Memaknai Pesan Menteri Perdagangan Terkait Penutupan TikTok Shop
Pernyataan Menteri Perdagangan menggunakan kata “lega” berkenaan keadaan pelaku UMKM setelah penutupan TikTok Shop menimbulkan pro kontra.
Ida Lisdawati
Dosen IKIP Siliwangi Bandung
5 Oktober 2023
BandungBergerak.id – Munculnya persoalan tentang penutupan TikTok Shop yang tengah ramai dibahas di segala bentuk media sosial yang diumumkan secara resmi oleh kementerian perdagangan tentu akan menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Terutama bagi pelaku bisnis yang menggunakan aplikasi tersebut, maupun pengguna aktif yang mendapatkan keuntungan dari afiliasi antara TikTok sebagai penyedia media dan pelaku bisnis dalam pengembangan.
Permasalahan ini muncul saat banyaknya pelaku bisnis tradisional yang merasa keberadaan aplikasi mengancam keberadaan usaha mereka. Sebelum mengulas lebih lanjut tentang pengaruh TikTok Shop ini, ada baiknya kita menilik ke belakang tentang sejarah aplikasi ini sehingga akhirnya menjadi salah satu platform sosial didunia dengan jumlah pengguna hampir 2 milyar di seluruh dunia di bulan Oktober 2020.
Diambil dari berbagai sumber dapat dijelaskan bahwa dalam perkembangannya, TikTok bermula dari sebuah layanan hosting video yang memiliki durasi yang cukup singkat yang dirilis di pasar Tiongkok di periode akhir tahun 2016. Di tahun 2018 TikTok menggabungkan layanan media sosial dengan Musical.ly yang dapat diunduh secara gratis di penyedia aplikasi gratis di banyak negara, dan secara perlahan menguasai pasar di negara Amerika Serikat dengan banyaknya ditemukan selebritas yang secara aktif menggunakan platform ini.
Salah satu gebrakan yang dilakukan oleh TikTok adalah pemberian izin kepada pembuat konten kreator untuk dapat menyematkan tautan penjualan barang dagangan ke dalam video mereka. Dalam fitur ini, para pengguna platform ini dapat langsung melakukan transaksi dengan penyedia jasa maupun barang. Dalam hal ini penyedia jasa dan barang dapat memanfaatkan kerja sama antara pihak penjual dan konten kreator yang disebut TikTok affiliate dengan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak.
Berubahnya kultur masyarakat semenjak diterjang penyebaran virus Covid-19 dan varian-varian lainnya memberikan dampak terhadap penjualan secara online. Masyarakat memiliki beragam pilihan untuk melakukan transaksi penjualan. Tidak saja karena lebih efisien dalam segi waktu, dengan didukung promosi kreatif dari pembuat konten media massa, terlebih TikTok. Aplikasi ini selain mampu menarik perhatian penggunanya, juga menawarkan harga penjualan yang jauh di bawah harga normal. Cara ini lebih diminati oleh para pembeli sehingga kondisi ini memberikan dampak yang signifikan terhadap penjualan secara langsung. Isu inilah yang menjadi salah satu akar permasalahan terhadap wacana penutupan TikTok Shop.
Baca Juga: Tidak semua UMKM di Bandung mampu Jualan Online
Membedah Peran Data bagi Perusahaan E-commerce
Mempersenjatai Media Sosial
Pro Kontra Penutupan TikTok Shop
Wacana ini tentu menimbulkan pro dan kontra di masyarakat luas, sehingga pemerintah yang diwakili oleh Kementerian Perdagangan mencoba untuk menjelaskan tujuan pemerintah dalam upaya penutupan TikTok Shop dengan mengesahkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 berkenaan dengan pengaturan perizinan berusaha, periklanan, pembinaan dan pengawasan pelaku usaha dalam perdagangan melalui sistem elektronik. Menteri Perdagangan memberikan pesan terhadap pelaku UMKM setelah pengesahan Permendag terkait penutupan TikTok Shop. Pesan tersebut bertujuan untuk membangkitkan semangat pelaku UMKM yang ditayangkan di kanal Kompas TV dengan tajuk “Pesan Mendag Zulhas buat Pelaku UMKM soal Penutupan TikTok Shop”.
Namun bagaimana pembaca sebaiknya memaknai pesan ini sehingga memahami situasi yang melatarbelakangi terjadinya tuturan tersebut, bagaimana interpretasi yang ditimbulkan oleh penutur, serta menjelaskan maksud penutur menyampaikan pesan tersebut sehingga dapat meredakan polemik di sekitar penutupan TikTok Shop?
Dalam tayangan tersebut, Menteri Perdagangan memberikan pernyataan, “Pedagang UMKM sekarang sudah lega katanya ya dagangnya kemarin sepi karena apa namanya…ada social e-commerce. Sudah keluar Permendag No. 31 tahun 2023… ya social media tidak boleh menjadi social commerce. Enggak boleh ya, dia nggak boleh. Susah nih dia juga dagang juga, buka toko juga, yang ngutangin juga kaya bank juga enggak bisa di borong semua. Diatur ya. Ada media sosial, ada media apa ada penjual online, ada e-commerce, ada social commerce. Social commerce itu diatur dia hanya boleh iklan, tidak boleh jualan, tidak boleh transaksi. Sudah diatur Permendag 31, 2023”.
Dalam kajian ini, penulis lebih menitik beratkan kepada pernyataan Menteri Perdagangan berkenaan keadaan pelaku UMKM setelah penutupan TikTok Shop. Pernyataan yang memungkinkan menimbulkan konflik adalah saat Menteri Perdagangan menyatakan bahwa pelaku UMKM sudah bisa bernafas lega dengan keputusan Kementerian Perdagangan yang mengeluarkan peraturan yang mengatur sistem media sosial untuk melakukan transaksi yang telah memiliki kekuatan hukum.
Namun pernyataan ini tentu akan menimbulkan pro dan kontra lebih tajam di kalangan masyarakat. Bagi pelaku UMKM, tentu pengesahan Permendag ini akan membantu mereka dalam menjalankan usaha mereka. Dilihat dari pernyataan tersebut, Menteri Perdagangan seakan menunjukkan keberpihakan kepada pelaku UMKM tanpa mempertimbangkan kelompok masyarakat lain yang mungkin saja memiliki kepentingan terhadap keberadaan TikTok Shop.
Keberpihakan Kementerian Perdagangan
Pernyataan bahwa pelaku UMKM dapat bernafas lega, tidak lepas dari definisi kata “lega” itu sendiri. Lega menurut KBBI adalah lapang atau luas.
Ditinjau dari definisi UMKM pada kamus KBBI, pemahaman UMKM adalah singkatan dari Usaha Mikro Kecil dan Menengah yang bertujuan untuk memberikan peluang pekerjaan serta memberikan pelayanan ekonomi kepada masyarakat secara luas yang dapat dilakukan secara individu maupun kelompok. Menurut laman sukorejo.semaranglota.go.id, berkenaan dengan kriteria UMKM yang memiliki hasil penjualan di kisaran Rp 50 juta - Rp 300 juta per tahun bagi usaha mikro, kisaran Rp 300juta - 2,5 miliar per tahun bagi usaha kecil, dan kisaran Rp 2,5 miliar - Rp 50 miliar per tahun bagi usaha menengah.
Berdasarkan data yang ditampilkan dari laman ukmindonesia.id, diketahui pelaku UMKM tahun 2023 sekitar 116 juta orang. Dari jumlah penduduk Indonesia berdasarkan data Badan Pusat Statistik BPS) 2023 adalah 278,69 juta jiwa, maka dengan terbitnya Permendag No. 31 tahun 2023, Kemendag telah melindungi keberlangsungan usaha 41,7 persen penduduk Indonesia, namun siapakah yang akan melindungi penduduk Indonesia yang juga mencari pendapatan sebagai TikTok affiliator yang tengah berjuang untuk mendapatkan penghasilan karena tidak atau belum memiliki modal yang cukup untuk memulai usahanya sendiri? Penggunaan kata “lega” yang menjadi akibat dari munculnya Permendag No. 31 tahun 2023 kurang tepat karena perasaan positif ini hanya dinikmati oleh kalangan yang secara jelas didefinisikan telah memiliki penghasilan dari bisnis yang tengah dijalani dan mencederai perasaan kelompok masyarakat yang lain.
Namun penulis merasa bahwa Kementerian Perdagangan telah bekerja keras untuk melindungi para pelaku UMKM yang juga bagian dari rakyat Indonesia sehingga mendapatkan rasa aman di negaranya sendiri. Dan semoga ada pihak lain yang juga memikirkan rakyat Indonesia lain yang tengah berjuang untuk tetap mandiri tanpa menjadi beban siapa pun sehingga mampu menjadi contoh nyata dari pengamalan Pancasila terutama tentang keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.