, Tjipto mulai menjalani pemeriksaan oleh Resident Priangan Tengah. (Bersambung)

*Tulisan kolom Ngulik Bandung merupakan bagian dari kolaborasi bandungbergerak.id dan Komunitas Djiwadjaman. Simak tulisan-tulisan lain Ahmad Fikri atau artikel-artikel lain tentang Tjipto Mangoenkoesoemo 

Editor: Iman Herdiana

COMMENTS

//